kenyataan yang menyakitkan, bahwa ia bukanlah putra kandung jendral?. Diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran yang terjadi, dan tentunya akan melakukannya dengan hati-hati. Apakah Lingyun Kai berhasil menyelamatkan keluarga istana?. Temukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retto fuaia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ITULAH KEBENARANNYA
...***...
Pernikahan Raja Ruo Xuan dan Selir Kangjian telah selesai dilaksanakan. Kini berganti menjadi Ratu Kangjian, karena pasangannya sekarang merupakan seorang Raja penguasa daerah. Malam itu Ratu Kangjian duduk bersama Lingyun Kai di wisma tamu.
"Lingyun kai." Ratu Kangjian menatap lembut Lingyun Kai. "Meskipun aku tidak lagi berstatus sebagai istri selir jendral, tapi kau tetap anakku." Hatinya terasa sedih. "Anak yang telah aku besarkan selama sepuluh tahun lamanya." Ia berusaha agar tidak menangis.
"Terima kasih ibu Ratu." Lingyun Kai tersenyum kecil. "Tanpa adanya ibu Ratu, saya tidak akan bertahan."
"Lingyun kai." Ratu Kangjian memeluk Lingyun Kai dengan perasaan sedih. "Apa yang akan kau lakukan? Jika aku tidak ada di dekatmu? Maafkan aku." Hatinya terasa sakit.
"Ibu Ratu jangan cemas, saya sudah dewasa." Lingyun Kai mengusap pelan pundak Ratu Kangjian. "Saya akan baik-baik saja, saya sudah bekerja."
Ratu Kangjian melepaskan pelukannya, menatap heran. "Kau bekerja?."
"Benar ibu Ratu." Ia tersenyum kecil.
"Kerja apa? Katakan pada ibu." Raut wajahnya tampak cemas.
"Saya bekerja sebagai prajurit bayangan." Jawabnya dengan yakin. "Saya akan sering bertugas, menjaga keamanan beberapa pejabat istana."
"Itu pekerjaan yang sangat berbahaya." Ratu Kangjian semakin cemas. "Kenapa malah mengambil pekerjaan itu?."
"Saya bisa melakukannya ibu." Balasnya.
"Tapi-." Hatinya masih saja tidak terima.
"Istriku." Raja Ruo Xuan mendekat, duduk di sebelah Ratu Kangjian. "Putra kita pasti sudah memikirkannya dengan matang." Menatap Lingyun Kai dengan senyuman ramah. "Biarkan ia melakukan yang ia inginkan."
"Itu benar ibu." Lingyun Kai memberi hormat. "Tapi tunggu, putra kita?." Lingyun Kai bingung.
"Memangnya kau tidak mau menjadi anakku?." Raja Ruo Xuan sedikit kesal.
"Aduh!." Lingyun Kai meringis ketika kepalanya digeplak oleh Raja Ruo Xuan. "Hmph!." Lingyun Kai memalingkan wajahnya, menyilang kedua tangannya di dadanya, raut wajahnya tampak cemberut.
"Gusti Raja, engkau menerima lingyun kai sebagai putramu?." Ratu Kangjian menatap serius.
"Tentu saja." Raja Ruo Xuan tampak semangat. "Bahkan jika anakku lahir darimu nantinya, dia harus jadi kakak yang baik." Mengusap perut Ratu Kangjian dengan lembut.
Blush!.
Wajah Ratu Kangjian memerah dengan sempurna, tidak menduga jika Raja Ruo Xuan memang serius padanya?.
"Ekhm!." Lingyun Kai memberi kode cukup keras. "Berani sekali anda bermesraan di depan saya tuan?." Menatap kesal pada Raja Ruo Xuan.
"Hahaha!." Raja Ruo Xuan tertawa keras. "Tentu saja berani, karena ia adalah istriku." Raja Ruo Xuan bangkit, setelah itu menggendong Ratu Kangjian. "Bocah nakal, sebaiknya kau cepat tidur." Raja Ruo menahan tawa.
Lingyun Kai tidak tahu harus membalas seperti apa, karena baginya itu sangat mengejutkan. Apalagi ketika melihat Raja Ruo Xuan menggendong ibunya dengan cara yang sangat romantis.
"Ya sudahlah, yang penting ibu terlihat bahagia." Dalam hati Lingyun Kai merasa senang melihat itu.
...***...
Dua hari berlalu, Lingyun Kai berjalan bersama An Hong di pasar Kota Raja. Matanya menangkap nona muda Xin Qian yang sedang membeli sesuatu di hadapannya. Tanpa pikir panjang ia langsung mendekati wanita itu.
"Eh? Tuan muda?!." An Hong bingung, namun hanya bisa mengejar langkah Lingyun Kai.
"Mau beli apa kakak?." Lingyun Kai memperhatikan nona muda Xin Qian dengan seksama.
Deg!.
Nona muda Xin Qian terkejut, langsung melihat ke arah sumber suara. "Lingyun kai?." Jantungnya berdebar-debar ketika melihat senyuman memikat dari Lingyun Kai.
"Kakak? Kenapa kau melamun?." Lingyun Kai menatap heran. "Apakah ada yang aneh pada wajah saya?."
"Oh? Tidak." Nona muda Xin Qian berusaha tenang. "Ka-ka-kau memanggil kakak pada siapa?."
"Apakah saya tidak boleh memanggilmu dengan sebutan kakak?." Lingyun Kai telah menggunakan jurus andalannya, mata berkaca-kaca dan suaranya yang menggoda?.
Deg!.
"Rasanya jantungku memang tidak baik." Dalam hati nona muda Xin Qian berusaha menahan diri agar tidak menerjang Lingyun Kai yang terlalu menggemaskan.
"Kakak? Apakah boleh?." Lingyun Kai kembali memohon.
"Tuan muda? Apa yang kau lakukan?." Dalam hati An Hong sangat malu dengan sikap Lingyun Kai yang seperti itu.
"Nona muda." Dalam hati Su Yan melihat bagaimana raut wajah kebingungan nona muda Xin Qian. "Baru kali ini ia bereaksi seperti itu?."
"Ba-baiklah." Nona muda Xin Qian menahan nafasnya. "Kau boleh memanggil saya seperti itu."
"Terima kasih kakak." Lingyun Kai mendekat, menggandeng lengan nona muda Xin Qian dengan manjanya.
"Oh? Hari apa ini? Kenapa aku bisa bertemu dengan bocah meresahkan di sini?." Dalam hati nona muda Xin Qian merasakan gejolak yang tidak biasa.
"Kakak, apakah kau mau makan dengan saya?." Lagi, ia menggunakan kekuatan matanya untuk menarik perhatian nona muda Xin Qian.
"Makan di mana?." Nona muda Xin Qian sangat gugup.
"An hong!." Lingyun Kai melihat ke arah pelayannya.
"Saya tuan muda?." Respon An Hong sedikit bingung.
"Tunjukkan tempat makan yang enak dekat sini." Lingyun Kai terlihat bersemangat.
"Baik tuan muda." An Hong hanya nurut saja. "Sepertinya tuan muda memang jatuh hati padanya." Ia juga berusaha tenang, apalagi ia perhatikan orang-orang disekitarnya memperhatikan bagaimana interaksi Lingyun Kai dengan nona muda Xin Qian.
...***...
Kediaman Selir Mingmei, istana Harem.
Selir Mingmei baru saja menata beberapa makanan dan minuman di meja kecil gazebo.
"Selamat pagi istriku." Pangeran Jun Hie baru saja ikut bergabung. "Bagaimana keadaanmu? Apakah baik-baik saja?."
"Duduklah dulu suamiku." Selir Mingmei mempersilahkan Pangeran Jun Hie untuk duduk bersamanya.
"Baiklah." Pangeran Jun Hie hanya nurut saja.
"Mari sarapan dulu." Selir Mingmei tersenyum kecil. "Tidak baik, menanyakan itu sebelum makan." Mengedipkan mata, seakan-akan menggoda suaminya.
"Hehehe!." Pangeran Jun Hie malah cengengesan. "Maafkan aku." Ucapnya sambil menyatukan kedua tangannya tepat di depan wajahnya, dan menundukkan kepalanya, sangat memohon pada istrinya.
"Baik, kali ini saja." Balasnya sambil mengambil sayur dan memberikannya pada Pangeran Jun Hie.
Pangeran Jun Hie menahan lembut tangan Selir Mingmei. "Aku ingin kau menyuapiku." Menaikkan pelan tangan Selir Mingmei, memakan sayuran itu dengan pelan. "Boleh, kan?."
"Ho?." Reaksi Selir Mingmei. "Karena senyuman mu pagi ini sangat menawan, akan aku suapi kau." Selir Mingmei merasa bersemangat.
"Kau memang istri yang sangat pengertian." Pangeran Jun Hie senang, hatinya berbunga-bunga mendapatkan respon yang baik dari Selir Mingmei.
Pagi yang romantis untuk pasangan yang baru menikah, makan bersama saling suap-suapan. Setelah sarapan bersama, saatnya untuk berbincang-bincang.
"Apakah masih sakit?." Pangeran Jun Hie meraba pinggang Selir Mingmei.
"Masih." Selir Mingmei cemberut. "Apakah kau tidak bisa lembut sedikit saat melakukan itu?."
"Hahaha!." Pangeran Jun Hie malah tertawa. "Maafkan aku, kau yang terlihat menggoda, makanya aku tidak bisa menahan diri."
"Cih!." Selir Mingmei berdecak kesal. "Kenapa malah menyalahkan aku?."
"Hahaha! Baiklah, aku yang salah." Pangeran Jun Hie semakin tertawa.
"Oh? Benar juga." Selir Mingmei teringat sesuatu. "Kabar yang aku dapatkan dari ibunda permaisuri, bahwa istri pertama mu akan segera kembali." Ucapnya sambil menahan tawa. "Katanya terkejut mendapatkan kabar suaminya menikahi temannya untuk dijadikan istri selir." Lanjutnya sambil mencubit pipi Pangeran Jun Hie. "Pasti dia sangat panik, makanya segera kembali."
"Biarkan saja dia kembali." Pangeran Jun Hie cemberut. "Salah dia, 3 tahun menikah dia malah pergi berlama-lama di istananya." Ada perasaan kesal di hatinya. "Sekarang giliran dapat kabar aku menikah? Dia malah buru-buru ingin kembali? Istri macam apa itu?."
"Hahaha!." Kini giliran Selir Mingmei yang tertawa. "Jadi? Aku hanya tempat pelarian saja?."
"Tidak!." Bantahnya cepat. "Jangan berkata seperti itu." Tatapan matanya begitu mendalam. Pangeran Jun Hie mengelus pipi Selir Mingmei, setelah itu berpindah ke leher belakang.
Cup!.
Pangeran Jun Hie mengecup kening Selir Mingmei. "Aku menikahi mu, bukan sebagai tempat pelampiasan, ataupun pelarian semata." Dadanya terasa sakit. "Tatapan matamu, panggilan itu, aku sangat yakin itu adalah kau." Dalam hati Pangeran Jun Hie. "Bai chenguang, aku tidak mengerti apa yang terjadi? Tapi bagiku kau seperti kembali padaku." Tanpa sadar air matanya menetes begitu saja.
"Suamiku? Kenapa kau menangis?." Selir Mingmei panik melihat itu, langsung mengusap air mata pangeran Jun Hie.
"Jangan pernah berkata, jika aku menikahi mu hanya sebagai tempat pelarian." Nafasnya naik turun menahan segala gejolak di hatinya. "Kau mengerti?." Pangeran Jun Hie menggenggam erat tangan Selir Mingmei. "Aku benar-benar jatuh hati padamu sejak lama." Ia kecup telapak tangan Selir Mingmei, menatap dengan penuh kelembutan.
"Baiklah, aku mengerti." Selir Mingmei juga merasa sesak. "Maafkan ucapan ku, tidak bermaksud membuatmu menangis di pagi hari."
"Hm." Pangeran Jun Hie mengangguk pelan, meletakkan tangan Selir Mingmei untuk menopang dagunya, untuk bermanja-manja. "Kalau begitu hibur lah aku." Ia tersenyum lembut. "Sebagai hukuman telah membuat ku menangis pagi-pagi seperti ini."
"Manja sekali." Selir Mingmei mencubit pelan hidung Pangeran Jun.
Setiap kesedihan yang dirasakan, ada rasa manis yang menunggu untuk orang-orang bersabar dalam keadaan gelisah dan marah. Cinta bersemi lagi antara Pangeran Jun Hie dan Selir Mingmei.
...***...
Kediaman Jendral Xiao Chen, di ruangan baca.
"Karena mingmei, junfeng pergi. Kita kekurangan anggota untuk bergerak." Jendral Xiao Chen menghela nafas panjang. "Anak sialan itu, malah memilih pergi." Hatinya terasa kesal.
"Ayah tenang saja, dua hari lagi menteri xin taio akan kembali." Ucap Jianhong dengan tatapan serius. "Katanya ia akan membawakan beberapa dokumen penting setelah mengamati lokasi pertahanan dan keamanan." Lanjutnya. "Saya pastikan ia akan menyembunyikan dokumen rahasia." Ia tersenyum lebar saat membayangkan rencana itu. "Ayah periksa semua dokumen itu, dan katakan pada yang mulia kaisar, ada satu dokumen penting yang tidak ada di sana." Ia merincikan rencana yang akan dilakukan. "Saat itu juga ayah curiga padanya, dokumen itu disembunyikan oleh menteri xin taio."
"Rencana mu itu sangat cemerlang sekali." Jendral Xiao Chen Tao memikirkan alur kejadian itu. "Kau sangat pintar dalam menyusun strategi menjebak xin taio sialan itu."
"Tentu saja ayah." Ucapnya dengan bangga. "Saya adalah putra sulung dari jendral hebat, jadi? Saya harus bisa memikirkan semua rencana cemerlang seperti itu." Ia menepuk dadanya pelan.
"Hahaha!." Jendral Xiao Chen Tao tertawa keras. "Kau memang anak jendral xiao chen tao yang sangat hebat!." Ia memuji anaknya.
"Tapi kalian harus berhati-hati dalam bertindak." Nyonya Fengying baru saja ikut bergabung, datang sambil membawa nampan yang berisikan teh dan kue bulan. "Jangan sampai ada yang berani mengganggu rencana kalian." Ia mendekati suaminya. "Kali ini harus berhasil."
"Harus berhasil." Jendral Xiao Chen Tao menatap lurus ke depan.
"Minumlah." Nyonya Fengying menuangkan teh, dan memberikannya pada suaminya.
"Oh iya ibu? Di mana anak itu? Apakah dia masih berada di istana?." Jianhong menyadari sesuatu. "Kenapa dia belum juga kembali?."
"Anak sialan itu." Suasana hati Jendral Xiao Chen Tao berubah penuh amarah. "Akan aku patahkan kakinya, jika ia berani kembali ke rumah ini."
"Saya akan mencarinya ayah." Jianhong memberi hormat, setelah itu segera meninggalkan ruangan baca ayahnya.
"Akhir-akhir ini aku mendengar gosip tentang anak itu." Nyonya Fengying menghela nafas pelan.
"Gosip? Gosip apa?." Jendral Xiao Chen heran.
"Dia sedang dekat dengan putri tertua kediaman menteri pertahanan dan keamanan." Jawabnya, ia berpindah tempat, duduk di kursi yang tak jauh dari Jendral Xiao Chen Tao. "Karena tidak laku, nona muda xin qian mendekati lelaki gigolo brondong kediaman jendral xiao chen." Ia merasa aneh dengan ucapan itu. "Begitulah gosip yang beredar."
Brakh!.
"Memalukan!." Jendral Xiao Chen Tao melampiaskan amarahnya dengan menggebrak meja kerjanya. "Anak itu benar-benar akan aku bunuh!."
"Tenang dulu suamiku." Nyonya Fengying tersenyum lembut, menopang dagunya.
"Bagaimana bisa aku tenang? Jika gosip yang beredar seperti itu?." Balasnya penuh amarah. "Mau kau taruh di mana muka ku ini?!." Menepuk pelan wajahnya.
"Ayolah suamiku." Respon nyonya Fengying. "Gunakan kesempatan itu, untuk mencari kelemahan musuh mu." Lanjutnya. "Jika anak sialan itu bisa masuk ke kediaman menteri pertahanan dan keamanan? Maka banyak keuntungan yang akan kau dapatkan nantinya."
"Ho?." Jendral Xiao Chen Tao memikirkan kemungkinan yang akan ia dapatkan. "Baiklah, jika kau berkata seperti itu? Maka patut kita coba." Ia tersenyum lebar, membayangkan beberapa rencana yang akan ia lakukan nantinya.
...***...
Sebuah rumah makan yang cukup nyaman.
Lingyun tak henti-hentinya tersenyum, melihat nona muda Xin Qian makan dengan lahapnya.
"Senyuman yang sangat meresahkan." Dalam hati nona muda Xin Qian bersusah tenang.
Setelah selesai makan, mereka menikmati pemandangan di sana sambil berbincang-bincang.
"Oh iya? Ibu selir mu telah menikah dengan Raja ruo xuan." Ia mulai berbicara. "Apakah kau tidak mempermasalahkan itu?."
"Kakak cemas pada saya?." Lingyun Kai menopang dagunya, dan tersenyum lembut.
"Tentu saja." Jawabnya dengan jujur. "Bagaimana jika kau disakiti lagi? Siapa yang akan mengobati mu nantinya?."
"Terima kasih kakak telah mencemaskan saya." Lingyun Kai merasa senang. "Kakak tenang saja, saya akan baik-baik saja."
Tidak ada tanggapan dari nona muda Xin Qian.
"Kakak jangan cemas." Lingyun Kai mengubah penampilannya.
Deg!.
Spontan nona muda Xin Qian berdiri karena terkejut.
"Setelah kaki saya merasa baikan, saat itu saya meminta bantuan kepada yang mulia kaisar." Ia membuka topeng yang menutupi sebagian wajahnya. "Saya menjadi prajurit bayangan, menyelamatkan kakak, menyelamatkan tuan mentri yang setia pada kaisar." Ia menjelaskannya.
Nona muda Xin Qian mencoba tenang, duduk kembali dengan aman, mendengarkan apa saja yang hendak disampaikan oleh Lingyun Kai padanya.
"Setelah beberapa kali gagal, ayah saya pasti akan memikirkan cara lain untuk melakukan rencananya." Hatinya terasa sakit. "Termasuk berniat mencelakai ayah mu."
"Tapi, ayah telah pergi ke wilayah perbatasan desa kendali timur." Balasnya dengan heran. "Rencananya akan kembali dua hari lagi." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Apakah ayahmu berencana melakukan hal buruk pada ayahku?!." Hatinya terasa bimbang.
"Tenanglah sebentar kakak." Lingyun Kai kembali berpakaian biasanya. "Saya belum mengetahui rencana ayah saya seperti apa?." Hatinya merasa resah. "Tapi saya pastikan jika ayahmu tidak akan mengalami hal buruk nantinya."
"Kau bisa menjamin keselamatan ayah saya?." Nona muda Xin Qian spontan menarik tangan Lingyun Kai, dan menggenggamnya dengan eratnya. "Saya mohon bantu ayah saya terbebas dari rencana jahat ayahmu!."
"Kakak tenang saja." Lingyun Kai mengusap pelan tangan nona muda Xin Qian. "Itulah gunanya saya masuk ke istana, menjadi prajurit bayangan." Ia tersenyum lembut. "Tentu saja untuk melindungi kakak, juga melindungi orang-orang yang kakak cintai."
"Lingyun kai!." Nona muda Xin Qian memekik Lingyun Kai, gejolak amarah di hatinya hampir tidak bisa ia kendalikan ketika mendengarkan ucapan itu.
"Kakak." Dalam hati Lingyun Kai sangat gugup ketika dipeluk seperti itu oleh nona muda Xin Qian.
"Terima kasih, kau begitu baik pada saya." Nona muda Xin Qian menahan tangisnya. "Maafkan keegoisan saya, maaf telah membuatmu repot nantinya." Ia merasa bersalah. "Ini semua demi keselamatan ayah saya."
"Kakak jangan merasa sungkan." Lingyun Kai melepaskan pelukannya. "Saya telah berjanji, bahwa saya pasti akan melindungi kakak, melindungi keluarga kakak." Ia tersenyum lembut, mengusap air mata nona muda Xin Qian.
"Terima kasih lingyun kai." Hanya kata itu saja yang mampu ia ucapkan untuk Lingyun Kai. Ia tidak menduga jika pemuda itu memang jatuh hati padanya?. Bagaimana kelanjutannya?. Temukan jawabannya.
...***...
Tadinya kupikir Wu Xian beneran saudara lainnya Kai pas baru ngucapin nama, rupanya oh rupanya....
Waduh, kayaknya aku jadi salah fokus dan gak terlalu peduliin Si kai kenapa dan malah lebih fokus mengagumi kekuatan Si mbak! 😌🗿