NovelToon NovelToon
Gadis Centil Milik CEO Dingin

Gadis Centil Milik CEO Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: siti musleha

Di dunia ini, tidak semua kisah cinta berawal dari tatapan pertama yang membuat jantung berdegup kencang. Tidak semua pernikahan lahir dari janji manis yang diucapkan di bawah langit penuh bintang. Ada juga kisah yang dimulai dengan desahan kesal, tatapan sinis, dan sebuah keputusan keluarga yang tidak bisa ditolak.

Itulah yang sedang dialami Alira Putri Ramadhani , gadis berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus SMA. Hidupnya selama ini penuh warna, penuh kehebohan, dan penuh canda. Ia dikenal sebagai gadis centil nan bar-bar di lingkungan sekolah maupun keluarganya. Mulutnya nyaris tidak bisa diam, selalu saja ada komentar kocak untuk setiap hal yang ia lihat.

Alira punya rambut hitam panjang bergelombang yang sering ia ikat asal-asalan, kulit putih bersih yang semakin menonjolkan pipinya yang chubby, serta mata bulat besar yang selalu berkilat seperti lampu neon kalau ia sedang punya ide konyol.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siti musleha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 teror

Telepon Tengah Malam

Suasana kamar hening. Hanya suara detak jam di dinding yang terdengar. Adrian berdiri di tepi ranjang, ponselnya bergetar keras dengan nama Mr. Seto terpampang di layar.

Alira menatap tegang, jantungnya seolah ikut berdegup dengan getaran itu. “Mas… jangan diangkat.”

Adrian menoleh sekilas, lalu menatap layar ponsel. “Jika saya tidak angkat, dia akan semakin berani.”

“Kalau Mas angkat, bukannya dia makin puas bisa bikin kita cemas?” sahut Alira cepat.

Adrian terdiam sebentar. Tatapannya menusuk, penuh perhitungan. Akhirnya, ia menekan tombol hijau, mengaktifkan loudspeaker.

“Adrian.” Suara Mr. Seto terdengar santai, namun mengandung nada mengejek. “Malam yang panjang, ya?”

Adrian berdiri tegak, wajahnya dingin. “Apa yang kau inginkan?”

Terdengar tawa kecil dari seberang. “Langsung ke inti, seperti biasa. Kau tahu apa yang kuinginkan. Dan aku tahu kelemahanmu sekarang.”

Alira meremas selimut, tubuhnya menegang.

Adrian menahan amarah, suaranya tetap datar. “Beraninya kau menyentuh istriku, Seto. Kau sudah melampaui batas.”

“Sentuh? Oh, belum, Adrian. Tapi bayangkan kalau aku melakukannya… di depanmu.”

“Seto!” suara Adrian meninggi, membuat Alira refleks memegang tangannya.

Mr. Seto justru tertawa renyah. “Santai, Adrian. Aku hanya ingin… menguji seberapa dalam kau bisa menjaga apa yang kau sebut milikmu.”

Telepon tiba-tiba terputus.

Kemarahan yang Ditahan

Adrian menatap layar ponsel kosong, rahangnya mengeras.

“Mas…” suara Alira pelan, penuh kekhawatiran.

Adrian menarik napas panjang, berusaha meredam gejolak di dadanya. “Dia ingin memprovokasi.”

Alira menatapnya lekat-lekat. “Mas, jangan ikuti permainannya. Aku nggak mau Mas terjebak.”

Adrian berbalik, menatap Alira dengan sorot tajam namun juga lembut. “Kau pikir saya akan diam saja?”

Alira menggigit bibir. “Aku tahu Mas bisa marah besar. Tapi aku juga tahu Mas bukan tipe orang yang gegabah.”

Adrian menghela napas, lalu duduk di sisi ranjang. “Justru karena itu, saya tidak akan membiarkanmu sendirian. Mulai sekarang, ke mana pun saya pergi, kau ikut. Mengerti?”

Alira terperangah. “Hah? Jadi aku harus ikut rapat, ikut meeting, ikut ke toilet juga?”

Adrian mendelik singkat. “Alira.”

Alira buru-buru menutup mulutnya, lalu tertawa kecil untuk meredakan tegang. “Hehe, iya, Mas. Aku ikut aja deh, asal Mas jangan galak-galak.”

Pagi harinya, Adrian sudah bersiap lebih cepat dari biasanya. Jas hitamnya tampak rapi, wajahnya serius.

Alira masih sibuk berdandan di depan cermin. Ia memilih dress sederhana berwarna pastel. “Mas, serius nih aku harus ikut?”

Adrian sedang mengenakan jam tangan. “Saya sudah bilang. Kau tidak boleh jauh dari saya.”

Alira manyun. “Aku jadi kayak… bodyguard yang cantik, gitu.”

Adrian menoleh, menatapnya dengan ekspresi sulit ditebak. “Lebih tepatnya, saya bodyguard-mu.”

Alira refleks salah tingkah, pipinya memanas. “Mas… jangan ngomong manis gitu pagi-pagi. Aku bisa lupa pakai lipstik.”

Adrian hanya menggeleng, lalu meraih ponsel dan berkas.

Sesampainya di kantor pusat, suasana berubah. Semua karyawan terkejut melihat Alira masuk bersama Adrian.

Bisik-bisik terdengar. “Itu istrinya Pak Adrian, ya?”

“Cantik banget, pantesan…”

“Wah, aura bos kita makin dingin kalau jalan sama dia.”

Alira menahan senyum. Ia terbiasa jadi pusat perhatian, tapi kali ini berbeda: karena ia masuk menggandeng lengan suaminya.

Adrian menatap sekilas para staf yang terlalu heboh. Mereka langsung menunduk, pura-pura sibuk.

“Mas… mereka ngelihatin aku terus,” bisik Alira sambil menahan tawa.

“Biarkan,” jawab Adrian datar. “Mereka harus tahu siapa kau sebenarnya.”

Alira langsung meletupkan senyum. “Suamiku akhirnya ngaku juga, nih. Hehe.”

Adrian tidak menanggapi, tapi genggaman tangannya di lengan Alira semakin kuat.

Saat Adrian baru saja duduk di ruang kerjanya, sekretarisnya masuk membawa sebuah amplop hitam. “Pak, ini dikirim tanpa nama.”

Adrian langsung mengambilnya. Alira ikut mencondongkan tubuh, penasaran.

Isinya hanya satu foto. Foto Alira yang sedang tertawa kecil di lobi kantor barusan. Di belakangnya ada tanda lingkaran merah, seperti bidikan kamera.

Alira menahan napas. “Mas… ini…”

Adrian mengepalkan tangan, matanya membara. “Dia berani mengambil gambar di area kantor saya.”

Sekretaris tampak panik. “Apa perlu saya laporkan ke keamanan, Pak?”

“Ya,” jawab Adrian singkat. “Perketat semua pintu masuk. Siapa pun yang mencurigakan, segera amankan.”

Sekretaris mengangguk cepat dan keluar.

Alira menatap Adrian, khawatir sekaligus takut. “Mas, apa ini berarti aku terus diincar?”

Adrian meraih tangannya, menggenggam erat. “Selama kau bersama saya, tidak ada yang bisa menyentuhmu.”

Lucu tapi Tegang

Beberapa jam kemudian, Alira duduk bosan di sofa ruang kerja Adrian. Ia memainkan pulpen, lalu melirik suaminya yang sibuk dengan laptop.

“Mas…” panggilnya.

“Hm?”

“Kalau aku jadi target kayak gini, berarti aku spesial banget ya?”

Adrian mengangkat alis, menatapnya datar. “Kau memang spesial.”

Alira tersenyum lebar, lalu salting. “Hehe, Mas… jangan bilang gitu pas aku lagi jelek begini. Aku bisa klepek-klepek.”

Adrian hanya menatapnya sebentar, lalu kembali ke layar. Tapi pipi Alira jelas makin merah.

“Mas, aku serius lho,” katanya lagi. “Kalau aku jadi kelemahan Mas, aku janji nggak akan bikin Mas kerepotan.”

Adrian menutup laptopnya, berdiri, lalu berjalan mendekat. “Kau bukan kelemahan saya, Alira.”

Alira menelan ludah. “Lalu aku apa, Mas?”

Adrian menatapnya lama, begitu dekat hingga Alira tak bisa kabur. “Kau alasan saya melawan mereka semua.”

Alira langsung salah tingkah, tubuhnya kaku. “M-mas… kalau ngomong gitu, jangan sambil deket banget dong. Aku bisa meledak.”

Adrian tersenyum samar—langka sekali.

Telepon Misterius

Tepat saat suasana mulai mereda, ponsel Adrian kembali bergetar. Nomor tak dikenal lagi.

Ia mengangkat dengan speaker.

“Adrian,” suara itu dingin. Mr. Seto lagi. “Kau pikir kau bisa menghalangi? Kau tidak bisa mengawasinya 24 jam. Satu kelengahan saja, dan aku akan mendapatkannya.”

Adrian mengepalkan tangan. “Seto, jika kau menyentuh Alira sedikit saja, saya pastikan seluruh kariermu berakhir.”

“Hahaha, berani sekali. Tapi bukankah kau yang dulu selalu mengajarkan: bisnis adalah soal siapa yang bisa bertahan? Aku hanya mengikuti caramu.”

Adrian terdiam, matanya gelap. Alira menggenggam lengannya, berusaha menenangkannya.

Seto menutup dengan kalimat menusuk: “Kalau kau benar-benar yakin bisa menjaganya… buktikan. Aku akan menunggu kesempatan itu.”

Sambungan terputus lagi.

Adrian meletakkan ponsel dengan keras di meja. Sorot matanya tajam, tubuhnya dipenuhi amarah yang tertahan.

Alira mendekat, memegang tangannya dengan cemas. “Mas… apa yang akan Mas lakukan?”

Adrian menoleh padanya, lalu berkata lirih namun tegas, hampir seperti janji sekaligus ancaman:

“Saya akan pastikan, Alira, dia tidak pernah bisa menyentuhmu—bahkan bayanganmu sekalipun. Tapi untuk itu… saya mungkin harus melakukan sesuatu yang tidak akan kau sukai.”

Alira menatapnya dengan mata membesar. “Maksud Mas… apa?”

Adrian tidak menjawab. Ia hanya menatap keluar jendela, seolah merencanakan sesuatu yang besar dan berbahaya.

Di saat yang sama, ponselnya kembali bergetar. Kali ini bukan nomor asing, tapi dari salah satu direktur utama perusahaan klien besar mereka.

Nama di layar membuat Adrian menyipitkan mata.

Direktur yang juga diketahui dekat dengan Mr. Seto.

Alira merasakan hawa dingin semakin menekan. Ia tahu… sesuatu yang besar akan terjadi.

hallo readers jangan lupa tinggalin jejak kalian nya 🌹🌹

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!