Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.
Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.
Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.
Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Pergi dari Rumah
Flashback kemarin malam:
[Malam itu di kediaman Ratna sedang diadakan pesta ulang tahun Denis yang cukup meriah. Banyak teman-teman Denis hadiri pesta. Sementara Edo ada di ruangan belakang sedang menyetrika banyak baju.
Tentu saja, Edo tidak diizinkan ikut berpesta.
“Jangan ikut pesta, entar mukamu bikin teman-teman Denis takut!” cegah Ratna melarang.
Padahal sejak tadi siang, Edo yang membantu banyak persiapan acara ulang tahun Denis itu. Tapi malamnya malah disuruh menyetrika pakaian-pakaian Ratna dan Denis.
Setelah selesai menyetrika dan melipat semua baju dengan rapi, Edo membaringkan kepala ke tepi meja sambil tetap duduk di kursinya. Dia kelelahan sampai-sampai malas untuk pindah tidur ke kamarnya. Dia pun tertidur.
Ratna yang datang untuk mengecek apakah sudah selesai atau belum langsung mendapatkan ide saat mempergoki Edo yang tertidur pulas. Sebuah ide licik untuk membuat Edo makin tidak betah dan membuatnya berinisiatif sendiri untuk pergi dari rumah tanpa perlu susah-susah mengusirnya.
Ratna mengambil gaun tidur kesayangannya serta kaos kesayangan Denis yang sudah disetrika dan dilipat rapi oleh Edo. Dia setrika ulang dua pakaian itu dan didiamkan sampai hangus dan bolong.
Kemudian, Ratna melipatnya seperti semula dan meletakkan kembali dua pakaian itu ke tempat semula.
Semua telah direncanakan oleh Ratna demi bisa menyingkirkan anak kandungnya sendiri.]
“Kenapa Ibu dan Denis bisa setega ini? Aku punya salah apa ke kalian?” bentak Edo penuh emosi kepada Ratna dan Denis.
Belum pernah ia terlihat semarah ini. Sampai-sampai bahunya naik turun cepat mengikuti alur napasnya yang mengalir deras.
Sementara Ratna dan Denis nampak seperti mati kutu karena terbongkarlah perbuatan mereka selama ini.
Ratna ingin menepis dengan cara berbohong. Tapi setelah dipikir-pikir, itu akan percuma. Edo sudah terlanjur tahu banyak.
“Mau tahu apa salahmu? Salahmu karena lahir dengan muka mirip seperti ayahmu yang meninggal itu. Ibu memang gak pernah menyukaimu dari dulu!” Ratna menyilangkan dua tangannya di dada sambil melempar pandangan ke arah lain.
“Memangnya Edo minta dilahirkan dengan muka seperti ini? Edo juga ingin terlahir ganteng seperti Denis. Hanya gara-gara wajah, kalian seperti gak menganggapku keluarga!”
Ratna menyeringai. “Iya. Kamu memang gak pernah kami anggap bagian keluarga. Justru ibu dan Denis senang jika kamu pergi dari rumah ini. Bisa bikin hidup aku sama Denis jadi lebih baik!”
Seketika, dada Edo terasa seperti ditikam pukulan keras yang membuat napasnya sesak. Tidak percaya sang ibu mengatakan hal keterlaluan seperti itu.
“Apa benar aku sedang bicara dengan ibu kandung? Ko gampang banget ngomong kaya gitu?” kecewa Edo dalam batin.
Edo pun tertunduk. Dua bahunya perlahan turun. Beberapa tetes air mata mulai berjatuhan ke lantai. Air mata kekecewaan yang menyayat hati.
“Padahal, selama ini aku berusaha baik dan menuruti semua perintah ibu demi bisa mendapatkan kasih sayang. Aku juga berusaha akrab sama Denis supaya punya teman, karena di sekolah semua orang menjauhiku.
Aku berusaha baik ke kalian berdua cuma supaya dapat balasan cinta dan kasih sayang.
Tapi … tapi … ternyata orang jelek sepertiku memang tidak pantas mendapatkan hal sederhana kaya gitu.”
Isak tangis Edo semakin tak terbendung. Berbeda dengan Ratna yang tetap bersikap dingin, Denis malah merasa seperti nampak iba dan bersalah. Namun, ia tidak mau menunjukkan dan memilih diam.
Edo yang masih terus mengeluarkan air mata kini mulai menegakkan kepalanya lagi. Ratna kaget dengan sorotan mata Edo yang kini berubah tajam. Seperti dipenuhi kebencian. Tatapan yang belum pernah dilihat Ratna dan Denis selama ini.
“Jika itu yang memang diinginkan Ibu dan Denis. Baik … aku akan pergi dari rumah ini. Sekarang!”
Ratna malah tertawa kencang. Lebih tepatnya seperti tawa meremehkan. “Baguslah kalau lebih cepat. Memang kamu bakalan pergi ke mana? Terus tinggal di mana?”
“Itu urusanku, apa urusan ibu!?”
Ratna tercengang mendengar balasan cepat Edo yang malah menantang. Ditambah lagi, tatapan Edo benar-benar menunjukkan ketidakpedulian dan tidak mau sopan atau tunduk lagi.
“Semoga Ibu dan Denis bahagia. Maaf sudah membuat kalian tersiksa gara-gara melihat wajahku setiap hari yang tidak pantas dilihat ini!”
Edo memutar badan, dengan langkah mantap ia menuju ke kamarnya. Di sana, dia mengemas semua bajunya ke dalam tas sekolahnya yang akan digunakan untuk pergi ke ibu kota.
Tak butuh waktu lama, Edo sudah memakai jaket hitam dan celana panjang, serta menggendong tas yang berisi bawaannya. Dia melangkahkan kaki ke luar rumah dengan mantap. Pergi tanpa mengucapkan kata pamit.
Denis yang melihat kepergian Kakaknya hanya bisa berdiri di ambang pintu. Ia ingin sekali berteriak, menghentikan langkah sang kakak, tapi tidak bisa. Rasa ragunya lebih tinggi.
Lain dengan Ratna, dia malah kembali duduk di ruang tengah dan menonton sinetron kesukaannya lagi. Dia benar-benar tidak peduli. Dan memang ini yang ia inginkan sejak dulu.
Di tempat lain, Putri sedang sibuk mengerjakan PR di kamar. Tiba-tiba ketukan pintu kamar mengganggu konsentrasinya. Sang mamah datang hendak memberitahu sesuatu.
“Put. Ada temenmu tuh nyariin di bawah.”
Putri menoleh. “Siapa, Mah?”
“Entahlah. Mamah lupa nanya namanya. Dia gak mau masuk. Maunya ketemu sama kamu di pintu gerbang. Katanya bentar doang.”
Putri bingung dan menebak-nebak teman yang mana. Pasalnya, jarang teman-temannya datang bertamu malam-malam begini. Kalaupun ada, biasanya memberi kabar dulu lewat pesan.
Putri lalu turun ke lantai bawah. Dia keluar menuju pintu gerbang rumah dan melihat seseorang memakai jaket dengan kepala yang ditutup dengan tudung jaketnya. Orang itu menghadap ke arah berlawanan.
“Maaf. Kamu siapa ya?”
Saat orang berjaket itu putar badan, Putri melongok bercampur bingung.
“Edo … ngapain ke sini? Kamu ko nangis?”