Aruna Elise Claire, aktris muda yang tengah naik daun, tiba-tiba dihantam skandal sebagai selingkuhan aktor lawan mainnya. Kariernya hancur, kontrak diputus, dan publik membencinya.
Putus asa, Aruna memanfaatkan situasi dan mengancam Ervan Zefrano—pria yang ia kira bisa dikendalikan. Ia menawarinya pernikahan kontrak dengan iming-iming uang dan janji merahasiakan sebuah video. Tanpa ia tahu, jika Ervan adalah seorang penerus keluarga Zefrano.
“Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku dan aku akan memberimu uang setiap bulannya. Juga, foto ini akan menjadi rahasia kita. Tugasmu, cukup menjadi suami rahasiaku.”
“Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya.”
Pernikahan mereka dimulai dengan ancaman, di tambah hadir seorang bocah menggemaskan yang menyatukan keduanya.
“Liaaan dititip cebental di cini. Om dititip juga?"
Akankah pernikahan penuh kepura-puraan ini berakhir dengan luka atau justru membawa keduanya menemukan makna cinta yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemalangan Alian
Ervan masih memandang pada Aruna. Suara wanita itu masih terngiang di telinganya. Lembut, dalam, seolah diucapkan dari hati yang paling jujur. Ada sesuatu dalam tatapan dan nada suaranya yang membuat d4da Ervan terasa sesak entah mengapa. Hingga sebuah tepukan di bahunya membuatnya tersentak dari lamunannya.
"Abang ngapaiiiin? Kayak dikejar Tante-tante giraaang aja lari-larian kayak tadi! Jangan kabur sembarangan, yah Bang. Aku kesini sama Abang loh, enggak bawa mobil. Ogah banget aku bayar taksi pulang nanti," ucap Dara dengan nada setengah mengancam.
Ervan memutar bola matanya malas. "Iya, ayo pulang," ajaknya datar.
Namun sebelum benar-benar pergi, tatapan Ervan sempat menoleh lagi pada Aruna. Ia masih sulit percaya bahwa wanita itu adalah bintang tamu di pernikahan orang tua temannya. Semua ini terasa di luar perkiraannya.
.
.
.
.
Mobil Ervan melaju perlahan meninggalkan gedung pernikahan. Tapi hatinya belum tenang. Entah mengapa, tanpa sadar, ia membelokkan mobilnya melewati jalan menuju sekolah Alian—padahal ia tahu pasti, jam segini anak itu sudah seharusnya pulang. Namun, hatinya seolah menuntunnya ke sana.
Dan benar saja. Saat melintas di depan gerbang sekolah, matanya menangkap sosok kecil duduk di tepi jalan, menatap kosong ke arah jalan raya dengan kaki yang diayun pelan.
"Alian ...," gumam Ervan, matanya melebar tak percaya. Ia segera menepikan mobilnya.
"Kenapa berhenti, Bang?" tanya Dara bingung.
Ervan tak menjawab. Ia buru-buru turun dari mobil, langkahnya cepat menghampiri bocah kecil yang sedang menunduk sambil memainkan ujung sepatunya.
"Alian?" panggilnya pelan.
Anak itu mendongak, dan begitu melihat wajah Ervan, senyum lebarnya langsung merekah. Ia berlari kecil dan langsung memeluk Ervan dengan semangat.
"Om bayi becaaaal!" pekiknya gembira.
Ervan terdiam. Ada rasa hangat sekaligus perih menjalari d4danya. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, ternyata sudah jam dua siang.
"Alian belum dijemput?" tanyanya pelan dengan tatapan syok.
Alian mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya. "Kebiacaan Pak cuupil itu ... telambat teluuus!" keluhnya kesal.
Ervan menghela napas panjang. Ia menatap sekitar. "Pak Satpam mana?"
"Ada di cana," tunjuk Alian ke arah pos.
Ervan menggandeng tangan kecil itu, berjalan menuju pos jaga. Benar saja, satpam di sana tengah tertidur pulas. Ervan tak membangunkannya, lalu kembali duduk di kursi tempat Alian tadi menunggu. Ia mencoba menghubungi Aruna—namun panggilannya tak diangkat.
"Laaah si B0del, kok di sini?" Dara keluar dari mobil sambil berlari kecil menghampiri mereka.
"Ini supirnya kebiasaan, pasti telat jemput. Alian pulang jam sepuluh, ini udah jam dua belum dijemput juga!" omel Ervan dengan nada tinggi. Ia menahan emosi, tapi wajahnya jelas menunjukkan amarah yang meledak.
Dara mel0ng0, "Lah ... waras enggak tuh supir? Kalau nih anak diculik gimana? Gajinya kecil kali yah, jadi seenaknya begitu!" gumamnya kesal. Ia lalu menunduk menatap Alian yang memegangi perutnya.
"Lapar, yah?" tanyanya lembut.
Alian mengangguk lesu. Melihat itu, Dara menoleh ke seberang jalan dan melihat seorang penjual gerobakan. Tanpa pikir panjang, ia berlari menghampiri penjual itu.
Sementara itu, Ervan menatap anak kecil di pangkuannya dengan iba. Ia baru saja hendak mengusap kepala Alian, tapi pandangannya tertahan ketika melihat sesuatu di tangan bocah itu. Terlihat memar kebiruan yang jelas sekali.
Kening Ervan berkerut tajam. Ia segera meraih tangan kecil itu, mengusapnya perlahan. "Tangannya kenapa?" tanyanya pelan tapi tegas.
Alian menunduk, menatap punggung tangannya yang membiru. "Di pvkul nenek pake lotan. Lian calah, ambil jajan Abang nda bilang-bilang. Jadi ... nenek malah," jawabnya polos, masih dengan nada pelan.
Ervan tertegun, napasnya tertahan. "Rotan?" ulangnya dengan nada tak percaya.
Seumur hidupnya, Ervan tak pernah dipvkul oleh siapa pun—bahkan orang tuanya sendiri. Tapi anak sekecil ini? Dipvkul hanya karena mengambil jajanan? Sangat tidak di sangka.
"Iya, Lian calah jadi halus di hukum. Udah nda cakit juga kok," lanjut Alian sambil tersenyum, seolah hal itu tak berarti apa-apa.
Ervan menunduk, senyum polos anak itu justru menvsuk batinnya. Ia mengusap kepala Alian, menahan gejolak di d4danya.
Tak lama, Dara kembali membawa plastik berisi batagor yang dirinya beli tadi. "Nih, makan dulu ya," ucapnya lembut.
Alian menyambutnya dengan mata berbinar, langsung menyantap batagor itu lahap sekali. Sampai-sampai saus kacang menempel di ujung bibirnya.
"Ambilkan minum di mobil, Dar," kata Ervan pelan, sambil mengusap sisa saus di bibir anak itu.
Dara mengangguk dan melangkah ke mobil. Namun belum sempat kembali, sebuah mobil putih berhenti di dekat mereka. Seorang pria paruh baya berseragam sopir turun dengan wajah panik dan peluh membasahi keningnya.
"Aduh Deeeen, maaf yah! Pak Maman lama!" ucapnya terburu-buru.
Tatapan Ervan langsung menvsuk tajam. Ia berdiri, menatap sopir itu dengan aura dingin.
"Kamu supirnya, bukan? Kamu digaji untuk menjemput anak ini, kenapa bisa terlambat?! Kalau terjadi sesuatu padanya, kamu mau tanggung jawab? Anak ini menunggu empat jam! Empat jam, kamu dengar?!" bentaknya dengan emosi yang nyaris tak terkendali.
Pria itu menunduk, tubuhnya gemetar.
"Maaf, Pak ... Nyonya besar tadi nyuruh saya nunggu dan antar Abangnya Den Alian dulu ke rumah, katanya penting. Ini saya langsung buru-buru balik, saya cuma pekerja, Pak ...," ujarnya lirih.
Ervan mengepalkan tangan. Rahangnya mengeras. "Bisa pertemukan saya ke nenek gil4 itu?" katanya dingin, menahan amarah.
"Tuan ... lebih baik jangan buat masalah, Den Alian nanti malah dapat masalah," jawab si sopir sambil menggandeng tangan Alian.
"Ayo Den, pulang," ajaknya pelan.
Alian menatap Ervan dengan mata sendu.
"Mama cama Papa udah di lumah belum? Lian nda mau pulang kalau nda ada Mama cama Papa. Nanti Nenek Malah lagi cama Lian," ucapnya lirih, suaranya gemetar.
"Sudah, Mama dan Papa Den sudah pulang," jawab sopir itu menenangkannya sambil membantu Alian naik ke mobil.
Mobil putih itu pun perlahan melaju pergi, meninggalkan Ervan yang masih berdiri di tepi jalan dengan wajah kelam.
Dara melipat tangannya di d4da, lalu menggeleng. "Galak banget neneknya, kayak nenek tiri aja," gumamnya lirih.
Ponsel Ervan berdering, nama Aruna terpampang di layar. Namun, amarahnya masih belum surut. Ia menolak panggilan itu tanpa pikir panjang dan langsung masuk ke mobil. Dara mengikuti dari belakang, tak berani bicara banyak.
Dalam perjalanan, Dara menatap kakaknya dengan hati-hati. "Bang ... itu masuk kekerasan anak gak sih, walau yang ngelakuin neneknya sendiri?" tanyanya ragu.
Ervan menghela napas panjang, tatapannya kosong ke depan. "Ya ... entah kenapa, Abang enggak tega. Kamu lihat tangannya, kan? Hanya karena ngambil makanan, dia dipvkul. Anak seusianya belum ngerti apa yang salah dan benar. Alian anak yang pintar, cepat tanggap. Enggak mungkin susah buat diajarin." Suaranya berat, penuh perasaan yang tertahan.
Dara diam lama, sampai ia kembali berbicara, "Kira-kira ... nanti dia dipvkul lagi enggak, yah?"
Pertanyaan itu menggantung di udara dan membuat d4da Ervan kembali sesak. Ia tak tahu kenapa, tapi bayangan tangan kecil yang memar itu terus menghantui pikirannya.
"Aruna tahu hal ini atau tidak yah? Seharusnya ... dia sudah tahu," batinnya.
______________________________
masih curiga pokoknya aku klo blm kebuka ini misteri bpknya alian,,tersangka ku ttep benihnya ervan yg ditanam dirahim aruna 😂😂