To heal & to grow
Remember,
when you forgive, you heal.
And when you let go,
you grow.
-unknown
Aku membaca tulisan di dinding ruang tunggu, yah aku juga tau teorinya namun kenyataan tak semudah teori, ucap Alena dalam hati.
Aku Alena, ini kisah percintaanku, dimana aku seorang pengecut yang merasa rendah diri, setiap ujian datang menghampiriku maka aku akan memilih untuk pergi, merasa menghindari masalah adalah jawaban yang tepat. Lagipula menjalani cinta dan jatuh cinta adalah 2 hal yang berbeda. Kamu bisa jatuh cinta tanpa perlu memikirkan latar belakang dan konsekuensi yang datang bersamanya. Sedangkan menjalani cinta berarti perjalanan panjang yang penuh dengan pertanyaan dan keputusan disetiap ujiannya.
"Al, aku berjanji untuk selamanya bersamamu menjalani kehidupan ini, apapun yang terjadi di masa depan, yakinlah, kamu akan selalu menjadi pilihan pertamaku".
Full of love,
Author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunia tak Berhenti Berputar
1 Tahun berlalu, kini kami telah pindah ke rumah baru, juga dengan kesibukan baru sebagai pemilik kafe mungil yang menawarkan ketenangan sejenak dari rutinitas harian. Jason menyewakan apartemen yang telah menemani babak awal kehidupan kami. Sejauh ini semesta menawarkan kebahagiaan untukku. Sesuai janjiku, aku dan Jason juga menjalani cek kesehatan untuk program anak. Disaat kami sedang bersemangat untuk menjalani lembaran baru dalam babak berikutnya, berita duka menghampiri keluarga kami. Papa Jason tiba-tiba mengalami kemunduran kesehatan lagi, dan kali ini keluarga diminta untuk berkumpul bersama menemani papa disaat terakhirnya. 3 hari aku dan Jason tinggal di rumah papa di Jakarta. Bagiku ini adalah pertama kalinya aku menginap di rumah itu. Setiap harinya mama, Jason, Brandon dan juga aku tentunya bergantian menjaga papa selama 24 jam di rumah sakit. Disaat kritis papa, kami berempat juga sempat berkumpul bersama, hingga akhirnya papa menghembuskan nafas terakhirnya.
Rencana menginap 3 hari kini berubah menjadi 9 hari. Papa dimakamkan di pemakaman umum bersama anggota keluarga papa Jason yang telah dipanggil terlebih dahulu, di daerah Karawang.
Saat pemakaman aku bertemu dengan Alicia dan orangtuanya. Tidak ada kata-kata sapaan diantara kami, hanya mama dan Jason yang beramah tamah dengan mereka. Namun aku sudah tidak menyimpan rasa dendam ataupun amarah lagi melihat Jason berbicara dengan Alicia. Setelah pemakaman, sehari kemudian aku dan Jason pamit pulang untuk mengurus pekerjaan yang sudah seminggu lebih kami tinggalkan. Mama terutama Brandon, sebenarnya merasa keberatan dengan keputusan kami, tapi mereka tau bahwa kami juga memiliki kehidupan pribadi yang harus menjadi tanggung jawab kami.
Namun setelah hari itu, selama 2 bulan berikutnya setiap minggu aku dan Jason menginap di Jakarta, hal ini lebih karena Brandon yang masih belum benar-benar bisa mandiri mengurus perusahaan yang ditinggalkan papa. Di bulan ketiga, intensitas kami ke Jakarta perlahan mulai berkurang dan setelah itu Jason kembali pada kebiasaan lamanya, ia hanya akan mengunjungi keluarganya saat hari raya atau perayaan tertentu.
Dunia sungguh tak berhenti berputar. Kurang lebih 1 setengah tahun berikutnya, akulah yang kehilangan mama. Mamaku tersayang meninggalkanku sendirian di dunia ini. Aku tau aku masih memiliki Jason, tapi dia berbeda dengan mama. Kehilangan mama seperti kehilangan setengah jiwaku. Aku tidak banyak menangis saat kepergian mama, meski aku merasa hampa tapi aku berpikir mama masih berada di sekitarku melihatku dari kejauhan. Jadi aku tidak boleh menangis, aku ingin mamaku pergi dengan tenang. Aku ingin ia berbahagia bersama papa dan keluarga yang akan menyambutnya disana. Aku berada disaat saat terakhir mama, menggenggam tangan mama sampai nafas terakhirnya. Aku sadar aku tidak bisa berbuat banyak dan mengulang waktu, namun sebagai anak, selalu ada perasaan bersalah yang menghantuiku semenjak kepergian mama. Andai aku memaksa mama tinggal bersamaku, andai aku sempat membawakan mama pastry yang ia inginkan dariku, andai aku bertanya apa keinginan terakhirnya, dan beribu andai yang aku sesalkan.
Mama dimakamkan bersama papa di pemakaman umum daerah Jakarta. Sehari setelah pemakaman aku datang ke Living Senior untuk membawa barang-barang mama. Disana aku memilih barang-barang mana yang akan aku sumbangkan dan yang mana aku ambil dan bawa pulang. Sesuai pesan mama, aku hanya membawa beberapa barang saja, mama tidak mau aku menyimpan banyak barang kenangan.
"Alena, mama menitipkan surat untukmu", ucap suster Nia.
Air mataku langsung mengalir tanpa henti, meski aku sudah berusaha untuk menahannya. Suster Nia memelukku, lalu berkata.
"Sebenarnya mama menulis ini sudah sekitar 2 bulan yang lalu, disaat kondisinya masih dalam keadaan yang lebih baik disaat terakhirnya. Namun sesuai pesan beliau, aku baru bisa memberikannya saat ini Alena".
"Terima kasih suster Nia".
"Yang tabah ya Al, kamu boleh datang berkunjung kapan saja kamu mau, kamu sudah menjadi bagian keluarga kami disini".
"Baik, sungguh terima kasih suster", ucapku tulus sambil menahan tangis yang saat ini akhirnya berhasil kutahan diujung pelupuk mataku.
Sesampainya di rumah, aku berlari ke kamar dan membaca surat mama.
Alena sayang,
Kamu menunjukkan apa arti cinta seperti aku belum pernah mencintai sebelumnya.
Terima kasih karena telah menjadikanku seorang mama seperti saat ini dan aku akan selalu penuh rasa syukur untuk itu.
Kamu selalu menggenggam tangan mama dimasa-masa sulit, dan hal itu yang membuat mama bisa terus maju menatap masa depan.
Kamu yang membuatku tersenyum setiap hari tanpa perlu kamu berusaha atau sadari.
Kamu pantas mendapatkan yang terbaik, dan berharap aku telah memberikan yang terbaik untukmu.
Maafkan keadaan mama yang kadang melupakan keberadaanmu, tetapi kamu tau jauh di dalam hatiku, kamu adalah Alenaku tersayang. Bayi kecil yang telah memberikan makna kata cinta yang berbeda untukku, sampai kapanpun kamu adalah bayi kecil manisku. Kamu akan mengerti maksud mama suatu saat nanti.
Alena, aku tau waktuku tidak banyak lagi, melalui surat ini aku harap dapat mengungkapkan harapan terakhirku.
Aku berharap kamu akan selalu menemukan rasa percaya diri untuk menatap apa yang ada dihadapanmu.
Aku berharap kamu selalu memilih kebaikan, kasih sayang dan kebahagiaan kemanapun arus dunia membawamu pergi berlayar.
Aku berharap kamu selalu menemukan keberanian untuk setiap badai dalam pelayaranmu, lalu kamu bisa memetik pelajaran hidup disetiap akhir ujiannya.
Ada kalanya sekelilingmu terasa berhenti, dan tidak masuk akal. Rasanya semua penuh kegagalan dan hancur berkeping-keping. Kamu merasa terputus dengan tujuan hidupmu, lelah dengan semuanya, dan penuh ketidakpastian. Rumah yang tadinya tempat ternyaman untuk pulang, menjadi tempat yang berat untuk dilangkahi.
Saat itu angkat dan tegakkan kepalamu, lalui hari per hari secara perlahan sesuai ritmenya, sebagaimana adanya.
Aku harap kamu tidak lupa bagaimana kupu-kupu tidak terlahir cantik. Saat sayapmu telah siap untuk terbang, jangan takut jatuh, karena Alenaku tersayang pantas untuk terbang tinggi.
Aku mencintaimu Alena, melebihi kata cinta yang dapat aku ungkapkan, dengan segenap hatiku.
-mama
Kali itu aku menangis sejadi jadinya, mempertanyakan keputusan Tuhan kenapa Ia memanggil mamaku sekarang. Mempertanyakan kembali setiap keputusan yang aku buat tentang mama. Sepertinya aku belum memberikan yang terbaik untuk mama. Tangisanku saat ini bahkan melebihi tangisanku selama proses saat terakhir mama, saat di rumah duka, juga saat pemakaman. Tangisan ini adalah luapan emosi yang aku tahan karena aku tidak ingin membuat mama mengkhawatirkanku dengan kepergiannya. Setelah puas dengan semua pertanyaan dan luapan emosi, aku bersujud dan berdoa pada Tuhan. Memohon ampun dan perlindungannya, memohon pengampunan untuk papa dan mama, juga doa dan harapan agar mereka tenang dan damai disana.
Aku masih duduk termenung berlinang air mata saat Jason menemukanku dalam kegelapan saat ia pulang kerja. Ia melihatku masih memegang surat mama lalu ikut membacanya dalam hati, sambil satu tangannya merangkul pundakku. Setelah itu ia memelukku dalam dekapannya, cukup lama seperti kami dalam posisi seperti itu, lalu ia membawaku kekamar mandi untuk membersihkan diri dan setelah itu menyuapiku sedikit makan malam, karena aku tidak memiliki nafsu makan. Aku berterima kasih karena ia melakukan semua kehangatan itu tanpa banyak bicara, seakan ia tau saat ini aku memerlukan ketenangan dan sedang tidak bersemangat untuk melakukan pembicaraan apapun.
Saat aku kehilangan papa, aku hanya mengizinkan diriku berduka selama 2 hari, setelah itu aku memaksakan diri berjuang melewati hari-hari berikutnya dengan kesibukan. Mungkin karena saat itu mama adalah alasanku untuk tampil lebih kuat. Namun kepergian mama kali ini sungguh berbeda dengan papa. Kali ini aku sungguh hanya ingin berdiam diri, menarik diriku kedalam keheningan dan ketenangan, sesaat saja.... sebentar saja.... izinkan aku untuk begini ya ma, ucapku dalam hati.
Aku berjanji akan bangkit lagi seperti harapan mama didalam suratnya, menata lagi hidupku dan terbang menjadi kupu-kupu yang cantik.