Perlu waktu lama untuknya menyadari semua hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.
suka, duka, mistis, magis, dan diluar nalar terjadi pada tubuh kecilnya.
ini bukan tentang perjalanan yang biasa, inilah petualangan fantastis seorang anak berusia 12 tahun, ya dia KINASIH.
Pernah kepikiran engga kalau kalian tiba-tiba diseret masuk ke dunia fantasi?
kalau belum, mari ikuti petualangan kinasih dan rasakan keseruan-keseruan di dunia fantasi.
SELAMAT MEMBACA..!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24: Rancangan Awal
Ella keluar dengan membawa nampan berisi lima cangkir teh hangat. Seduhan daun teh ditambah beberapa rempah-rempah alami, mampu meredakan amarah siapapun yang mencoba meminumnya. Air teh itu cukup terlihat berbeda. Seperti ada kristal yang mengkilap terapung diatasnya.
"Mengapa ada kristal didalam teh ini?." Tanya Ma'am viola sembari mengambil satu cangkir teh dari nampan.
"Itu bukan kristal. itu adalah sihirku." Ucap Ella sambil menggaruk kepala yang tak gatal.
Ma'am viola mengernyitkan dahi. Lalu segera meneguk teh hangat itu. Dengan cepat, tubuhnya yang awalnya terasa berat seketika menjadi ringan seperti tanpa beban.
"Hei, ini sihir apa? Siapa kau sebenarnya?." Selidik ma'am viola sembari mengusap bekas teh di antara sela bibirnya.
Ester segera berdiri. Lalu berjalan mendekati ella.
"Dia adalah kakakku. Dia seorang healer."
Ma'am viola terkejut mendengarnya. "Kukira kau..."
"Maafkan aku jika belum memperkenalkan diri. Namaku ella. Aku adalah kakak ester. Mungkin kau mengiraku adalah ibunya, kan?" Ella terkekeh.
Ma'am viola menggeleng. Membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda. Ini adalah situasi yang genting.
"Baik, semua dengarkan aku. Maaf jika aku seakan menggurui. Namun, pada kenyataannya hanya aku yang mengerti apa yang akan terjadi beberapa hari kedepan."
"Baik, ma'am." Semua mengangguk. Lalu dengan seksama mendengarkan rancangan rencana ma'am viola.
"Mulai saat ini, jangan panggil aku dengan sebutan ma'am. Panggil saja namaku." Viola tertunduk.
"Pertama-tama. Aku akan membantu adelle menyelesaikan eksperimen sihirnya." Viola menatap dalam-dalam kedua bola mata adelle.
"Aku tahu jika cairan kimia mu itu bukan cairan biasa. Cairan itu mampu menjadi bahan untuk meledakkan akademi." Ujar viola dengan aura keseriusan di wajahnya.
Adelle tersenyum. Dia merasa bangga dengan cairan yang dibuatnya.
"Lalu, ester. Aku butuh kau untuk merapal mantra sihir. Aku sudah mendengar perihal kau yang tidak bisa menggunakan sihir, namun aku akan membantumu untuk itu." Viola menunjuk ester.
Ester menelan ludah. "Tapi..."
Viola menggeleng. "Bukan saatnya untuk menjadi pesimis, ester. Yakinkan hatimu jika kau bisa melakukannya."
Ester hanya mengangguk pasrah.
"Selanjutnya, magenta aku serahkan padamu kinasih. Di hari kontes sihir dilaksanakan. Temui dia. Lawan dia dengan kekuatanmu." Viola ganti menunjuk kinasih.
"Apakah aku harus memperkuat thunder blue storm milikku?." Tanya kinasih dengan polosnya.
Viola terkekeh. "Itu urusanmu, kinasih. Jika kau yakin, tidak usah kau asah lagi kekuatanmu. Namun jika sebaliknya, berlatihlah selama seminggu ini agar petirmu mampu melenyapkan magenta."
Kinasih mengangguk, sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tanda dia merasa malu.
"Dan yang terakhir. Ella, aku ingin kau menjadi pahlawan terakhir. Kau berada dibelakang saja. Prediksiku, saat kontes sihir nanti akan banyak goblin yang tumbang terkena serangan. Setelah semuanya usai, sembuhkan mereka dan ajak semua ras goblin untuk segera pergi dari sini."
Ella mengangguk. "Aku akan selalu siap ketika dibutuhkan, terima kasih viola atas kepercayaan yang telah kau berikan padaku."
Viola mengepalkan tangan. Dia merasa semua berjalan sesuai rencana. Dia segera berdiri dari duduknya. Lalu berjalan keluar dengan perlahan.
"Hei, bagaimana dengan ma'am stella?." Celetuk ester.
Viola menghentikan langkah kakinya. Lalu memutar badan kearah ester.
"Kau tidak usah khawatir perihal itu. Stella adalah penyihir lemah. Serahkan saja dia padaku." Viola tersenyum ramah.
Ester balas tersenyum. "Terima kasih, semoga kau akan selalu berhati baik pada kami, viola."
DEG...
Jantung viola seakan berhenti berdetak mendengar pernyataan yang diucapkan ester. Dia merasa selama ini dia adalah makhluk yang egois. Dan juga jahat. Dia selama ini tidak pernah berpikir untuk berbuat baik kepada ras selain penyihir.
"Apa yang dia katakan? Tidak, aku bukan penyihir yang baik. Mengapa aku bisa menjadi baik? Tidak, aku tidak akan pernah menjadi baik."
Kalimat itu seakan menghantui pikirannya. Dia seketika terduduk. Sekujur tubuhnya melemas.
Kinasih segera berlari menghampiri tubuh viola yang terkulai lemas. "Hei, apakah kau baik-baik saja?." Dia mencoba menepuk perlahan kedua pipi viola.
Viola tak mampu menjawab. Pandangannya seketika kabur. Perlahan tubuhnya semakin melemas. Lalu pingsan tak berdaya.
..
Hari menjelang malam. Viola masih tak sadarkan diri. Seakan trauma telah mengambil alih kendali atas dirinya sendiri. Ironisnya, penyihir yang terkenal jahat tersebut masih memiliki hati yang cukup lembut.
Sudah berjam-jam lamanya. Ella sedari tadi hanya menepuk pelan kedua pipi viola. Berharap penyihir itu lekas sadar dari pingsannya. Berkali-kali juga dia mencoba mantra sihir penyembuhnya, namun tetap gagal.
"Apakah dia akan siuman sebentar lagi, kak?" Pertanyaan ke sekian yang terlontar dari mulut ester.
Ella hanya menggeleng. Tidak tahu harus menjawab apa.
Kinasih yang sejak beberapa jam yang lalu hanya terdiam, kini mencoba mendekati ella. "Sudahlah ella, biarkan dia beristirahat sejenak." Ucap kinasih sambil menepuk pelan bahu ella.
"Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja, asih. Aku merasakan jika dia bukanlah penyihir yang jahat. Dia setulus hati ingin membantu kita." Kedua bola mata ella terlihat berkaca-kaca.
Kinasih hanya terdiam. Lalu kembali duduk pada tempat semula.
"Sudahlah, kinasih. Aku tahu kau juga mengkhawatirkan kondisi viola, namun kau juga harus beristirahat. Tidurlah, agar besok kau bisa melatih lagi kekuatan petirmu itu." Tukas adelle sembari menepuk pelan kedua bahu kinasih.
Kinasih mengernyitkan dahi. Lalu menatap tajam kearah adelle.
"Tunggu, adelle. Sebenarnya apa yang telah kau ciptakan? Sebuah cairan? Aku tidak memahami apa yang dikatakan oleh viola tentang cairan itu."
Adelle terkekeh. "Aku memang menyukai hal-hal yang berbau kimia, kinasih. Cairan itu hanyalah langkah awal eksperimenku saja."
Kinasih mengangguk pelan. Berusaha memahami kalimat yang dilontarkan oleh adelle.
"Sudahlah, besok viola akan menjelaskan semua perihal cairanku. Lebih baik kita mengistirahatkan diri kita masing-masing untuk malam ini." Ucap adelle sambil tersenyum.
Semua mengangguk. Dengan cepat mereka berempat—Kinasih, ester, adelle, dan juga ella—segera mencari posisi tidur yang nyaman. Malam ini semua merasa tenang. Meskipun ada sedikit rasa gundah gulana yang menyerbu pikiran mereka. Namun, untuk saat ini lupakan jauh-jauh pikiran itu. Yang terpenting adalah rancangan awal dari semua rencana viola telah tersampaikan dengan sempurna.
......Bersambung......