Langit senja berwarna jingga keemasan, perlahan memudar menjadi ungu lembut. Burung-burung kembali ke sarang, sementara kabut tipis turun dari gunung di kejauhan, menyelimuti desa kecil bernama Qinghe. Di ujung jalan berdebu, seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun berjalan tertatih, memanggul seikat kayu bakar yang nyaris dua kali lebih besar dari tubuhnya.
Bajunya lusuh penuh tambalan, rambut hitamnya kusut, dan wajahnya dipenuhi keringat. Namun, di balik penampilan sederhananya, sepasang mata hitam berkilau seolah menyimpan sesuatu yang lebih besar daripada tubuh kurusnya.
“Xiao Feng! Jangan lamban, nanti api dapur padam!” teriak seorang wanita tua dari rumah reyot di pinggir desa. Suaranya serak tapi penuh kasih. Dialah Nenek Lan, satu-satunya keluarga yang tersisa bagi bocah itu.
Xiao Feng menyeringai meski peluh bercucuran.
“Ya, Nenek! Sedikit lagi! Kayu ini lebih keras kepala dari banteng gunung, tapi aku akan menaklukkannya!”
Nenek Lan hanya mendengus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 – Rahasia Batu Giok
Pagi menjelang setelah malam penuh darah dan ketegangan. Kabut tipis menyelimuti Desa Qinghe, dan embun di dedaunan berkilau terkena cahaya mentari. Xiao Feng bangun dengan tubuh penuh luka, namun hatinya bergetar karena sesuatu yang berbeda: untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasakan Qi berdenyut nyata dalam tubuhnya.
Namun, pikirannya tidak tenang. Malam itu jelas: Li Shen dan keluarganya tidak akan tinggal diam. Wu Zhen hanya berkata pendek sebelum meninggalkannya istirahat:
“Xiao Feng, jika kau ingin bertahan hidup, kau harus tahu dari mana asalmu. Setiap akar memiliki tanahnya. Cari jawaban itu.”
Kata-kata itu terus terngiang.
Sambil beristirahat di pondok kecilnya, Xiao Feng mengambil sebuah kotak kayu tua yang sudah lama disimpannya. Kotak itu ia temukan di bawah papan lantai rumah lama peninggalan orang tuanya. Sejak kecil, ia tak pernah benar-benar berani membukanya, seolah ada rasa takut dan hormat.
Tangannya gemetar ketika ia membuka kotak itu. Di dalamnya ada kain lusuh, beberapa keping perak, dan sebuah batu giok hijau tua berbentuk oval. Batu itu tampak biasa, tapi permukaannya berkilau lembut, seperti ada cahaya yang terperangkap di dalam.
Xiao Feng menatapnya lama. “Ibu… Ayah… ini satu-satunya warisan kalian untukku?”
Begitu jarinya menyentuh permukaan batu giok, tubuhnya bergetar. Suhu tubuhnya tiba-tiba naik, Qi di dalam dirinya mendidih, dan pandangannya berubah gelap.
Ketika ia membuka mata, ia tidak lagi berada di pondok.
Ia berdiri di sebuah ruang luas tanpa ujung, langitnya dipenuhi bintang-bintang berkilauan. Udara di sana kental dengan Qi murni, jauh lebih pekat dibandingkan dunia luar.
“Di… mana ini?” gumamnya, kagum sekaligus takut.
Suara berat menggema di langit kosong.
“Aaahhh... Akhirnya, Kau datang juga keturunan ku.”
Dari cahaya bintang, muncul bayangan samar seorang pria berpakaian panjang, rambutnya hitam berkilau, matanya memancarkan wibawa. Xiao Feng ternganga, jantungnya berdegup kencang.
“Siapa… siapa kau?”
Bayangan itu tersenyum tipis. “Aku hanyalah gema masa lalu. Namaku Xiao Tian, leluhurmu. Batu giok ini adalah kunci warisan keluargamu, warisan yang bahkan musuh-musuhmu takutkan.”
Xiao Feng membeku. Leluhur? Warisan? Kata-kata itu asing tapi sekaligus membakar hatinya.
Xiao Tian melanjutkan, “Batu giok ini adalah bagian dari Segel Api Langit, pusaka yang dahulu dicari banyak sekte. Hanya darah keluarga kita yang dapat membangkitkannya. Kau, cucu jauhku, kini menjadi pewarisnya. Namun…”
Senyum bayangan itu memudar, diganti dengan keseriusan.
“Warisan ini masih terkunci. Untuk membukanya, kau harus melewati tujuh percobaan. Setiap percobaan tersegel dalam batu ini, dan hanya mereka yang memiliki tekad baja yang bisa melaluinya.”
Tiba-tiba, Xiao Feng merasa tubuhnya berat, seakan ribuan batu menghantam dirinya. Napasnya tercekat.
“Aku… aku bahkan baru menyalakan api kecil, bagaimana mungkin menghadapi percobaan leluhur?”
Bayangan itu menatapnya dengan tatapan tajam.
“Kekuatan bukanlah soal seberapa besar api yang kau punya, tapi seberapa keras hatimu terbakar. Ingat, setiap langkah kultivasi adalah pertarungan melawan langit itu sendiri.”
Kata-kata itu menusuk hati Xiao Feng. Dalam benaknya, ia teringat ejekan Li Shen, rasa lapar sejak kecil, hinaan penduduk desa. Semua itu adalah bara yang membakar semangatnya.
Ia mengepalkan tangan. “Kalau begitu… aku akan menerimanya. Aku tidak akan mundur!”
Batu giok di tangannya memancarkan cahaya terang. Ruang kosong berguncang, dan tiba-tiba Xiao Feng berada di sebuah arena batu raksasa. Langitnya merah menyala, dan di hadapannya berdiri seekor serigala raksasa dengan mata merah, tubuhnya sebesar rumah kecil.
Suara leluhur bergema:
“Ini hanyalah bayangan percobaan. Kalahkan ia, atau hancur di sini selamanya.”
Serigala itu meraung, napasnya panas seperti api. Xiao Feng gemetar ketakutan. Tangannya kosong, tubuhnya lemah, luka malam tadi masih terasa. Tapi dalam dirinya, api kecil itu menyala.
“Aku sudah melawan serigala liar sebelumnya… kali ini, meski lebih besar, aku tidak boleh mundur!”
Serigala menerkam. Xiao Feng berguling menghindar, nyaris terinjak cakar raksasa. Ia menyalurkan Qi ke tinjunya, dan api samar muncul kembali. Dengan teriakan lantang, ia meninju kepala serigala.
Ledakan kecil terjadi. Api samar itu meledak di wajah serigala, membuat binatang itu meraung kesakitan. Xiao Feng terhuyung, hampir jatuh, tapi ia tak berhenti. Ia meninju, menendang, menghindar, dengan seluruh tenaga dan tekadnya.
Akhirnya, dengan pukulan terakhir ke dada makhluk itu, serigala raksasa runtuh menjadi debu bintang.
Tubuh Xiao Feng lemas. Tapi senyumnya merekah.
“Aku… aku berhasil…”
Suara leluhur terdengar samar.
“Percobaan pertama selesai. Masih ada enam yang menunggumu. Ingatlah, pewaris… jalanmu baru saja dimulai.”
Cahaya putih menyelimuti tubuhnya, dan ketika ia membuka mata, ia kembali ke pondok. Batu giok di tangannya berkilau lembut, seakan bernyawa.
Xiao Feng menggenggam batu giok erat-erat. Wajahnya pucat, tubuhnya masih penuh luka, tapi hatinya dipenuhi tekad baru.
“Jadi… inilah warisan keluargaku. Aku bukan hanya anak yatim miskin. Aku pewaris sesuatu yang lebih besar.”
Ia menatap langit malam melalui jendela pondok.
“Li Shen, keluarganya, bahkan langit sekalipun… aku akan menantang semuanya. Jalan ini milikku.”
Api kecil di tubuhnya bergetar seolah menyetujui.