NovelToon NovelToon
MR. LEONARDO

MR. LEONARDO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: nura_12

Leonardo, seorang pria berusia 30 tahun pengusaha kaya raya dengan aura gelap. Dari luar kehidupan nya tampak sempurna.

Namun siapa yang tahu kalau pernikahannya penuh kehampaan, bahkan Aurelia. Sang istri menyuruhnya untuk menikah lagi, karna Aurelia tidak akan pernah bisa memberi apa yang Leo inginkan dan dia tidak akan pernah bisa membahagiakan suaminya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nura_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

rindu

Leo baru saja pulang dari Singapura. Setelah menurunkan koper dari mobil, ia masuk ke dalam rumah megahnya dengan langkah mantap. Suasana rumah terasa tenang, terlalu tenang menurutnya. Ia langsung bertanya pada para pelayan yang menyambutnya.

“Di mana Arinda?” tanya Leo, suaranya berat dan tegas.

Salah satu pelayan menunduk sopan. “Nona sedari tadi tidak terlihat, Tuan. Sepertinya beliau ada di dalam kamar. Sedangkan Mbak Sofia keluar sebentar, membeli sesuatu untuk Nona.”

Leo hanya mengangguk singkat, wajahnya tetap dingin tapi ada sorot penasaran di matanya. Tanpa banyak bicara, ia melangkah menuju lift. Pintu lift terbuka dan ia masuk, menekan tombol menuju lantai tiga—lantai pribadinya bersama Arinda.

Begitu sampai, pintu lift terbuka. Leo berjalan menuju kamar Arinda. Ia membuka pintu kamar perlahan, matanya menyapu seluruh ruangan.

Sepi.

Kamar itu kosong, tirai bergerak pelan tertiup angin dari jendela yang terbuka sedikit. Leo berjalan masuk, memanggil pelan,

“Arinda?”

Tidak ada jawaban. Ia melangkah lebih jauh, membuka pintu kamar mandi—kosong. Menengok ke balkon—juga tidak ada. Seminggu tidak bertemu dengan istri kecil nya membuat rasa rindu semakin membara.

Leo melangkah masuk ke kamar mandi, pintu geser yang setengah terbuka membuatnya bisa melihat bayangan samar. Uap hangat masih memenuhi ruangan, aroma sabun lembut tercium.

Dan di sana—Arinda berdiri, baru saja selesai mandi. Rambutnya masih basah, meneteskan air ke bahunya. Tubuhnya hanya terbalut handuk putih yang melilit erat di tubuh mungilnya.

Leo terdiam sejenak, tatapannya tajam, campuran antara lega akhirnya menemukan Arinda dan rasa lain yang sulit dijelaskan. Ia merenggangkan dasinya perlahan, melepaskan sedikit rasa penat sekaligus menahan gejolak yang tiba-tiba menyeruak dalam dirinya.

Arinda menoleh, terkejut mendapati sosok Leo berdiri di ambang pintu.

“M-mas…? Sejak kapan ada di sini?” suaranya bergetar, pipinya merona malu.

Leo tidak menjawab. Ia hanya menatap dalam, lalu melangkah perlahan ke arahnya. Setiap langkah membuat jantung Arinda berdegup makin kencang.

Saat jarak mereka tinggal sejengkal, Leo menunduk sedikit, suaranya rendah dan berat. “Kau membuatku mencarimu ke seluruh rumah… dan ternyata kau di sini.”

Arinda menggenggam erat ujung handuknya, menunduk tak berani menatap balik.

Leo tanpa banyak bicara mengangkat tubuh Arinda dengan mudah, lalu mendudukkannya di atas wastafel. Arinda refleks meraih bahu suaminya, wajahnya memerah menahan malu.

Leo menyibakkan helaian rambut basah Arinda yang menempel di wajahnya, merapikannya perlahan dengan jemari besar dan hangat. Pandangannya tak lepas sedikit pun dari wajah polos sang istri.

“Mas baru saja sampai… pasti lelah,” bisik Arinda lirih, senyumnya lembut.

Leo hanya mengangguk kecil. Matanya menatap lurus ke wajah polos Arinda, wajah yang selalu membuat hatinya bergejolak.

“Mas ingin sesuatu,” ucap Leo tiba-tiba, suaranya rendah.

Arinda tersenyum manis lugu, “Di meja makan banyak makanan, Mas. Tadi Arinda juga makan. Mas mau makan? Ayo, Arinda temenin.”

Namun Leo tidak bergeming. Ia tetap berdiri di depan Arinda, menatap dalam seakan dunia hanya milik mereka berdua.

Arinda menunduk, gelisah dengan tatapan itu. Tangannya meremas ujung handuk yang membalut tubuhnya. “M-mas?” panggilnya pelan.

Leo mendekatkan wajahnya sedikit, jemarinya masih merapikan rambut Arinda yang lembap. “Aku lapar… tapi bukan lapar yang itu, Arin,” katanya lirih, membuat wajah Arinda seketika memerah padam.

Leo tersenyum tipis melihat wajah polos Arinda yang merona. Tanpa banyak bicara, ia menarik tubuh istrinya ke dalam dekapannya. Arinda terkejut, tangannya refleks melingkar ke leher Leo.

Dengan gerakan mantap, Leo menggendong Arinda ala koala—membiarkan tubuh mungil istrinya bertengger di pelukannya. Arinda hanya bisa terdiam, pipinya semakin panas, sementara kepalanya bersandar malu di bahu sang suami.

“Mas… turunin Arinda, nanti jatuh…” bisiknya pelan.

Leo menoleh sedikit, menatap wajahnya dari dekat. “Tenang saja. Selama ada aku, kau tidak akan jatuh.”

Langkah kakinya mantap menuju kamar, lalu ke arah ranjang besar milik Arinda. Setiap langkah terasa pelan, seolah Leo sengaja memperpanjang momen itu. Begitu sampai di sisi ranjang, ia menurunkan Arinda perlahan di atas kasur, tapi tetap menahan tubuhnya agar tidak jauh darinya.

Arinda menunduk, jantungnya berdegup cepat. “Mas… mau makan dulu nggak?” tanyanya lagi dengan suara lirih, mencoba mengalihkan suasana.

Leo hanya tersenyum tipis, duduk di tepi ranjang sambil menatap dalam wajah istrinya yang masih polos. Tangannya mengusap lembut pipi Arinda. “Nanti. Sekarang… aku mau memakan yang lain dulu.”

Leo mencondongkan tubuhnya, membuat Arinda terbaring lembut di atas ranjang. Kedua tangannya mengukung di sisi tubuh istrinya, menatap dalam ke arah wajah lugu yang kini bersemu merah.

“Mas…” suara Arinda nyaris berbisik, ada gugup dan malu yang bercampur jadi satu.

Leo tidak menjawab dengan kata-kata. Ia menurunkan wajahnya perlahan, hingga akhirnya bibirnya menyapu lembut bibir Arinda. Sentuhan pertama begitu singkat, seolah hanya mencuri rasa, tapi kemudian semakin dalam, semakin menuntut.

Arinda terpejam, tubuhnya kaku beberapa detik sebelum akhirnya luluh dalam dekapan sang suami. Jemarinya yang mungil menggenggam erat kemeja Leo.

Satu demi satu, batas jarak di antara mereka menghilang. Leo menatap Arinda lagi, suaranya berat dan bergetar, “Kau tahu… aku merindukanmu, Rin.”

Arinda hanya bisa menunduk, wajahnya semakin memanas. Ia tak mampu membalas apa pun selain menyerahkan dirinya pada tatapan dan sentuhan penuh rasa dari Leo.

Leo masih mengukung Arinda, tatapannya dalam seolah ingin menembus hati istrinya. Ia menyapu lembut pipi Arinda dengan jemarinya, lalu menunduk kembali, melumat bibir mungil itu dengan penuh perasaan.

Arinda meremas seprai di bawahnya, tubuhnya gemetar bukan karena takut, melainkan gugup menghadapi momen yang selama ini hanya bisa ia bayangkan.

“Rin…” bisik Leo lirih di telinganya. “Boleh mas minta?.”

Arinda menggigit bibirnya, matanya terpejam, pipinya memanas. Ia mengangguk pelan tanpa berkata-kata, menyerahkan dirinya pada lelaki yang kini resmi menjadi suaminya.

Leo membuka kemeja nya lalu menaruh nya di lantai, dia langsung mendukung istri mungil nya itu, memperdalam lumatan dan Arinda mencoba mengimbangi karna ini bukan lah pertama kali.

"Mass... aahkk...." lirih Arinda mulai mendesah saat Leo menghisap lehernya yang putih.

Arinda membusungkan dadanya merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan.

"Mass... sakit..." Mata Arinda mulai berkaca-kaca saat Leo mencoba merobohkan sesuatu yang berharga milik istrinya.

"Hanya sementara sayang." Erang Leo mencoba menenangkan Arinda agar tidak terlalu tegang.

"Aaahhkkk masss" Teriak Arinda, Leo langsung membungkam mulut istrinya dengan melumat lembut agar mengurangi rasa sakit Arinda.

"Eeunghhh.... mass"  Arinda mendongakkan wajah ke atas.

Leo juga mengerang nikmat, sesekali dia melihat wajah istrinya yang kesakitan tapi merasa menikmati apa yang terjadi.

Arinda yang berada di bawah nya merintih sakit bercampur nikmat. "Berhenti mas... Arin mau pipis." Arinda merengek manja sambil menepuk lengan suaminya.

"Ga apa-apa sayang, keluarin aja."

Satu jam telah berlalu arinda terbaring lemas di kasur, Leo mengecup kening Arinda lalu mengecup bibir mungil Arinda dan sedikit memberi lumatan kecil. "Terimakasih sayang, tidurlah mas mau mandi."

Leo langsung bangkit dan menuju ke kamar mandi, Arinda sudah terlelap di kasur dengan selimut yang membungkus tubuh mungil nya yang kini seperti tertelan selimut raksasa.

1
Khalisa
kyknya seru nih cerita
CantStopWontstop
Makin suka sama cerita ini.
Luna de queso🌙🧀
Gak sabar next chapter.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!