NovelToon NovelToon
Glass Wing

Glass Wing

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Terlarang / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Saudara palsu / Dark Romance
Popularitas:995
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

—a dark romance—
“Kau tak bisa menyentuh sayap dari kaca… Kau hanya bisa mengaguminya—hingga ia retak.”

Dia adalah putri yang ditakdirkan menjadi pelindung. Dibesarkan di balik dinding istana, dengan kecantikan yang diwarisi dari ibunya, dan keheningan yang tumbuh dari luka kehilangan. Tak ada yang tahu rahasia yang dikuburnya—tentang pria pertama yang menghancurkannya, atau tentang pria yang seharusnya melindunginya namun justru mengukir luka paling dalam.

Saat dunia mulai meliriknya, surat-surat lamaran berdatangan. Para pemuda menyebut namanya dengan senyum yang membuat marah, takut, dan cemburu.

Dan saat itulah—seorang penjaga menyadari buruannya.
Gadis itu tak pernah tahu bahwa satu-satunya hal yang lebih berbahaya daripada pria-pria yang menginginkannya… adalah pria yang terlalu keras mencoba menghindarinya.

Ketika ia berpura-pura menjalin hubungan dengan seorang pemuda dingin dan penuh rahasia, celah di hatinya mulai terbuka. Tapi cinta, dalam hidup tak pernah datang tanpa darah. Ia takut disentuh, takut jatuh cinta, takut kehilangan kendali atas dirinya lagi. Seperti sayap kaca yang mudah retak dan hancur—ia bertahan dengan menggenggam luka.

Dan Dia pun mulai bertanya—apa yang lebih berbahaya dari cinta? Ketertarikan yang tidak diinginkan, atau trauma yang tak pernah disembuhkan?

Jika semua orang pernah melukaimu,
bisakah cinta datang tanpa darah?



Di dunia tempat takdir menuliskan cinta sebagai kutukan, apa yang terjadi jika sang pelindung tak lagi bisa membedakan antara menjaga… dan memiliki?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22

“Ibu,” ucap Lyeria lantang, masih dalam gendongan Ferlay. Matanya berbinar penuh keyakinan.

“Aku akan menjadi istri Ferlay saat aku besar nanti. Kak tunggu aku, ya? Aku akan jadi gadis yang cantik seperti Ibu di kemudian hari.”

Ucapan itu meluncur begitu saja. Tulus. Lugu. Tapi menusuk.

Terlihat raut terkejut melintas di wajah Yuki. Sekilas. Sangat singkat. Namun cukup untuk membuat suasana sedikit menegang. Ia segera mengalihkan pandangan, menyamarkan kegelisahan di balik senyumnya yang lembut.

Dan saat itulah sosok lain memasuki ruangan—tepat waktu, seperti biasa.

Leon, putra sulung Yuki dan Riana, baru saja kembali dari pelatihan militer. Wajahnya serius seperti biasa. Usianya dua puluh tiga, dan meski belum naik takhta, semua orang tahu dia adalah pewaris Garduete berikutnya.

Tanpa berkata apa-apa, ia menghampiri Yuki, lalu merapikan selimut yang melorot dari pangkuan sang ibu. Setelah itu, matanya yang dingin beralih pada Lyeria.

“Kau masih terlalu kecil,” katanya akhirnya. Suaranya datar tapi mengandung kekuatan tak terbantahkan. “Siapa pun pria yang berani melamarmu harus melewati kami bertiga.”

Lyeria mengerucutkan bibir. “Tidak ada yang sehebat kalian…” katanya keras kepala. “Makanya aku memilih Kak Ferlay.”

Yuki menahan napas sesaat. Ia melirik ke arah Ferlay, yang masih memeluk Lyeria dalam diam.

Ferlay tetap tidak berkata apa-apa. Tak ada senyum, tak ada gelagat menggoda.

Dia hanya menatap ke depan, tenang… nyaris dingin.

“Ferlay,” suara Yuki terdengar pelan tapi penuh harap. “Tinggallah beberapa saat. Ayahmu juga akan datang ke sini… Menyenangkan rasanya bisa berkumpul dengan anak-anak lagi.”

Ucapan itu diikuti dengan keheningan sesaat. Tak ada yang tahu apa yang dipikirkan Ferlay. Pria itu hanya berdiri diam, sosoknya tinggi dan berwibawa, bayang-bayang Lekky terasa dalam setiap garis tubuh dan caranya memandang.

Namun akhirnya, ia mengangguk.

Sebuah gerakan kecil, tapi cukup membuat Yuki tersenyum lega. Sorot matanya melembut, dan ia menutup mata sesaat, seolah bisa bernapas lebih tenang.

Lyeria tertawa kecil. Bahagianya begitu polos. “Ayo, Kak! Aku akan bantu Kakak beresin kamar!” katanya semangat.

Ferlay tidak menjawab, namun ia kembali mengangguk. Dengan satu tangan, ia memberi hormat sopan pada Yuki. Gerakannya anggun dan terlatih, layaknya anak keluarga bangsawan dan pembunuh terhormat.

Masih menggendong Lyeria, Ferlay berjalan tenang menembus lorong menuju kamarnya.

Dan saat itulah…

Ferlay kembali lagi dalam hidup Lyeria.

Bukan hanya sekadar kunjungan sementara. Tapi benar-benar kembali—menjadi bagian dari keseharian Lyeria, dari napas dan rutinitas yang tadinya kosong, kini perlahan kembali terisi.

Dan itu terjadi sesaat sebelum kematian Yuki.

Sosok ibu yang lembut dan kuat itu akhirnya menyerah pada waktu. Tubuhnya memang sudah lama melemah, namun tidak seorang pun benar-benar siap kehilangan Yuki. Tidak Lyeria. Tidak saudara-saudaranya. Tidak Ferlay.

Dan seakan belum cukup, kabar duka lain menyusul tak lama setelahnya.

Paman Lekky—ayah Ferlay, pria yang bayang-bayangnya begitu besar dalam sejarah keluarga itu—meninggal di istana. Diam-diam, cepat, tanpa banyak yang tahu penyebabnya. Dunia bawah gempar. Tapi bagi Lyeria, hanya ada duka berlapis.

Malam itu, Lyeria menangis tanpa suara.

Tangisannya seperti bocah kecil yang kehilangan segalanya. Ia meringkuk di sudut ranjang, tubuhnya gemetar, bibirnya bergetar menyebut nama ibu berkali-kali.

Dan Ferlay datang.

Tanpa bicara, tanpa basa-basi. Ia memeluk Lyeria dari belakang, menarik tubuh mungil itu ke dalam dadanya, menahan setiap gemetarannya dengan dekapan yang terasa seperti dinding terakhir sebelum Lyeria benar-benar runtuh.

Lyeria menangis sepuasnya di pelukannya.

Dan Ferlay… hanya diam. Tapi dari cara ia menggenggam bahu Lyeria, dari cara jari-jarinya menyusup ke rambut kusut Lyeria, dari keheningan panjang yang ia biarkan, Lyeria tahu: Ferlay juga berduka.

Tapi pria itu selalu tahu caranya berdiri—meski di atas luka yang belum sembuh.

Dan sejak malam itu, Lyeria tidak pernah sendiri lagi. Karena Laylay-nya sudah kembali. Dan entah untuk berapa lama…Lyeria berdoa agar kali ini Ferlay tidak akan pergi lagi.

Setelah kematian Yuki, Dunia Lyeria mulai berubah

Riana bukan ayah yang biasa. Ia bukan pria hangat atau lembut, tapi bagi Lyeria, ia seperti benteng yang tidak tergoyahkan. Meskipun sibuk, meskipun penuh luka dan kemarahan, Riana selalu menyisihkan waktu untuk duduk bersamanya. Mendengarkan celotehnya, menepuk kepalanya, menatap wajahnya seakan mengingatkan diri sendiri… bahwa ia pernah memiliki seseorang yang dicintai dengan seluruh jiwanya—Yuki.

Bagi Lyeria, Riana adalah tempat berpulang yang sunyi. Tidak seramah Ibu, tidak segembira Ferlay, tetapi selalu hadir. Selalu kuat. Dan selalu membela.

Tapi semua itu berubah saat Yuki meninggal.

Riana tidak menangis. Tidak meraung. Tapi sejak saat itu… ia seperti mati perlahan.

Tatapannya kosong. Diamnya panjang. Suaranya dingin. Ia berjalan seperti bayangan, berbicara seperti gema, hidup seperti boneka. Ia masih makan. Masih duduk di singgasananya. Tapi jiwanya… menghilang bersama Yuki.

Dan di saat itu, Ferlay mengambil kendali.

Ferlay yang dahulu sering datang dan pergi, kini menetap. Ia yang dulu sekadar membantu, kini memutuskan. Ia yang dulu diam-diam melindungi, kini berdiri di depan semua orang—sebagai penjaga mutlak Lyeria.

Meski terkadang ia masih harus pergi—dua hari, tiga hari, kadang seminggu penuh—untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tak pernah dijelaskan secara rinci, Ferlay selalu kembali. Dan ketika ia kembali, ia akan memastikan semua tertata seperti sebelumnya.

Dialah yang mengurus sekolah Lyeria.

Mengecek nilai-nilai Lyeria. Mengawasi catatan guru. Bahkan menulis sendiri surat pembelaan bila ada yang berani mengganggu adik kecilnya itu—meski Lyeria sudah jauh lebih dewasa sekarang.

Dialah yang mengatur semua pembelanjaan Lyeria. Dari pakaian, perlengkapan sekolah, bahkan hingga lotion dan syal musim dingin. Semuanya harus melalui persetujuannya. Pelayan-pelayan Lyeria tahu: tidak ada satu pun benda yang boleh dibawa ke kamar Lyeria jika tidak mendapat izin dari Tuan Ferlay.

Dan ketika Lyeria, dengan wajah malu-malu dan suara setengah bergetar, datang padanya dan berkata bahwa dia sudah mendapat haid pertamanya—Ferlay membeku sesaat.

Lalu sesuatu berubah.

Entah apa. Tapi sejak malam itu, Ferlay menjadi lebih diam. Lebih tenang. Tapi lebih protektif dari sebelumnya.

Ia menekan Leon dan Ellion. Memaksa mereka untuk tidak pernah menyebarkan satu pun potret Putri Lyeria—tak peduli seberapa kuat desakan politik, seberapa besar tawaran dari kerajaan-kerajaan tetangga yang ingin mengenal putri termuda dari darah Yuki.

Ferlay menyembunyikan Lyeria dari dunia. Dengan alasan keamanan. Dengan nada dingin dan bahasa yang tak bisa dibantah.

Lyeria hidup dalam dunia kecil yang Ferlay bangun untuknya. Dunia yang tampak nyaman dari luar—hangat, tertata, aman. Tapi juga sepi. Sangat sepi.

Ferlay menjaganya dengan cara yang berbeda dari kakak-kakaknya. Leon terlalu sibuk dengan urusan negara. Ellion terlalu sibuk dengan urusan diplomatik dan politik. Tapi Ferlay… menjadikan Lyeria sebagai pusat dunianya.

Ia tidak memperbolehkan Lyeria memiliki teman laki-laki. Tidak secara langsung. Tapi semua anak laki-laki yang pernah mencoba berbicara lebih dari satu kalimat padanya, entah bagaimana, langsung menghindar esok harinya. Lyeria tidak pernah tahu apa yang dikatakan Ferlay pada mereka. Tapi ekspresi mereka cukup menjelaskan: takut. Sangat takut.

Teman perempuan pun disaring ketat. Lyeria tidak bisa berteman bebas. Semua harus mendapat persetujuan dari Ferlay—bahkan beberapa harus diwawancarai langsung olehnya. Dan anehnya, tidak ada seorang pun yang berani memprotes hal itu. Entah karena Ferlay terlalu dihormati… atau ditakuti.

Lyeria tidak pernah diizinkan datang ke pesta bangsawan muda. Tidak pernah ikut dalam kegiatan istana. Tidak pernah tampil di hadapan para tamu kehormatan. Tidak ada satu potret pun dirinya yang beredar secara resmi. Bahkan dalam acara keluarga besar kerajaan Garduete dan Argueda, tempat dia sebenarnya bisa berdiri sejajar dengan putri-putri lainnya—Ferlay selalu menemukan alasan agar Lyeria tetap di rumah.

Dan tak seorang pun bisa membantahnya.

Ferlay tidak perlu membentak, tidak perlu mengancam. Satu kalimatnya saja cukup untuk membungkam seluruh jajaran bangsawan.

Ketika Riana meninggal dunia, Lyeria baru berusia lima belas tahun.

Mereka bilang, raja penguasa Garduete itu mati dengan senyum di wajahnya. Tapi di hari itu…Lyeria menangis diam-diam. Sebab meski Ayahnya bukan ayah yang membesarkannya, ia tahu: dunia yang dulu pernah hangat bagi ibunya, kini benar-benar lenyap.

Dan sejak saat itu dunia Lyeria resmi menjadi milik Ferlay seorang.

...****************...

Waktu adalah pengkhianat.

Ia tidak mengetuk saat datang, hanya menyusup ke pori-pori kehidupan, merampas perlahan wujud masa lalu.

Gadis kecil yang dulu menjerit karena jatuh dari pohon, yang merengek minta dikepang rambutnya, yang tidur di sampingnya dengan tangan menggenggam ujung jubahnya—gadis itu telah lenyap.

1
Vlink Bataragunadi 👑
hmmmm.... ada yg cemburu?
Vlink Bataragunadi 👑: oooh gitu, siap kak, aku ke sana dulu /Chuckle/
Vidiana A. Qhazaly: Mungkin supaya paham alur yg ini bisa baca di morning dew dulu klik aja profilku
total 2 replies
Vlink Bataragunadi 👑
kynya rameeee, tp awal bab byk kata kiasan yg aku blm ngerti
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!