'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. KHM
...•~Happy Reading~•...
Belvaria sudah tidak bisa mengelak akibat ucapannya. Sehingga dia memutar otak, untuk menutupi rasa panik. "Kalah begitu, mengapa tidak pindahkan saja sekalian pakaianmu ke sa na..." Namun ucapannya menggantung, karena yang diucapkan memancing amarah Raymond.
"Iya. Kau sudah tunggu ini bukan?" Ucap Raymond singkat.
Tanpa berkata apa pun lagi, Raymond berjalan keluar kamar sambil membawa outfit. Hal itu menimbulkan amarah Belvaria. "Raymooond...." Teriak Belvaria sebelum Raymond menghilang dari pandangan.
Raymond berbalik dan melihat Belvaria yang sudah berdiri dari tempat tidur. "Kalau kau teriak namaku sekali lagi, kau akan lihat yang aku lakukan." Belvaria menutup mulut dengan kedua tangan melihat wajah dingin Raymond yang disertai ancaman.
Dia berdiri seperti arca, karena tidak menyangka Raymond akan mengancamnya lagi. Padahal selama ini, Raymond tidak pernah menyimpan marah padanya.
Raymond berjalan ke kamar tamu sambil geleng kepala dan menarik nafas panjang. Perilaku Belvaria makin mengesalkan hati. Dia meletakan outfit di atas tempat tidur, lalu mengunci pintu kamar sebelum mandi.
Tidak lama kemudian, dia keluar dari kamar dalam keadaan rapi. Dia menuju ke belakang sebelum ke garasi. "Titin, tinggalkan itu sebentar." Ucap Raymond yang melihat Titin sedang membersihkan perabot di dapur.
"Iya, Pak." Titin segera mengeringkan tangan dan mendekati Raymond di ruang makan.
"Nanti kalau Ibu keluar rumah hari ini, tolong keluarkan semua pakaian saya dari lemari di kamar. Jas gantung di lemari kamar tamu. Yang lain letakan saja di atas tempat tidur..." Raymond menjelaskan perlahan, agar Titin mengerti maksudnya.
"Iya, Pak. Ada lagi, Pak?" Titin mengerti situasi ketika mendengar Raymond bilang nanti Ibu keluar. Berarti dia harus tunggu.
"Pintu kamar utama biarkan begitu saja. Nanti Ibu yang tangani." Raymond tetap membahasakan Belvaria ibu, agar Titin tetap berlaku sopan padanya. Dia tidak mau Titin bermasalah dengan Belvaria, karena dianggap tidak sopan.
"Baik, Pak." Jawab Titin walau tidak mengerti maksud Raymond tentang pintu.
"Ok. Hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa, telpon saya." Ucap Raymond sebelum meninggalkan ruang makan.
Iya, Pak. Bapak juga, hati-hati." Titin tidak tahu yang sedang terjadi. Tapi dia bisa merasakan, sedang terjadi perang dingin dalam rumah.
Ketika Raymond berjalan ke ruang tengah, telponnya bergetar. Dia segera merespon, saat melihat nama sekretarisnya di layar ponsel. "Iya, Ance. Gimana?" Raymond jadi berhenti di ruang tengah.
"Pak Ray sudah jalan?"
"Belum. Ini baru mau jalan. Ada apa?"
"Begini, Pak. Tadi ada telpon dari seseorang minta nomor telpon Pak Ray. Tapi saya belum kasih."
"Siapa yang telpon?" Alis Raymond bertaut.
"Orangnya bilang dari mantan agency Pak Ray."
"Mantan agency? Siapa namanya?"
"Mr. Franklin, Pak."
"Mr. Franklin? Tolong simpan nomor telponnya. Kalau telpon lagi, bilang nanti saya hubungi." Ucap Raymond serius, lalu berjalan cepat ke garasi.
Tanpa disadari Raymond, Belvaria yang sudah keluar kamar untuk sarapan, mendengar pembicaraannya dengan sekretaris. Hal itu membuat dia segera kembali ke kamar untuk mengambil telpon. Dia ingin memeriksa panggilan di telponnya.
Ketika tidak melihat panggilan dari agency lama mereka, Belvaria terdiam sambil melihat pintu kamar yang tidak berpintu. 'Apa benar yang dibilang Poket?' Belvaria ingat yang dikatakan asistennya tentang model senior berencana turun gunung.
'Mengapa mereka hanya menghubungi Ray dan aku tidak? Walau aku sedikit lebih muda dari Ray, tapi aku sama senior dengannya.' Belvaria membatin ingat nama Mr Franklin yang dikatakan Raymond. Mr Franklin adalah pemilik agency di Eropa dan berpengaruh sampai ke Asia.
Dia kesal diabaikan, dan sakit hati karena Raymond benar-benar tidak memasang kembali pintu kamar. Sehingga dia harus melibatkan asistennya untuk mencari tukang, agar bisa diperbaiki.
Setelah tukang datang dan selesai perbaiki pintu, Belvaria belum merasa lega. Berbagai pertanyaan tentang rencana mantan agency menghubungi Raymond terus mengganggu.
"Belva, kau lupa yang aku bilang, jangan bikin Pak Ray emosi jiwa, tapi kau cuek aja. Ini baru pintu yang dilepas, entah apa lagi yang akan dilepas." Asistennya mengomel setelah tukang selesai memasang pintu. Apa yang dikatakan asistennya makin menaikan emosi Belvaria.
"Sudah, ngga usah ngomel kaya kakek-kakek." Ucap Belvaria sambil menggerakan tangan, agar Poket diam.
"Susah, aku ngomel untuk kebaikanmu. Sekarang ini, kau dan Pak Ray sedang disoroti publik, karena pemberitaan film yang akan kau bintangi."
"Aku tahu, makanya masih bertahan tinggal di rumah ini. Kau belum dapat info yang aku minta?" Belvaria mengalihkan topik ke Mr. Franklin.
"Aku belum dapat info tentang Mr. Franklin itu. Sepertinya mereka bekerja senyap. Ada apa? Kau masih kurang dengan kontrak kerja yang baru?"
"Ngga, aku penasaran saja. Sudahlah, kalau kau ngga ada info." Belvaria tidak teruskan, karena dia hanya penasaran dan tidak bisa tanya kepada Raymond.
Bagi Belvaria, hubungan dengan Mr Franklin bukan masalah uang, tapi tentang pengakuan dan masih dianggap sebagai orang yang berkecimpung di dunia modeling.
"Ternyata kau masih peduli. Takut Pak Ray go public lagi?" Poket berkata seakan tidak tahu suasana hati Belvaria.
"Jangan ngelantur. Emangnya aku tidak bisa dapat lebih dari dia?" Belvaria berkata dengan nada tinggi untuk menunjukan siapa dia.
"Iya, banyak yang mengejarmu. Tapi jangan lupa, banyak juga yang kejar Pak Ray. Baguslah, kalau kau ngga peduli. Kalau masih peduli, harusnya panas dingin tahu ada yang mengincar Pak Ray." Asisten Belvaria berkata penuh misteri.
"Kenapa? Kau bilang tidak tahu tentang tawaran Mr. Franklin. Sekarang tentang siapa, apa?" Belvaria jadi penasaran.
"Aku sudah bilang, kalau Mr. Franklin itu aku ngga tahu. Itu manuver senyap, hanya pemegang brand yang tahu dan ngelobi. Yang aku maksudkan, ada model, terhitung sudah senior juga, tapi berkarier di Amerika. Sedang merintis jalan ke arah Pak Ray." Ucap Poket berteka-teki.
"Siapa?" Belvaria terkejut.
"Katanya sudah cuek. Ngga usah peduli. Hanya gosip. Tapi kalau benar, terima nasib." Ucapan Poket membuat Belvaria mendengus.
"Mari kita pergi. Kau lupa sama scheduleku hari ini?" Belvaria mendorong asistennya keluar dari rumah.
~*
Di sisi lain ; Setelah bertemu client, Raymond segera menuju kantor untuk mengetahui perkembangan telpon Mr. Franklin. Dia sangat penasaran, karena sudah lama tidak ada kabar, tiba-tiba menghubungi dia.
"Ance, apa Mr. Franklin sudah hubungi lagi?" Tanya Raymond saat tiba di kantor dan sebelum masuk ke ruang kerja.
"Iya, Pak. Tadi asisten Mr. Franklin yang telpon dan kasih nomor telpon ini." Ance memberikan catatan kepada bossnya.
"Ok. Thanks. Sementara saya tidak mau diganggu." Ucap Raymond lalu masuk ke ruang kerja.
Sambil menyimpan nomor telpon, Raymond berpikir. Walau sudah tidak mau berkecimpung di dunia model, rasa penasaran lebih dominan dan hubungan baik dengan pemilik Agency di waktu lalu, mendorongnya untuk segera telpon.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...