Long Zhu, Kaisar Dewa Semesta, adalah entitas absolut yang duduk di puncak segala eksistensi. Setelah miliaran tahun mengawasi kosmos yang tunduk padanya, ia terjangkit kebosanan abadi. Jenuh dengan kesempurnaan dan keheningan takhtanya, ia mengambil keputusan impulsif: turun ke Alam Fana untuk mencari "hiburan".
Dengan menyamar sebagai pengelana tua pemalas bernama Zhu Lao, Long Zhu menikmati sensasi duniawi—rasa pedas, kehangatan teh murah, dan kegigihan manusia yang rapuh. Perjalanannya mempertemukannya dengan lima individu unik: Li Xian yang berhati teguh, Mu Qing yang mendambakan kebebasan, Tao Lin si jenius pedang pemabuk, Shen Hu si raksasa berhati lembut, dan Yue Lian yang menyimpan darah naga misterius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Sapu, Koin, dan Hari Pertama Sekte
Keheningan di dataran tinggi itu begitu pekat hingga terasa memekakkan telinga.
Tumpukan abu hitam pekat itu mengepul pelan di atas batu giok putih yang sempurna, sebuah noda yang mengerikan di atas kesucian.
Li Xian masih terduduk di tanah, sapu bambu tergeletak di sampingnya. Dia gemetar, bukan lagi karena takut pada iblis itu, tetapi karena perintah terakhir Zhu Lao. "Kau membuat halamanku kotor."
Tao Lin, Mu Qing, dan Shen Hu tidak bergerak. Mereka menatap tumpukan abu itu, lalu ke retakan ruang merah yang masih berdenyut seperti luka terbuka di tepi jurang. Dan terakhir, mereka menatap Zhu Lao.
Sang Kaisar Dewa dalam wujudnya yang tampan sempurna berdiri di ambang pintu dapurnya. Dia menyesap tehnya, ekspresinya adalah ekspresi seseorang yang baru saja menemukan lalat di dalam minumannya.
Dia tidak melihat ke retakan itu. Dia melihat ke tumpukan abu.
"Nah?" kata Zhu Lao, suaranya yang merdu terdengar tidak sabar. "Apa yang kau tunggu, Li Xian? Halamannya tidak akan bersih sendiri."
Li Xian menelan ludah dengan susah payah. Dia bangkit dengan kaki gemetar. Dia mengambil sapunya. Dia... seharusnya... menyapu sisa-sisa makhluk dari neraka lain?
Dia mendekati tumpukan abu itu dengan hati-hati. Saat dia berjarak lima kaki, dia bisa merasakannya. Energi yang memuakkan, dingin, dan menghancurkan memancar dari abu itu. Itu membuat rambut di lengannya berdiri.
Dia mengulurkan sapu bambunya.
Saat bulu-bulu sapu itu berjarak satu inci dari abu, mereka mulai berasap. Sssst... Bulu-bulu sapu itu mulai menghitam dan melengkung, terkikis oleh energi iblis yang tersisa.
Li Xian menarik sapunya kembali dengan ngeri. "Zhu Lao... ini... ini membakar sapunya!"
"Tentu saja," kata Zhu Lao dari teras, terdengar bosan. "Kau mencoba menyapu energi korosif dengan bambu biasa. Itu bodoh. Kau tidak menggunakan sapunya."
"Lalu... aku harus pakai apa?"
"Gunakan niatmu," kata Zhu Lao. "Beritahu debu itu untuk pergi. Jika niatmu lebih lemah dari abu iblis mati... apa gunanya kau ada di sekte ku?"
Li Xian menatap abu itu. Memberitahunya? Dia mencoba. Dia memfokuskan pikirannya. Pergi!
Abu itu tidak bergeming.
Zhu Lao menghela napas yang terdengar seperti kekecewaan. "Lupakan. Kau tangani itu nanti. Kau bahkan belum siap untuk debu."
Dia akhirnya mengalihkan perhatiannya ke masalah yang lebih besar retakan ruang.
Masih sambil memegang cangkir tehnya di satu tangan, Zhu Lao berjalan santai melintasi halaman. Dia melewati Li Xian yang gagal, melewati tumpukan abu, dan berhenti tepat di depan lubang robekan realitas yang berdenyut itu.
Aura iblis yang pekat mengalir keluar dari retakan itu, cukup kuat untuk membuat Tao Lin yang seorang Ranah Raja berkeringat dingin.
Zhu Lao hanya mengernyitkan hidung. "Bau belerang. Merusak aroma teh."
Tao Lin melangkah maju, tangannya di gagang pedang. "Leluhur, hati-hati! Itu adalah gerbang ke Alam Iblis! Itu harus disegel dengan Formasi Delapan Trigram Emas atau..."
Zhu Lao mengangkat satu tangan, membungkam Tao Lin tanpa menoleh.
"Terlalu rumit," gumam Zhu Lao.
Dia menyesap tehnya lagi. Lalu, dengan tangan bebasnya, dia merogoh saku jubah hitamnya yang sempurna.
Tao Lin, Mu Qing, dan Li Xian menahan napas. Artefak Surgawi apa yang akan dia gunakan? Pedang kosmik? Segel surgawi?
Zhu Lao mengeluarkan sebuah koin tembaga.
Koin itu kotor, berwarna hijau karena usia, dan memiliki lubang persegi di tengahnya. Itu adalah koin biasa yang sama persis dengan yang dia gunakan untuk membayar 'Ayam Iblis Neraka' di desa Li Xian.
"Leluhur... itu...?" Tao Lin tergagap.
"Jepitan rambutku hilang," kata Zhu Lao acuh tak acuh. "Ini harusnya cukup."
Dia tidak melemparkannya. Dia tidak mengisinya dengan Qi. Dia hanya... menjentikkannya.
Ting.
Koin tembaga itu terbang ke udara dalam gerakan lambat yang malas. Koin itu terbang ke tengah retakan ruang yang mengamuk.
Begitu koin itu menyentuh pusat retakan, tidak ada ledakan.
Koin itu mulai berputar.
Saat berputar, koin itu memancarkan cahaya perunggu yang lembut. Itu mulai menarik tepi-tepi retakan yang bergerigi seperti seorang penjahit yang luar biasa cepat menarik benang. Udara berdesir. Suara robekan realitas berubah menjadi siulan lembut, lalu diam.
Dalam tiga detik, retakan ruang yang menakutkan itu telah dijahit tertutup.
Koin tembaga itu, setelah menyelesaikan tugasnya, kehilangan cahayanya dan jatuh ke rumput dengan bunyi dentang kecil yang biasa.
Keheningan total.
Zhu Lao berjalan mendekat, mengambil koinnya, dan meniup debu darinya. "Hmph. Tahan sementara. Mungkin akan bertahan beberapa ribu tahun."
Dia memasukkan kembali koin itu ke sakunya dan berbalik menghadap murid-muridnya yang membeku.
Dia berjalan kembali ke tumpukan abu iblis, yang masih mengepulkan energi korosif. Li Xian masih berdiri di sana dengan sapu yang setengah terbakar.
Zhu Lao menatap tumpukan abu itu dengan jijik. Dia mengangkat sepatu botnya yang sempurna dan menginjak tumpukan itu.
Puff.
Semua energi korosif, semua aura iblis, semua sisa kebencian... lenyap seketika, dinetralkan oleh satu injakan santai.
Abu itu kini hanyalah abu biasa. Kotoran biasa.
"Sudah," kata Zhu Lao. "Sekarang tidak berbahaya. Kau bisa membersihkannya."
Dia berjalan melewati Li Xian, menepuk bahu anak itu. "Selesaikan pekerjaanmu. Dan setelah itu... halaman ini masih harus disapu."
Zhulao kembali masuk ke dapurnya, pintunya tertutup dengan pelan.
Keempat murid ditinggalkan sendirian di dataran tinggi.
Li Xian menatap abu yang kini tidak berbahaya. Dia menatap halaman yang sempurna bersih. Dia melihat ke tempat retakan iblis tadinya berada, yang kini hanya ditumbuhi rumput biasa.
Dia, Mu Qing, dan Tao Lin saling berpandangan. Kebisuan itu dipenuhi dengan satu pemahaman bersama Guru mereka adalah makhluk yang tak terduga, menakutkan, dan benar-benar gila.
Akhirnya, Shen Hu memecah keheningan.
Dia menggaruk kepalanya. "Syukurlah baunya sudah hilang." Dia tersenyum cerah. "Siapa yang mau ubi bakar? Yang pertama sudah matang!"
😍💪
💪