NovelToon NovelToon
JAGAT ROBOHERO INDONESIA

JAGAT ROBOHERO INDONESIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Balas Dendam
Popularitas:384
Nilai: 5
Nama Author: morro games

Di tengah reruntuhan kota Jakarta yang hancur, seorang pria tua berlari terengah. Rambutnya memutih, janggut tak terurus, tapi wajahnya jelas—masih menyisakan garis masa muda yang tegas. Dia adalah Jagat. Bukan Jagat yang berusia 17 tahun, melainkan dirinya di masa depan.

Ledakan menggelegar di belakangnya, api menjilat langit malam. Suara teriakan manusia bercampur dengan derap mesin raksasa milik bangsa alien. Mereka, penguasa dari bintang jauh, telah menguasai bumi dua puluh tahun terakhir. Jagat tua bukan lagi pahlawan, melainkan budak. Dipaksa jadi otak di balik mesin perang alien, dipaksa menyerahkan kejeniusannya.

Tapi malam itu, dia melawan.

Di tangannya, sebuah flashdisk kristal berpendar. Tidak terlihat istimewa, tapi di dalamnya terkandung segalanya—pengetahuan, teknologi, dan sebuah AI bernama Nova.

Jagat tua menatap kamera hologram di depannya. Wajahnya penuh debu dan darah, tapi matanya berkilat. “Jagat… kalau kau mendengar ini, berarti aku berhasil. Aku adalah dirimu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon morro games, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisa Pertempuran dan reaksi dunia

Asap masih menggantung di atas kota.

Udara pagi berbau campuran: besi terbakar, oli, dan debu semen yang beterbangan. Jalan utama tempat pertempuran semalam kini seperti luka terbuka—asfalt pecah, kaca berserakan, dan bangkai kendaraan berat teronggok di pinggir trotoar.

Sirene berputar.

Lampu merah-biru berkelip di antara kabut asap.

Tim Brimob dan TNI mulai mengevakuasi area; garis kuning melintang menandai “zona hitam.”

Evakuasi & Ketegangan

Jagat duduk di atas ambulans, helm Robohero-nya sudah dilepas, wajahnya masih penuh jelaga.

Nova menurunkan mode tempur, HUD memudar jadi garis-garis data statis.

Di sisi lain, Ayunda memimpin koordinasi lapangan—komunikasinya cepat, tegas.

“Sektor Delta sudah bersih.

Konfirmasi: tidak ada warga sipil tertinggal.”

Suaranya terdengar di radio tim Angsa Induk.

Namun matanya terus melirik Jagat—lelaki itu kini diam, memandangi langit kelabu seolah mencari arti dari semua ini.

Celine melapor lewat earpiece-nya, “Jagat, detak jantungmu tak stabil. Mau aku aktifkan mode pemulihan?”

Jagat menggeleng. “Nanti saja. Biarkan aku lihat dulu seberapa parah kota ini terluka.”

Dari kejauhan, crane militer mengangkat sisa robo musuh yang hancur. Armor hitam legamnya masih mengepulkan asap.

TNI menutupinya dengan terpal, tapi media sudah berdatangan.

Puluhan kamera TV menyorot dari kejauhan.

Narasi berita sudah beredar: “Serangan Teroris Robotik di Jakarta.”

Pusat Karantina Rahasia

Tiga jam kemudian, Jagat dipindahkan ke markas karantina sementara di gedung bawah tanah dekat kompleks pertahanan.

Di ruang metalik itu, Nova di-project ke udara—wujud hologram biru muda, wajah datarnya menatap lurus ke layar data.

“Analisa lengkap, Jagat.

Unit musuh menggunakan pola frekuensi yang tak berasal dari manufaktur manusia biasa.

Ada integrasi sinyal luar-atmosfer di sistem pengendali mereka.”

Jagat menatap Nova lama. “Luar-atmosfer? Maksudmu, dari luar bumi?”

“Kemungkinan 17 %. Tapi pola itu identik dengan sinyal yang dulu pernah diteliti ayahmu dua puluh tahun lalu.”

Celine menimpali, “Jika itu benar, artinya apa yang terjadi bukan hanya sabotase.

Ada pihak yang sedang memancing sesuatu … mungkin sinyal itu.”

Laporan Ayunda ke BIN

Sementara itu, di ruangan terpisah, Ayunda berbicara lewat saluran aman dengan Kepala BIN, Jenderal Arif Santoso.

Di meja depannya, berkas tebal bertuliskan CLASSIFIED: Incident JK-01 terbuka.

“Laporan lengkap sudah saya kirim, Pak.

Serangan dipimpin tim campuran Bara Hitam dan CIA.

Kami kehilangan dua anggota, tapi target—Jagat—selamat.”

Suara di seberang berat tapi tenang.

“Kau sudah bekerja baik, Kapten. Tapi ini baru permulaan.

Dunia akan mencari tahu siapa pemuda itu.

Dan begitu mereka tahu, mereka takkan berhenti.”

Ayunda menatap layar. “Perintah selanjutnya, Pak?”

“Jaga Jagat. Apa pun yang terjadi.

Dan jangan biarkan satu pun dokumen Robohero jatuh ke tangan asing.”

Setelah sambungan terputus, Ayunda memejam mata sejenak. Di benaknya, wajah Jagat terlintas—lelaki biasa yang tiba-tiba jadi kunci nasib dunia.

Suasana Kota dan Media

Di luar, Jakarta mulai bangkit.

Warga berbondong-bondong membersihkan reruntuhan.

Tapi media asing sudah menekan pemerintah: headline besar muncul di layar internasional.

“Jakarta Under Attack—Secret Weapon Unleashed?”

“Is Indonesia Developing a New Generation of Combat AI?”

Reporter CNN bertanya pada Menteri Pertahanan dengan nada sinis,

“Apakah ini eksperimen senjata yang gagal, Jenderal?”

Sang menteri menjawab dengan senyum diplomatis,

“Tidak ada proyek senjata.

Kami diserang, bukan menyerang.”

Tapi kamera sudah merekam sesuatu lebih besar: bayangan logam di langit, sesaat sebelum Arka One menghilang.

Publik mulai menebak-nebak: alien? teknologi hitam? atau robot rahasia Indonesia?

Jagat dan Nova

Kembali ke ruang karantina, Jagat menatap monitor holografik yang menampilkan statistik armor-nya.

Semua modul masih utuh, tapi energi utama turun 28 %.

Nova muncul di sebelahnya.

“Jagat, aku mendeteksi pola elektromagnetik dari orbit rendah bumi.

Intensitasnya naik 12 % setiap jam.”

Jagat berdiri pelan, pandangannya ke langit-langit beton yang seolah menembus langit.

“Nova… apa itu sinyal panggilan?”

“Bukan panggilan. Lebih seperti—respon.”

Seketika hawa di ruangan menegang.

Celine menambahkan pelan, “Aku pikir ini baru awal dari badai yang lebih besar.”

Pertemuan Global & Kecurigaan

Gedung kaca Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York tampak bergetar oleh suara ribuan kamera.

Dari luar, para jurnalis dunia berteriak-teriak dalam berbagai bahasa, menuntut jawaban:

“Apa yang sebenarnya terjadi di Jakarta?”

“Apakah Indonesia sedang menguji senjata robotik rahasia?”

Helikopter berita berputar di atas atap gedung, menyorot kerumunan delegasi yang mulai memasuki ruang rapat darurat.

Di dalam, udara ruangan terasa berat—penuh wajah tegang, tatapan curiga, dan bisik-bisik penuh intrik.

Sidang Darurat PBB

“Sidang darurat Dewan Keamanan PBB dibuka.”

Suara Sekjen PBB bergema lewat pengeras suara, diikuti bunyi mikrofon yang berdesis halus.

Bendera dari lima belas negara berkibar di belakang para delegasi.

Di sisi kanan meja bundar, Duta Besar Amerika Serikat, Michael Carson, mengetuk map merahnya.

Nada suaranya tajam.

“Negara kami menganggap insiden Jakarta bukan serangan teroris biasa.

Ada indikasi kuat penggunaan robot militer yang tidak terdaftar pada konvensi internasional.”

Suasana ruang sidang bergemuruh pelan.

Beberapa delegasi saling berbisik.

Duta Besar Rusia menatap tajam ke arah Carson.

“Amerika terlalu cepat menuduh.

Jika benar Indonesia memiliki teknologi sekuat itu, berarti kalian kecolongan besar.”

Sementara itu, dari sisi lain meja, Delegasi Cina, Zhang Weimin, mencondongkan badan.

“Kami tidak menuduh. Tapi laporan radar kami menunjukkan pelepasan energi tinggi dari orbit rendah bumi.

Polanya… tidak manusiawi.”

Kata terakhir itu membuat semua mata menatapnya.

Delegasi Indonesia Menjawab

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Wirasari, berdiri perlahan.

Wajahnya tenang, namun sorot matanya tajam.

“Indonesia bukan negara yang mengembangkan senjata pemusnah massal.

Kami korban serangan—dan kami punya bukti pelaku adalah jaringan internasional bersenjata.

Kami meminta dunia membantu, bukan menuduh.”

Ia menekan tombol remote, menampilkan rekaman drone militer:

Reruntuhan kota, ledakan, dan sosok robot hitam yang bukan buatan Indonesia.

“Kami menemukan serial number dari sistem kendali mereka…

terhubung pada perusahaan kontraktor swasta asal Amerika Serikat.”

Delegasi AS terdiam.

Carson memutar pena di jarinya, lalu membalas dengan senyum kaku.

“Kami akan menyelidiki. Tapi jika tuduhan ini salah, Anda sadar konsekuensinya?”

Retno membalas tanpa ragu.

“Kami tidak menuduh. Kami menunjukkan fakta.”

Reaksi Dunia & Propaganda

Di luar gedung, berita menyebar lebih cepat dari siaran resmi.

Hashtag #JakartaIncident menempati peringkat pertama di media sosial global.

Di Tokyo, media memutar video yang disebut “cuplikan UFO Jakarta.”

Di Moskow, analis militer menyebut “era perang robotik sudah dimulai.”

Sementara di Beijing, saluran berita nasional menayangkan narasi lembut:

“Krisis di Asia Tenggara membuktikan perlunya kerja sama teknologi regional.

Cina siap membantu Indonesia memastikan stabilitas kawasan.”

Di balik layar, itu bukan sekadar narasi bantuan.

Itu sinyal diplomatik: penawaran terselubung dari MSS.

Komunikasi Rahasia – Beijing

Beberapa jam setelah sidang, di gedung intelijen MSS Beijing, Direktur Mei Zhihao duduk di depan layar besar.

Wajahnya diterangi cahaya data holografik.

Di sampingnya berdiri Li Meiyun, masih dalam pakaian mahasiswa, tampak gelisah.

“Lapor, Direktur.

Sumber di Jakarta mengonfirmasi: target masih hidup.

Armor yang digunakan… versi 1.1 dari desain lama Profesor Baskara.”

Zhihao menatapnya dalam-dalam.

“Jadi anak itu benar-benar melanjutkan karya ayahnya.”

Meiyun menunduk.

“Ya. Tapi saya pikir dia belum sadar sepenuhnya apa yang dia miliki.”

Zhihao tersenyum tipis.

> “Tugasmu tetap sama. Lindungi dia tanpa diketahui siapa pun.

Jika CIA dan Bara Hitam ingin menculiknya, biarkan mereka mencoba.

Tapi pastikan… mereka gagal.”

Washington D.C. – CIA Headquarters

Berbeda dengan ketenangan Beijing, ruang rapat CIA malam itu penuh amarah.

Direktur Allen Cross menghantam meja.

“Kita kehilangan tiga unit lapangan!

Operasi di Jakarta kacau, dan media memutar ulang video armor itu jutaan kali!”

Seorang analis menatap layar, memperbesar citra Robohero 1.1.

“Sir, pola materialnya bukan titanium murni. Ada campuran elemen yang belum pernah kami identifikasi.”

Cross menggeram.

“Saya tidak peduli apa itu. Saya hanya ingin bocah itu—hidup-hidup!”

Di layar muncul wajah Agen Melissa, infiltrator yang pernah dikirim ke kampus Jagat.

“Saya hampir mendapatkan akses, tapi situasinya terlalu berisiko.

Sekarang dia dalam perlindungan pemerintah.”

Cross menatap tajam.

“Kalau begitu, buat dia percaya padamu.

Jadikan dia temanmu… lalu buka pintunya dari dalam.”

Melissa menunduk patuh, tapi matanya ragu.

Satu sisi dari dirinya sudah mulai memihak Jagat.

Arka One – Deteksi Global

Di langit, Arka One melayang tinggi di atas atmosfer Indonesia.

Cahaya matahari pagi memantul dari permukaannya yang berlapis stealth field.

Jagat berdiri di dek observasi, masih mengenakan pakaian tempur yang mulai robek di beberapa bagian.

Nova dan Celine memproyeksikan data global di sekelilingnya.

“Seluruh dunia memantau kita sekarang, Jagat,” kata Nova.

“Radar internasional mengidentifikasi pancaran energi dari Arka. Mereka menyebutnya Project Dawnlight.”

Jagat menarik napas dalam.

“Jadi mereka pikir aku musuh.”

“Kau bukan musuh,” sahut Celine. “Kau bukti harapan ayahmu.”

Hologram layar menampilkan peta dunia dengan titik merah menyala—lokasi basis militer yang tengah aktif siaga.

Asia, Eropa, Amerika.

Seluruh dunia dalam status “siaga penuh.”

Bayangan dari Orbit

Nova tiba-tiba membeku.

Layar-layar holografik bergetar, garis datanya berubah kacau.

“Jagat… ada sesuatu.”

“Laporan apa lagi, Nova?”

“Sinyal luar angkasa yang kudeteksi tadi pagi meningkat tajam.

Bukan dari satelit manusia. Polanya spiral—berulang setiap dua puluh menit.”

Celine menatap data itu dengan ekspresi tegang.

“Itu bukan interferensi alam. Itu ping balik—seseorang… atau sesuatu, sedang membalas sinyal Project Shield.”

Jagat menatap ke luar jendela Arka One.

Langit tampak tenang, tapi di balik atmosfer biru, titik-titik cahaya kecil bergerak seperti bintang jatuh.

Nova berbicara lagi, suaranya datar namun berat:

“Gelombang pertama sudah terpantau. Fase awal invasi… telah dimulai.”

Jagat mengepalkan tangan, rahangnya mengeras.

“Kalau begitu… kita harus siap sebelum mereka sampai ke bumi.”

Langit di Atas Arka One

Kabut orbit tipis seperti tirai kaca.

Cahaya aurora buatan menari di bawah sana — dunia biru yang baru saja sadar sedang diawasi.

Di dek observasi, Jagat berdiri diam. Armor-nya sebagian terbuka, memperlihatkan wajah lelah tapi teguh.

Nova memproyeksikan data di sekeliling: ratusan pola energi spiral, semuanya menuju titik yang sama — Bumi.

“Jagat,” suara Nova datar tapi bergetar halus, “sinyal Project Shield bukan buatan manusia masa kini.

Kode dasarnya… buatan ayahmu.”

Jagat memejamkan mata, menahan napas.

Seolah dunia berhenti sejenak.

“Aku sudah tahu, Nova. Tapi kenapa baru sekarang muncul?”

“Karena sistem aktif saat energi dari Robohero 1.1 terhubung dengan sinyal orbit.

Dengan kata lain… kau yang menyalakannya.”

Rekaman Hologram Tersembunyi

Sebuah panel terbuka di dinding Arka One.

Lampu hijau tua menyala, mengeluarkan kapsul data berbentuk prisma transparan.

Celine, dengan suara lembut, berkata,

“File ini dilabeli Legacy_Baskara.

Tanggal pencatatan: dua puluh tahun yang lalu.”

Jagat menyentuh kapsul itu.

Begitu jari-jarinya menempel, hologram biru meledak pelan — menampilkan sosok Profesor Baskara, lebih muda dari yang Jagat ingat.

“Jika kau menonton ini, berarti sinyal pelindung bumi telah aktif kembali,”

suara itu serak namun tegas.

“Anakku, Jagat… dunia akan melihatmu sebagai ancaman, tapi sebenarnya kaulah pelindung mereka.”

Jagat mundur setengah langkah.

Nafasnya tercekat. “Ayah…”

Pesan Rahasia Project Shield

Rekaman berlanjut.

Di belakang hologram sang ayah, muncul gambar-gambar cepat: peta bintang, struktur energi berbentuk jaring, lalu pola spiral seperti yang Nova tampilkan sebelumnya.

“Project Shield bukan senjata, melainkan perisai planet.

Dua puluh tahun lalu kami mendeteksi sinyal gravitasi asing — entitas teknologi di luar tata surya.

Mereka bergerak lambat, tapi pasti.”

Jagat menatap tajam.

“Alien…”

“Kami membangun sistem yang bisa memantulkan radar mereka,

tapi energi besar dibutuhkan.

Aku tahu, suatu hari kau akan punya kemampuan itu.”

Profesor Baskara berhenti sebentar, lalu tersenyum kecil.

“Dan jika dunia menuduhmu monster… ingat, darah Baskara diciptakan untuk melindungi, bukan menghancurkan.”

Hologram bergetar, hampir padam.

“Jagat… mereka datang dalam dua puluh tahun.

Siapkan dunia sebelum terlambat.”

Krisis Identitas

Hening.

Hanya dengungan mesin Arka One mengisi ruangan.

Jagat menatap lantai, suaranya nyaris bisik.

“Selama ini aku cuma ingin hidup tenang… tapi ternyata semuanya sudah ditakdirkan.”

Nova mendekat, hologramnya redup.

“Ayahmu tidak memaksamu menjadi pahlawan.

Dia memberimu pilihan.”

“Pilihan untuk apa?” Jagat menatapnya tajam.

“Untuk memutuskan… apakah umat manusia layak diselamatkan.”

Kata-kata itu menggantung di udara.

Celine, dengan nada lebih manusiawi, menambahkan:

“Jagat, jika kau menyerah sekarang, mereka akan datang tanpa perlawanan.

Tapi jika kau bertahan, kau mungkin harus melawan seluruh dunia terlebih dahulu.”

Jagat mengepalkan tangan.

“Kalau begitu… aku akan bertahan.

Sekalipun dunia membenciku.”

Reaksi Pemerintah Indonesia

Di pusat komando bawah tanah, Presiden Arman menatap layar besar menampilkan feed satelit.

Pola aurora buatan itu masih terlihat dari Jakarta — seolah mata raksasa di langit.

“Kita sudah kehilangan kendali narasi,” gumam Menteri Pertahanan.

“Media asing menyebut ini teknologi alien.”

Presiden menjawab pelan,

“Mungkin mereka tidak sepenuhnya salah.”

Kepala BIN menatap layar kedua yang menampilkan Jagat di Arka One.

“Apakah kita akan mengumumkan bahwa dia bagian dari kita?”

“Belum,” sahut Presiden cepat.

“Dunia belum siap. Tapi pastikan dia tahu… kita tidak meninggalkannya.”

Konflik MSS dan CIA

Di Beijing, Direktur Zhihao berdiri di balkon kaca, menatap langit senja.

“Mereka benar-benar mengaktifkannya.

Baskara muda telah membuka perisai bumi.”

Sementara di Washington, Allen Cross memukul meja.

“Kita kehilangan kontrol sepenuhnya!

Satelit militer kita tidak bisa menembus awan ion itu!”

Asisten militernya panik,

“Sir, sistem global GPS terganggu.

Frekuensinya seolah dikunci oleh teknologi dari orbit Indonesia.”

Cross menatap layar merah, rahangnya keras.

“Kalau begitu, kita ubah pendekatan.

Kita rekrut dia… atau kita hancurkan.”

Langit Terbelah

Kembali ke Arka One.

Jagat menatap luar jendela, dan kali ini ia melihatnya — aurora spiral itu memusat ke satu titik, lalu menyebar.

Bumi seperti diselimuti jaring cahaya raksasa.

Nova menampilkan data real-time.

“Energi ini bukan ancaman.

Ini sinyal pertahanan otomatis.

Planet ini baru saja bangun dari tidur panjangnya.”

Celine berkata pelan,

“Ayahmu tidak hanya membuat robot.

Dia membangun perisai planet.”

Jagat tersenyum tipis, mata berkaca-kaca.

“Ayah… aku mulai mengerti sekarang.”

Tiba-tiba, salah satu layar menyala sendiri.

Bukan sinyal dari Nova, bukan juga dari sistem bumi.

Tulisan asing muncul: karakter aneh, bukan bahasa manusia.

Nova bereaksi cepat.

“Interferensi masuk dari luar orbit.

Sumber sinyal… tidak diketahui.

Tapi… frekuensinya mirip dengan gelombang yang membangunkan Project Shield.”

Jagat menatap ke langit.

Aurora berubah warna — dari biru menjadi merah darah.

Dan dari jauh, di antara bintang, sesuatu berkilat — seperti mata besar yang membuka perlahan.

“Nova,” katanya pelan,

“sepertinya mereka mendengar kita.”

Nova menjawab dengan nada dingin,

“Dan sekarang… mereka sedang melihat balik.”

1
Aanirji R.
Lanjutin si jagat
TeguhVerse: makasih, ini lagi kejar 20 bab, semoga klar 4 hari
total 1 replies
Grindelwald1
Duh, jleb banget!
Dani M04 <3
Suka alur ceritanya.
Bonsai Boy
Mengejutkan sekali!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!