NovelToon NovelToon
Dul

Dul

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Cintapertama / Cintamanis / Tamat
Popularitas:11.6M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Dul mengerti kalau Bara bukan ayah kandungnya. Pria bijaksana yang dipanggilnya ayah itu, baru muncul di ingatannya saat ia duduk di bangku TK. Namanya Bara. Pria yang memperistri ibunya yang janda dan memberikan kehidupan nyaman bagi mereka. Menerima kehadirannya dan menyayanginya bak anak kandung. Ibunya tak perlu memulung sampah lagi sejak itu. Ibunya tak pernah babak belur lagi. Juga terlihat jauh lebih cantik sejak dinikahi ayah sambungnya.

Sejak saat itu, bagi Dul, Bara adalah dunianya, panutannya, dan sosok ayah yang dibanggakannya. Sosok Bara membuat Dul mengendapkan sejenak ingatan buruk yang bahkan tak mau meninggalkan ingatannya. Ingatan soal ayah kandungnya yang merupakan terpidana mati kasus narkoba.

Perjalanan Dul, anaknya Dijah yang meraih cita-cita untuk membanggakan ayah sambungnya.


*****

Novel sebelumnya : PENGAKUAN DIJAH & TINI SUKETI

Cover by @by.fenellayagi

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

025. Kepergian Mbah Lanang

Sore itu Dul mengingatnya sebagai sore yang muram bagi semua orang yang datang ke rumah mbahnya. Pengertian soal kepergian seseorang meninggalkan dunia ini kembali memenuhi benak Dul.

Mbah Lanang sudah tidur terlalu lama. Dan Mbah Wedok merasa harus membangunkan suaminya. Saat itu Dul baru masuk dari pintu depan. Ia baru saja pulang dari menonton temannya bermain tebak kelereng.

“Pak … wis sore. Ndang tangi? Durung dahar awan, kok, wis sare. Tangi, Pak ....” (Pak ... Udah sore. Bangun. Belum makan siang, kok, udah langsung tidur. Bangun, Pak ....)

Entah kenapa Dul mematung di ambang pintu melihat Mbah Wedok duduk mengguncang bahu Mbah Lanang yang bergeming. Sekali guncangan lagi, lalu sekali guncangan lagi. Mbah Wedok mengusap wajah Mbah Lanang dan menunduk. Bahunya berguncang dan Mbah Wedok mulai menangis. Sampai di situ, Dul belum mengerti apa maksud tangisan Mbah Wedok.

“Oalah, Pak ... kok, sampeyan lungo ninggalke aku dishik? Kudune awakke dewe iki pethuk karo Dijah sik. Sampeyan tego ninggalke aku dewekan ngadepi kabeh iki." (Oalah, Pak ... Kok kamu pergi ninggalin aku duluan? Harusnya kita ketemu Dijah dulu. Kamu tega banget ninggalin aku sendirian ngadepin ini semua.)

“Dul … Dul … panggil tetangga, Dul. Mbah Lanang udah pergi, Dul. Mbah Lanang enggak bangun lagi. Panggil tetangga sebelah buat liat hape Mbah Lanang buat kabari Pakdhe dan ibumu. Mbah enggak bisa pakai hapenya, Dul … Mbah enggak bisa. Mbah Lanang tega ninggalin Mbah sendiri. Harusnya aku aja, Pak. Harusnya aku aja yang duluan.”

Yang dimengerti Dul saat itu hanya sebaris kalimat, ‘Mbah Lanang enggak bangun lagi’. Dul melesat keluar lagi dan berbelok ke tetangga di sebelah kirinya yang sering berbincang dengan Mbah Wedok di pintu belakang.

“Bulik … Bulik dipanggil Mbah Wedok. Minta tolong liatin hape Mbah Lanang buat ngabarin Pakdhe dan Ibu. Kata Mbah Wedok, Mbah Lanang enggak bangun lagi.”

Beberapa detik mencerna perkataannya, perempuan muda yang dipanggilnya Bulik itu menghambur ke dalam rumah dan mengatakan sesuatu pada suaminya. "Enggak tau, Pak. Mungkin sakit jantung. Wong pagi tadi aja baru pulang begadang," ucap perempuan itu, lalu keluar terburu-buru menuju rumah di mana suara tangisan Mbah Wedok terdengar sampai keluar.

“Sini, Dul …. Liat Mbah Lanang. Besok-besok Mbah Lanang udah enggak bisa nganterin kamu sekolah. Mbah Lanang meninggal, Dul. Enggak akan balik lagi. Mbah udah sendiri sekarang,” ratap Mbah Wedok.

Sudah tentu Dul sedih mendengar tatapan Mbah Wedok yang menunduk di dekat kepala suaminya. Tapi saat itu ia tidak bisa mewujudkan kesedihan itu dalam bentuk air mata. Tubuhnya hanya duduk kaku di sebelah Mbah Wedok.

Bahkan saat para tetangga sudah berdatangan dan salah seorangnya mengatakan sudah mengabari beberapa nomor telepon di ponsel Mbah Lanang, Dul masih duduk diam.

Satu jam sesudah tangisan pertamanya, Mbah Wedok bersandar di dinding. Tangisannya benar-benar berhenti dan wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa pun. Dua orang pakdhe yang tinggal di perbatasan kota sudah datang dan duduk di dekat Mbah Wedok.

“Ibu bilang sama Dijah buat pulang ke sini. Dia bisa tempati rumah ini sama-sama Ibu. Dia bisa ngurus anaknya juga,” kata Pakdhe yang paling tua. Mbah Wedok pernah mengatakan kalau Pakdhe yang berbicara itu adalah anak sulungnya.

“Kalau Dijah tinggal di sini, aku bakal jadi tanggungan dia lagi. Dua adik kalian yang di luar negeri juga udah enggak pernah kirim uang. Mungkin di sana hidupnya juga susah, kita enggak pernah tau. Keluarga di kampung taunya yang pergi merantau pasti banyak uang. Udah cukup Dijah belanjain aku dan bapakmu. Dijah enggak pernah beli apa-apa untuk dirinya sendiri. Selama ini yang dipikirin cuma anaknya dan buat makan. Aku enggak mau ikut Dijah. Kalian juga enggak pernah nanya soal dia. Padahal dia itu adik bungsu kalian. Kalau udah berumah tangga kayaknya semua-semua lepas. Enggak perlu uang, kadang ditanya aja udah bikin orang seneng. Kalau kamu keberatan aku tinggal di rumahmu, aku enggak apa-apa di sini sendiri. Tapi asal kamu tau, kalau aku ini sampai mati adalah tanggung jawab kamu. Jadi, sebentar aja … aku mau ngabisin masa tuaku. Aku enggak mau jadi beban Dijah lagi. Udah cukup, Pri ….” Mbah Wedok berbicara panjang lebar di sebelah jenazah suaminya.

Tak ada seorang pun yang menganggap kehadiran seorang anak laki-laki berusia hampir enam tahun begitu penting. Dul duduk diam mendengar semua hal yang dikatakan Mbah Wedok. Tak mengerti maksudnya secara menyeluruh, tapi mengerti dengan inti percakapan itu.

Pakdhe Supri, si putra sulung hanya diam tak menyahuti perkataan ibunya. Pelayat hari itu diingat Dul tak begitu banyak. Hanya beberapa tetangga dan saudara yang tinggal di beberapa daerah di sekitar rumah mbahnya.

Ruang tamu kecil itu disesaki oleh sedikit kerabat dan berangsur sepi saat beberapa orang memilih duduk di luar. Lalu, hal yang tak diduga Dul sebelumnya pun terjadi.

Sejak tadi, pikiran soal kedatangan ibunya disibukkan dengan obrolan Mbah Wedok dengan Pakdhe Supri yang sedang menyebut-nyebut nama ibunya. Namun, tiba-tiba kehadiran sosok wanita yang ia rindukan di ambang pintu segera membuyarkan pikirannya.

Ibunya muncul didampingi Bara. Pria itu memegangi kedua bahu ibunya melintasi gawang pintu depan dan melewati beberapa pelayat. Mengantarkan ibunya duduk tepat di sebelahnya. Bara mengambil tempat di belakang ibunya. Menjejakkan kedua lututnya dan menegakkan tubuh. Dari posisi itu, Bara bisa melihat wajah Mbah Lanang dengan kain yang sedang dibuka oleh ibunya.

Dul mengerling Bara. Mereka bertukar pandang, lalu pria itu mengusap kepalanya. Tangan kiri pria itu berada di bahu ibunya, dengan tangan kanan masih mengusap kepalanya sesekali, lalu berdiam di bahunya lagi. Saat itu ia sangat bahagia dan ingin memeluk ibunya. Ingin menumpahkan kerinduannya, tapi sepertinya ia tetap harus bersabar. Ibunya duduk menggenggam tangannya. Tatapannya kosong menatap pada Mbah Lanang yang wajahnya sudah terlihat sangat pucat. Sore itu, ketimbang menyiratkan kesedihan, ibunya lebih terlihat kecewa.

Langit sudah gelap, para tetangga terlihat beramai-ramai berkumpul di depan rumah. Seseorang mengatakan kalau Mbah Lanang akan dikebumikan. Seorangnya lagi mengatakan kalau tanah pekuburan sudah selesai digali dan menantikan jenazah.

Dari sepotong dua potong kalimat itu, Dul mengambil kesimpulan kalau Mbah Lanang akan segera dimasukkan ke tanah. Meninggalkan dunia dan segala urusannya bersama Mbah Wedok, ibunya, juga warung tempat di mana Mbah Lanang banyak menghabiskan waktu.

Ketika iring-iringan tetangga dan kedua pakdhenya pergi mengantar Mbah Lanang, Dul juga melihat punggung Bara berjalan di sebelah Pakdhe Supri.

Dul duduk menggelayuti ibunya yang melamun. Wanita yang melahirkannya itu tak mengatakan apa pun. Namun, tangannya tak henti mengusap kepala dan memeluk bahu kurusnya. Sekarang, wajah ibunya terlihat bingung. Mbah Wedok dan ibunya duduk berdekatan tanpa mengatakan suatu apa pun.

Sampai tiba beberapa orang yang berangkat ke pemakaman kembali. Kedua pakdhenya kembali masuk ke rumah dan ikut duduk bersandar ke dinding.

“Jah, makan dulu,” ujar Bara tiba-tiba. Entah kapan datangnya, Bara tiba-tiba muncul di ruang tamu dengan seorang pria yang membawa banyak nasi kotak ke tengah ruangan. Tak ada yang peduli bahwa di rumah sedang tak memiliki sesuatu untuk dimakan malam itu. Namun, Bara datang dengan inisiatifnya. Pria itu menyodorkan nasi kotak pertama kali pada Ibu dan Mbah Wedok.

To Be Continued

1
Esther Lestari
Dayat sama Mima itu.....wah bakalan heboh kalau keluarga mereka tahu
💜Bening🍆
baca ulang novel ini entah ke brp... novel pk dean winarsih.. novel Bara dijah... tini suketi bisa mengulang puluhan kali.. tp utk ngulang baca dul ini bener2 berat.... apa lg di bab dul yg awal2 ini.. bener2 nangis sepanjang baca ceritanya....😭😭 melownya dul nyampe bener di aku... perasaan tak berarti dlm keluarga sendiri... perasaan tersisihkan...berbeda n terasa asing dlm keluarga sendiri itu sakit...
Jeong Nari
wajib di bacaa karya-karya dari author juskelapa, semua cerita menarik, bagus,nggak bosenin, dan paling penting selalu ingin balik buat baca karya-karya itu meski udah di baca berulang kali,terimakasih Author sudah menciptakan karya yg sangat bagus❤
Esther Lestari
baca ulang....masih saja mewek😭
Gipari Alwahyudi
/Facepalm/
Arieee
asli ngakak🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Arieee
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣ngakak so hard
Arieee
your eyes dan ndasmu🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Cen Mei Ling
idola saya banget kk @jus kelapa 🥰🥰 Mungkin banyak yg bisa mengarang, tapi jadi penulis dan penutur bahasa yang bisa mengharu birukan benak pembaca itu sungguhhhh SESUATU 👍🥰 Dengan bahasa yang mengalir lancar, diselipkan celetukan kocak yang bikin ngakak, itu ciri khas kk yg ga bisa ditiru orang lain. Semangat terusssss kakakkkk ❤️❤️ Doa kami besertamu, cepat sehat dan terus berkarya 🙏🙏 luv u
🇮🇩 F A i 🇵🇸
Entah lamaran atau apa...
🇮🇩 SaNTy 🇵🇸
Ku menangis.... 😭😭😭 Pdhal udah entah ke sekian kalinya baca. Tapi sllu aja mewek... 😭😭😭
🇮🇩 SaNTy 🇵🇸
Kalo AQ dikrmi pesan begitu lgsg jwb "Alhamdulillah lepas beban terberatku." Hbs itu lgsg Blokir. 🤣🤣🤣
🇮🇩 SaNTy 🇵🇸
Gak brenti ngekek otomatis. Si Robin bnr2 bisa menghidupkan suasana seAmvuradul apapun. 🤣🤣🤣
🇮🇩 SaNTy 🇵🇸
Duuuuuuuh... Udah berulang kali baca tetep aja mewek... 😭😭😭
🇮🇩 SaNTy 🇵🇸
Membaca ulang kisah DUL dr awal dengan teliti...
Bee_
🤣🤣🤣🤣
Bee_
harus babu banget ya ni🤣
Bee_
hayoloh🤣
Bee_
bin batalin niat kau🤣
Bee_
aakhh Dul ku sekarang sudah besar😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!