NovelToon NovelToon
Three Years

Three Years

Status: sedang berlangsung
Genre:JAEMIN NCT
Popularitas:503
Nilai: 5
Nama Author: yvni_9

"Nada-nada yang awalnya kurangkai dengan riang, kini menjebakku dalam labirin yang gelap. Namun, di ujung sana, lenteramu terlihat seperti melodi yang memanggilku untuk pulang."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yvni_9, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menemukan

...Happy reading...

Zein meraih ponselnya, jemarinya dengan cepat menekan nomor kontak ibunya. Nada sambung terdengar, memecah keheningan ruangan, namun tak ada jawaban. Dicobanya lagi, dan lagi, panggilan demi panggilan dilayangkannya, namun tetap nihil, hanya suara operator yang menyahut hampa. Napas Zein mulai memburu, kecurigaannya terhadap ibu tirinya semakin besar.

Otaknya berputar mencari jalan keluar. Harus ada cara untuk tahu di mana ibunya sekarang! Tiba-tiba, sebuah ide lampu yang menyala di benaknya. "Bunda Leo!" serunya dalam hati. "Mungkin kalo gue telpon dari nomor yang nggak dikenal, dia nggak bakalan curiga." Tanpa ragu, Zein melesat keluar rumah, kakinya membawanya berlari secepat mungkin menuju rumah Leo.

"Assalamualaikum, Tante!" seru Zein lantang, jarinya menekan bel rumah Leo dengan sedikit tergesa.

"Waalaikumsalam!" sahut suara Leo dari dalam, tak lama kemudian pintu terbuka, menampilkan Leo dengan senyum lebarnya. "Eh, Abang! Baru sampai, Bang?" sapanya ramah.

"Nggak lama banget sih tadi sampainya," jawab Zein, berusaha membalas senyum Leo. "Oh iya, Bunda lo mana?" tanyanya langsung ke inti.

"Ada tuh di dalam, lagi di dapur kayaknya, masuk dulu, Bang!" ajak Leo, mempersilakan Zein masuk. "Cely-nya di rumah, Bang?" tanya Leo lagi.

"Iya, di rumah," jawab Zein singkat. "Leo, tolong temenin dia ya? Abang ada urusan sebentar," pintanya.

Leo mengangguk cepat, tanpa curiga. "Siap, Bang!"

Begitu berada di dalam rumah Leo, tanpa basa-basi Zein langsung menyampaikan maksudnya pada Bunda Leo, memohon izin untuk menghubungi sang ibu tiri. Bunda Leo, yang tampak kebingungan tetap menuruti apa kata Zein. Ia menggenggam gagang telepon dengan erat, jantungnya berdebar tak karuan saat Bunda Leo selesai menyambungkan panggilan.

Panggilan terhubung, suara operator berdering singkat, lalu terdengar suara jawaban dari seberang. Lembut namun menusuk telinga Zein, suara ibu tirinya menyapa.

"Halo, Fin?"

^^^"Halo?"^^^

^^^"Ini siapa, ya?"^^^

"Ah, ini aku, Diana."

"Saya cuma mau nanya, kamu ada di rumah nggak? Tadi saya ada buat kue banyak, niatnya mau ngasih kamu dan Cely, tapi rumah kamu sepertinya tutup. Kamu di mana?"

^^^"Kebetulan saya lagi di luar nih! Di cafe Brew & Tales"^^^

"Ah ... gitu ya? Nanti kamu pulangnya jam berapa, biar saya simpan dulu di rumah saya."

^^^"Eh ga usah repot-repot! sepertinya saya ga pulang sih, soalnya kan Cely juga mau pergi tuh, ntar malem, jadi saya bakalan nginep di hotel aja deh, karena bosen juga di rumah!"^^^

"Yaudah deh, nanti saya kasi Cely aja deh ya!"

Tanpa menunggu jawaban, telepon langsung dimatikan. Bunda Leo meletakkan gagang telepon, menatap Zein dengan wajah penuh tanya. "Kalau boleh tante tau, ada apa ya, Zein?" tanya Bunda Leo.

"Ga apa-apa kok tan." elak Zein, alih-alih menjawab pertanyaan Bunda Leo, Zein justru balik bertanya. "Ehm ... Tante, anu ... Zein boleh pinjam motornya Leo, Tan?" ulanginya sekali lagi.

Bunda Leo, meski otaknya masih dipenuhi tanda tanya besar, ia tetap berusaha bersikap tenang. Mengangguk pelan, raut bingungnya masih tergambar jelas di wajah, namun tangannya bergerak menggapai kunci motor Leo. Kunci itu berpindah tangan, dari genggaman Bunda Leo ke telapak tangan Zein yang terulur dengan cepat. "Boleh saja sih, Zein," jawab Bunda Leo. "Tapi... sebenarnya ini ada apa toh, Zein?" tanyanya sekali lagi, raut wajahnya semakin menampakkan tanda tanya.

"Gak ada apa-apa kok, Tan, tante tenang aja! Oh ya, titip Cely dulu ya, Tan, dia ada di rumah," ucap Zein, hanya itu yang sempat terceplos dari bibirnya, sebelum kakinya membawanya berlari, meninggalkan Bunda Leo terpaku di tempatnya.

"Eh, eh, Zein!" Bunda Leo kembali berseru, memanggil nama Zein, berharap pemuda itu berhenti dan memberinya penjelasan. Namun, percuma. Zein sudah tak menggubris panggilannya, langkahnya semakin lebar, semakin cepat menjauh.

Suara mesin motor tiba-tiba menderu, membelah kesunyian pagi dengan raungan yang memekakkan telinga. Zein telah melesat pergi, motornya meraung marah memacu kecepatan penuh, membawa Zein menjauh dengan cepat, meninggalkan Bunda Leo berdiri termangu di depan pintu, didera kebingungan yang semakin menjadi-jadi, pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab berputar-putar tanpa henti di kepalanya."

Deru motor berhenti mendadak di depan sebuah kafe yang ramai dan berisik, kontras dengan kesunyian tegang yang menguasai hati Zein. Memarkirkan motornya lalu dengan langkah tergesa memasuki kafe yang dipenuhi aroma kopi dan gelak tawa pengunjung. Matanya menyapu sekeliling, mencari sosok yang ia yakini ada di tempat ini. Meja demi meja ia lalui, namun ibu tirinya tak terlihat di antara keramaian siang itu.

Kecewa, Zein akhirnya kembali keluar kafe, berdiri di tepi jalan, matanya kembali menjelajah area parkir dan jalanan di sekitar kafe. Tepat saat ia hampir putus asa, pandangannya tertuju pada sepasang sosok yang baru saja keluar dari pintu kafe. Jantungnya berdesir marah saat mengenali ibu tirinya yang berjalan dengan seorang remaja perempuan sebaya Cely. Mereka berjalan menuju sebuah mobil sedan hitam yang terparkir tak jauh dari sana.

Tanpa menunggu sedetik pun, Zein berlari menghampiri mereka, amarahnya mendorongnya untuk bertindak cepat. Ia menyergap ibu tirinya tepat sebelum perempuan itu membuka pintu mobil. Tangan Zein mencengkeram lengan ibu tirinya dengan kuat, amarahnya meluap tak terkendali hingga cengkeramannya terasa menyakitkan. Ibu tirinya tersentak kaget dan menoleh dengan wajah terkejut. Dengan mata membara dan suara tercekat kemarahan, Zein bertanya penuh tuntutan, "Di mana gaun Cely?!"

Fianna tersentak mundur, terperanjat oleh sergapan Zein yang tiba-tiba menarik lengannya dengan kasar. "Apaan sih!" serunya dengan nada tinggi, kaget dengan sosok yang ada di depannya sekarang, wajahnya memerah. Ia berusaha meronta, mencoba melepaskan cengkeraman tangan Zein yang terasa menyakitkan di lengannya. Di belakang Fianna, di sisi pintu mobil yang terbuka, Helena membeku, matanya membulat menyaksikan adegan yang mendadak tegang di hadapannya.

"Kamu gila ya?!" Fianna menyentak lengannya dengan kasar, berhasil sedikit melonggarkan cengkeraman Zein, meskipun rasa sakit masih terasa menusuk. "Lepasin! Kamu pikir kamu siapa berani pegang-pegang saya seperti ini?!" Nada suaranya meninggi, menarik perhatian beberapa pengunjung kafe yang mulai menoleh ke arah mereka dengan rasa ingin tahu.

Fianna membalas tatapan mata Zein yang membara dengan sorot mata yang tak kalah tajam dan penuh kemarahan. Ia tidak gentar, justru balik menantang. "Gaun Cely? Memangnya saya peduli dengan gaun jelek anak itu! Sana cari sendiri, jangan ganggu saya!"

Zein tak menggubris rontaannya. Dengan gerakan cepat dan kasar, dirampasnya kunci mobil yang tergenggam di tangan Fianna. Kilatan amarah terpancar jelas dari matanya saat menatap tajam ibu tirinya. "Lo nggak mau jawab?" desis Zein dengan suara dingin yang menusuk, "Jangan harap mobil ini balik lagi sama lo!" Ia memasukkan kunci mobil itu ke dalam saku celananya, menegaskan ancamannya.

Tepat saat ketegangan mencapai puncaknya, seorang satpam berseragam yang melihat keributan dari pos jagaannya bergegas menghampiri mereka. Langkahnya mantap dan penuh otoritas. "Ada apa ini?" tanyanya dengan suara berat, matanya menyelidik dari Zein ke Fianna, lalu ke Helena yang masih terdiam di dekat mobil. "Apa yang kamu ambil dari dia?" tanya satpam itu pada Zein, menunjuk kunci mobil yang kini berada di tangan Zein.

Belum sempat Zein menjawab, Helena tiba-tiba maju selangkah, suaranya yang tadinya tak terdengar kini melengking nyaring, "Pak, ini pak! Dia mau ngerampok tadi!" tuduhnya dengan nada dramatis, jarinya menuding Zein dengan geram.

Zein terkejut dengan tuduhan Helena yang tak terduga, namun ia segera membalas, "Enggak, pak! Enggak!" bantahnya cepat. "Mereka ini sudah mengambil gaun adik saya! Masalah saya mengambil kunci mobil ini, itu karena mobil ini milik almarhum ibu saya!" jelas Zein dengan nada suara yang meninggi, mencoba meyakinkan satpam.

Fianna tak mau kalah, ia menyela dengan cepat, "Bohong pak! Ini mobil punya saya! Dia mengarang cerita!" sanggah Fianna dengan wajah penuh kepalsuan, berusaha memutarbalikkan fakta di depan satpam. Satpam itu tampak semakin bingung dengan klaim yang saling bertentangan ini, matanya bergerak-gerak dari satu orang ke orang lain, mencari kebenaran di tengah kekacauan..

"Begini, Pak," Zein memulai menjelaskan. "Ibu ini, itu ibu tiri saya. Tanpa permisi, dia sudah mengambil gaun adik saya, dan saya di sini hanya ingin meminta keadilan agar gaun itu dikembalikan," jelas Zein dengan nada suara yang meninggi, menunjukkan kekesalannya. Pak Satpam mendengarkan dengan seksama, kemudian mengangguk dengan mantap. Tatapannya beralih pada Fianna, tajam namun tetap sopan, seolah menyampaikan perintah tak terucap agar wanita itu segera mengembalikan gaun yang menjadi hak anak-anak tersebut.

Malu bukan kepalang menyergapnya saat menyadari puluhan pasang mata tertuju padanya, bisik-bisik mulai terdengar lirih di antara kerumunan yang menyaksikan drama kecil ini. Enggan berlama-lama menjadi pusat perhatian yang memalukan, dengan langkah kaki dihentakkan penuh kejengkelan, Fianna bergegas menuju kursi belakang mobilnya dan membanting pintu pintu hingga terbuka lebar. Tangannya meraih sebuah kotak kardus gaun yang tergeletak di dalam.

Tanpa membuang waktu sedetik pun, Zein menyambar kotak gaun itu dari tangan Fianna, seolah benda itu adalah barang bukti kemenangan yang akhirnya berhasil ia raih. Dengan gerakan cepat dan tanpa menoleh sedikit pun pada Fianna yang masih mematung menahan malu, Zein melemparkan kunci mobil itu asal ke kursi pengemudi, sebuah gestur yang jelas menunjukkan bahwa urusannya dengan mobil mewah itu telah selesai. Kemudian, dengan langkah tegap dan mantap, Zein berbalik dan kembali melangkah menuju tempat di mana motornya terparkir, meninggalkan keributan kecil yang barusan terjadi.

..._____________...

1
MindlessKilling
Gak sabar nunggu lanjutannya, thor. Ceritanya keren banget!
yvni_9: terima kasih
total 1 replies
Zhunia Angel
❤️ Hanya bisa bilang satu kata: cinta! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!