NovelToon NovelToon
Not Everyday

Not Everyday

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Romansa / Obsesi / Keluarga / Konflik etika
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Gledekzz

Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.

Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.

next bab👉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Care dan gengsi

Begitu Gue buka pintu kamar, perawat yang tadi sibuk ngobrol sama Adrian langsung berdiri.

"Pasiennya udah jauh lebih baik, Mbak. Infusnya juga barusan dicabut, silahkan ke bagian administrasi untuk mengurus berkas-berkas, setelah itu langsung boleh pulang," katanya ramah.

Gue cuma ngangguk. "Iya, makasih ya, Sus."

Begitu perawat keluar, suasana kamar langsung sepi.

Adrian nyengir ke arah Gue. "Lo liat nggak? Dia tadi senyum terus pas ngobrol sama Gue."

Gue geleng pelan. "Ya, iyalah. Siapa juga yang nggak senyum liat lo berusaha ngelucu padahal suara masih serak kayak ayam pilek."

Adrian ngakak kecil, terus bersandar santai di tempat tidur. "Nih, bukti nyata bahwa pesona Gue nggak pudar walaupun Gue sakit. Mungkin abis ini dia minta nomor Gue."

Gue nyilain mata. "Lo sadar nggak, semua perempuan bisa aja lo pancing, tapi belum tentu ada yang tahan sama lo lebih dari lima menit." nada Gue datar.

Dia pura-pura mikir. "Hmm… berarti lo udah tahan lebih dari lima menit, dong?"

Gue nahan tawa, "Gue nggak tau lo tuh narsis apa cuma nggak tau malu."

Dia senyum santai. "Dua-duanya bisa, tergantung siapa yang liat."

Gue akhirnya nyengir juga. "Lo bener-bener nggak ada kapoknya, ya? Baru aja hampir tumbang di pinggir jalan, masih aja sempet flirt ke siapa pun."

"Ya gimana," jawabnya ringan. "Senyum itu gratis. Dan kalau bisa buat orang lain seneng, kenapa enggak?"

Gue mendesah kecil. "Lo tuh bukan buat seneng, tapi buat pengen nepuk jidat."

Adrian ketawa lagi, suaranya lebih ringan sekarang. Liat dia udah bisa bercanda kayak gini aja buat Gue sedikit lega.

"Udah boleh pulang, kan?" tanyanya.

"Iya," Gue jawab sambil melipat tangan. "Gue anter lo pulang. Tapi Gue nggak bisa lama."

"Ngapain lo nganterin?" katanya santai. "Gue bisa naik angkot aja."

"Gue nggak percaya lo bisa berdiri lurus lima menit tanpa drama," Gue jawab cepat.

Dia nyengir lebar, kayak baru dipuji. "Wah, perhatian banget, lo. Gue terharu."

"Jangan GR. Gue cuma nggak mau lo pingsan di jalan, terus nama Gue ikut dibawa-bawa."

"Alasan yang manis," balasnya, masih dengan nada menggoda.

Gue cuma mendesah. "Serius deh. Gue emang cuma mau pastiin lo pulang, terus Gue harus balik lagi. Mama masuk rumah sakit semalam."

Seketika senyum di wajahnya memudar. Tatapan matanya berubah lembut, dan dia langsung duduk lebih tegak. "Mama lo sakit? Parah?"

Gue menggeleng. "Udah agak mendingan sekarang. Tapi masih harus diawasi dokter. Gue semalam hampir nggak tidur jagain dia."

Dia diam sebentar. "Gue minta maaf, ya. Gue nggak tau… Gue pikir lo cuma sibuk kerja."

Gue ngangkat bahu. "Ya, gitu deh. Makanya Gue nggak bisa lama."

Adrian menatap Gue serius. "Kalau gitu… boleh nggak Gue ikut jenguk Mama lo?"

Gue langsung kaget.

Dia masih tenang. "Cuma bentar aja. Sekadar ngucapin semoga cepet sembuh, Tante cantik."

"Enggak, nggak usah," Gue buru-buru jawab. "Lo tuh baru sembuh juga. Lagian Mama Gue belum boleh banyak dikunjungi. Lo mending pulang, makan yang bener, terus istirahat."

Dia keliatan mau protes, tapi akhirnya cuma ngangguk kecil. "Oke, kalau gitu lebih baik lo balik ke ruang Mama lo. Gue juga harus langsung kerja abis ini."

Gue langsung nyengir nggak percaya. "Lo beneran mau kerja lagi? Baru juga keluar dari rumah sakit."

Dia nyengir ringan. "Kerja itu bentuk terapi buat Gue. Gue malah stres kalau disuruh diem di rumah."

Gue mendengus. "Lo tuh keras kepala banget ya."

Dia nyengir. "Lo juga."

Kami saling pandang sebentar, terus tiba-tiba aja suasana jadi hening. Gue sempat ragu mau ngomong atau nggak, tapi akhirnya keluar juga.

"Ngomong-ngomong, lo udah mikir soal tawaran kerjaan dari Gue belum?" Gue mulai hati-hati. "Yang jadi cleaning service pengganti sesaat. Kalau lo mau juga, Gue bisa nambahin karyawan buat lo."

Adrian langsung geleng pelan, senyumnya tipis tapi nadanya tegas. "Tapi Gue nggak bisa."

"Kenapa? Kerjaan itu nyaman juga buat lo. Atau untuk sesaat sebelum lo mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus lagi." Gue keukeuh. "Di sana juga gajinya lumayan buat ukuran harian."

Dia nyender santai, tapi matanya serius. "Iya, tapi Gue udah janji bantu di proyek bangunan minggu ini. Udah dikasih kepercayaan, nggak enak kalo Gue tinggal. Lagian, Gue udah lama kerja kayak gitu. Badan Gue udah kebiasa."

Gue mendengus pelan. "Gue cuma pengen bantu aja."

Adrian ngangguk pelan, tatapannya lembut tapi yakin. "Gue tau, dan Gue nggak bakal lupa itu. Tapi kerjaan kayak gitu... ya, itu bagian dari hidup Gue. Gue belum siap duduk di ruangan ber-AC dan disuruh nyapu ubin yang nggak kotor-kotor amat."

Gue hampir ketawa kecil denger kalimat terakhir itu. "Lo pikir kantor Gue segitu nyamannya? Percaya deh, disana juga banyak debu."

Dia nyengir lagi, kali ini lebih hangat. "Mungkin. Tapi tangan Gue lebih cocok pegang alat bangunan daripada pel. Lo ngerti kan maksud Gue?"

Gue terdiam sebentar. Ada rasa kagum kecil yang nyelip di dada, bukan karena dia nolak, tapi karena caranya ngomong penuh keyakinan.

"Ya udah," akhirnya Gue mengalah, mengangkat bahu. "Tapi kalo suatu hari lo berubah pikiran, tawaran itu masih berlaku."

Adrian tersenyum. "Siap, Bos. Tapi sekarang Gue masih setia sama ember cet."

Gue mendengus pelan, tapi senyum juga. "Lo beneran nggak bisa diam, ya?"

"Kalau Gue diam, nanti lo mikir Gue kabur," jawabnya santai.

Gue geleng kepala, separuh kesal, separuh geli.

Kadang, Gue nggak tau harus kesel atau kagum sama kepala batunya yang satu ini.

Adrian akhirnya nyengir lagi. "Tapi serius. Gue masih kepikiran soal biaya rumah sakit ini. Gue tau Gue ngomong kita udah deal, tapi tetep aja… Gue ngerasa punya utang budi."

"Udah, jangan dibahas lagi," Gue jawab cepat. "Gue ikhlas kok bantuin Lo. Lagian lo juga sering traktir Gue."

"Tapi... minimal Gue kasih sesuatu buat lo."

Gue melipat tangan. "Kayak apa?"

Dia pura-pura mikir serius. "Gue bisa traktir gorengan, atau… kalau lo mau sesuatu yang lebih—"

"Stop." Gue langsung potong dengan tatapan tajam. "Sebelum lo ngomong hal aneh."

Dia ngakak, sampai bahunya naik turun. "Tenang. Gue cuma mau kasih waktu Gue buat bantu lo kalau lo butuh."

Gue ngangkat alis. "Lo kira waktu lo seharga apa?"

"Kalau buat lo, mahal," katanya enteng.

Gue pura-pura pengen lempar bantal, tapi nggak jadi.

Dasar mulut manis.

Akhirnya Gue berdiri. "Sekarang Gue anter lo pulang. Titik."

Adrian langsung geleng. "Nggak usah. Gue bisa sendiri kok."

"Bisa apanya? Jalan aja mungkin lo masih pelan kayak kura-kura." Gue nyebutin itu sambil nyilangkan tangan, tapi sebenernya Gue cuma berusaha nutupin rasa khawatir yang udah naik ke tenggorokan.

Dia ketawa kecil. "Tapi tetep jalan, kan? Lagian, Gue juga ada kerjaan lain abis ini."

Gue nyipitkan mata. "Kerja apaan lagi? Lo baru keluar dari rumah sakit."

"Pokoknya kerjaan." dia ngelus tengkuknya, nada suaranya tenang tapi tegas. "Gue nggak bisa batalin."

Gue berdecak nggak percaya. "Lo tuh keras kepala banget, ya? Sehari aja istirahat dulu di rumah. Banyak juga hari besok, atau waktu lain." walaupun waktu itu berharga buat lo. Gue nggak bisa lanjuti kata-kata itu.

Dia nyengir santai. "Justru karena Gue udah sembuh, makanya Gue balik kerja. Gue nggak bisa ninggalin kerjaan lama-lama."

Gue tau, dia memang banting tulang untuk melangsungkan hidupnya. "Ya terus? Kalau lo drop di jalan gimana?" Gue masih nggak mau kalah.

"Kalau Gue drop, Gue telpon lo," jawabnya cepat. "Gue janji nggak bakal sok kuat lagi."

"Janji doang gampang, tapi lo tuh susah dipercaya."

Dia ngakak pelan. "Lo bener-bener care banget sama Gue, ya?"

"Bukan care. Gue cuma males ngurusin drama lo kalau lo tiba-tiba tumbang lagi."

Padahal kalau Gue jujur, mungkin iya, Gue care. Tapi kan nggak harus semua orang tau.

"Tapi tetep lo urusin, kan?" katanya sambil senyum miring.

Gue ngeliat dia lama, nahan napas. Rasanya percuma debat sama orang kayak Adrian, selalu ada cara buat muter balik omongan Gue.

"Udahlah," akhirnya Gue menyerah juga, mendesah pelan. "Terserah lo. Tapi kalau lo kenapa-kenapa, jangan salahin Gue."

Dia angguk, masih dengan senyum kalem yang buat pengen nepuk jidat. "Deal. Gue janji hati-hati. Dan lo…" dia nunjuk Gue dengan dagunya, "Jangan lupa istirahat. Lo butuh itu."

"Gue nggak perlu dikuliahin," balas Gue datar.

"Tapi lo dengerin, kan?" katanya pelan.

Gue nggak jawab. Cuma geleng kepala, tapi entah kenapa sudut bibir Gue ikut naik. Di tengah semua kekacauan, capek, dan drama keluarga yang belum kelar…

Entah kenapa, tiap abis ngomong sama Adrian, dada Gue terasa sedikit lebih ringan.

Mungkin karena dia nggak pernah nanya terlalu dalam, tapi selalu tau cara buat Gue berhenti ngerasa sendirian, walau cuma sebentar.

1
Susi Andriani
awal baca aku suka
Siti Nur Rohmah
menarik
Siti Nur Rohmah
lucu ceritanya,,,🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!