"Si4l, apa yang wanita itu rencanakan?
Mengapa setelah surat cerai kutandatangani, dia justru ... berubah?”
...
Lyara Elvera, seorang gadis yang tak merasakan keadilan di keluarganya. Kedua orang tuanya hanya memusatkan kasih sayang pada kakaknya, sementara Lyara tumbuh dengan rasa iri dan keinginan untuk di cintai
Namun, takdir berkata lain. Sebelum kebahagiaan menyentuhnya, Lyara meregang nyawa setelah terjatuh dari lantai tiga sebuah gedung.
Ketika ia membuka mata, sosok misterius menawarkan satu hal mustahil, kesempatan kedua untuk hidup. Tiba-tiba, jiwanya terbangun di tubuh Elvera Lydora, seorang istri dari Theodore Lorenzo, sekaligus ibu dari dua anak.
Namun, hidup sebagai Elvera tak seindah yang terlihat. Lyara harus menghadapi masalah yang ditinggalkan pemilik tubuh aslinya.
“Dia meminjamkan raganya untukku agar aku menyelesaikan masalahnya? Benar-benar jiwa yang licik!”
Kini Lyara terjebak di antara masalah yang bukan miliknya dan kehidupan baru yang menuntut penebusan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketegasan Theo
Di ruangannya, Theodore tengah sibuk dengan pekerjaannya. Ia sedang mengecek data pasien yang akan menjalani operasi malam nanti. Ia tak turun langsung melakukan pembedahan, tetapi akan mendampingi tim bedah sebagai pengawas. Pekerjaan itu menyita banyak waktunya, apalagi ada sejumlah laporan yang harus ia periksa dengan teliti. Belum lagi masalah rumah tangganya yang makin memanas, membuat pikirannya terasa berat, seolah tak sanggup menanggung semuanya.
Cklek!
“Theo, aku bawakan makan siang!” seru Zeya yang datang dengan semangat, wajahnya berbinar, seolah tak sabar bertemu pria itu.
Theodore mengangkat pandangannya dari layar laptop. Ia tak sempat menolak lebih dulu ketika Zeya sudah akan meletakkan tas makanan di atas mejanya. Dengan gerakan cepat, ia menahan tangan wanita itu.
“Aku sudah makan,” ucap Theodore singkat, suaranya datar namun terdengar tegas.
Senyuman di wajah Zeya langsung luntur. “Sudah makan?” tanyanya dengan raut bingung dan kecewa.
Theodore mengangguk. Ia melepas kacamata bacanya, menatap Zeya lekat-lekat dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Jangan lagi bawakan aku makan siang. Jangan juga datang ke sini kalau tidak ada keperluan pekerjaan. Kita memang bekerja di tempat yang sama, tapi posisi kita berbeda. Maka dari itu, jaga batasan. Aku sudah menikah, Zeya. Kita tidak bisa sama seperti dulu,” ucap Theodore dengan suara yang dalam, namun penuh tekanan emosional.
Mata Zeya mulai berkaca-kaca. “Istrimu melarang kita dekat, ya? Aku akan temui dia dan—”
“Zeya, mengertilah!” potong Theodore dengan nada tinggi. “Rumah tanggaku akan ikut hancur! Rumah tanggamu sudah hancur, jangan buat rumah tanggaku ikut hancur! Anak-anakku masih kecil, kamu paham itu kan?!”
Air mata Zeya luruh seketika. D4danya sesak, tenggorokannya terasa menutup. Ia mengusap pipinya, mencoba menahan tangis yang semakin mengguncang. Tatapannya tajam namun penuh luka.
“Kamu bilang, setelah kita punya pasangan masing-masing, kita masih bisa bersahabat. Kamu bilang, kamu akan selalu ada kapan pun aku butuh kamu. Sekarang … di mana omongan kamu saat itu, Theo?”
Theodore menghela napas panjang, kasar, seolah mengeluarkan beban yang menekan d4danya.
“Zeya … tapi bukan berarti kita harus bertemu setiap hari. Elvera menganggap kehadiranmu sebagai orang ketiga, dan—”
“DIA YANG MEREBUTMU DARIKU, THEO!” Teriakan Zeya menggema, getarannya membuat udara di antara mereka terasa tegang dan panas.
“Kita saling mencintai, tapi keluargamu tidak merestui. Mereka menikahkanmu dengan Elvera dan membiarkan aku tenggelam dalam rasa sakitku! Hingga akhirnya aku harus menikah dengan pria pilihan orang tuaku. Aku mengalami KDRT, diselingkuhi berkali-kali … dan hanya kamu yang bisa buat aku merasa aman!”
Suara Zeya bergetar di ujung tangis. Ia menggenggam tangannya erat, berusaha menahan amarah dan perih yang tumpah bersamaan.
Theodore menatap layar ponselnya, diam. Ia menolak bertemu mata dengan wanita yang pernah mengisi hidupnya itu.
Merasa diabaikan, Zeya menghela napas kasar, menatap Theodore dengan tatapan getir. Setelah mencoba mengontrol emosinya, ia kembali berbicara.
“Bukankah kamu sudah membuat surat perceraian? Apa sudah kamu ajukan?” tanyanya lirih, namun penuh harap.
Theodore mengangkat kepalanya perlahan, menatap Zeya dengan tatapan kosong. Ia kemudian berdiri dan menatap wanita itu dalam-dalam.
“Aku mengurungkan niatku. Tak ada perceraian antara aku dan Elvera.”
Mata Zeya membulat sempurna, “Theo! Dia sudah selingkuh dengan adik tirimu sendiri! Dia sudah selingkuh, dan kamu masih tutup mata?!” pekik Zeya tak percaya.
Theodore kembali menghela napas, kali ini lebih berat. “Perselingkuhannya berawal dari aku—karena aku yang tidak tegas pada hubungan kami. Maka dari itu Zeya, aku memilih mempertahankan rumah tanggaku. Mulai saat ini, bersikaplah seperti rekan kerja, bukan sahabat, bukan juga … mantan kekasih. Aku harap kamu mengerti.”
Setelah mengatakan itu, Theodore melangkah pergi tanpa menoleh sedikit pun.
Zeya mengepalkan tangannya, air matanya jatuh lagi, membasahi pipi yang sudah basah sejak tadi. “Theeeeo … dia sudah berselingkuh darimu tapi kamu … kamu masih mau mempertahankannya?!” seru Zeya, suaranya pecah dalam ruangan yang kini terasa sunyi dan dingin.
.
.
.
.
.
Lyara tengah menemani Eira belajar. Tapi, sebenarnya ia tidak terlalu fokus menemani, karena tangannya sibuk mencatat sesuatu di sebuah buku kecil. Bibirnya menggigit tutup pena, matanya tajam penuh perhitungan.
“Oke, masalah Elvera itu satu ... kesalahpahaman karena orang ketiga. Nah, si nenek peooot ini, bisa dihapus gak sih dari kehidupanku?” gumamnya pelan.
“Mama, Mama!” seru Eira semangat.
“Heum? Kenapa, Ei?” jawab Lyara sambil tersenyum kecil.
“Ei kila Mama itu galaaak. Kata Onty Jey, kalau Mama malah-malah, teluuus Ei nakal, nanti Ei di kulung kayak buluung. Nanti Mama belubah jadi monsteeel! Tapi ndaa, Mama baik cama Eila. Kayak bidadali di Tinkel Bell, tapi bukan yang lambut putih yah,” ucap Eira polos, membuat Lyara tertegun.
“Gimana-gimana? Tante Zeya bilang kalau Mama marah, Mama bakal kurung Eii?” tanya Lyara dengan alis terangkat, memastikan ia tak salah dengar.
“Iya! Mama celing teliak-teliak ke Papa. Mama jal.aaang di lumah, Ei kila Mama nda cayang Eiii,” jawab Eira jujur.
Lyara menunduk, menutupi wajahnya dengan telapak tangan. “Nenek peoooot … aku akan buat perhitungan padamuu! Enak saja kamu mencuci otak anakku, kurang ajar! Nenek peot!” rutuk Lyara dalam hati, geram namun tetap menjaga ekspresi lembut di depan anaknya.
Ia tersenyum, menatap putrinya penuh kasih. “Mama marah itu ada sebabnya, sayang. Papa yang selalu buat Mama marah. Maaf ya kalau Mama pernah buat Eii takut. Tapi Mama gak akan ngurung Eii, apalagi lukain Eii. Buat apa Mama melakukan itu? Eii kan anak baik, iya kan?”
Eira tersenyum kecil, tapi lalu berkata polos, “Cindelela baik tapi ibunya cepeltiii monstel.”
Lyara hampir tersedak lud4hnya sendiri. “Itu ibu tiri, Eii tahu? Kalau Eii ganti Mama, berarti Mama baru Eii jadi ibu tiri Eii. Terus kalau ibu tiri, nanti Eii disuruh bersihin rumah kayak Cinderella, terus kamarnya di gudang tuuuuuaaa,” ucap Lyara dengan ekspresi dramatis, menakuti Eira dengan pura-pura serius.
Dan berhasil, mata Eira membesar lebar, tubuhnya menegang ketakutan. “Nda mau Eilaaa punya Mama tiliii! Tapi kalau Papa tili nda papa kan? Nda ada celita Papa tili cindelelaaa,” ucapnya polos.
Lyara langsung tertawa keras, menahan perutnya sambil memeluk putrinya erat. “Ya ampun, anak Mama paling lucu sedunia!” katanya sambil menc1umi wajah Eira berkali-kali.
Tiba-tiba suara lembut tapi berwibawa terdengar dari arah pintu. “Waaah, lagi pada apa nih?”
Suara itu membuat Lyara refleks menoleh. Seorang wanita paruh baya, berpenampilan modis dan elegan, melangkah masuk dengan senyum lebar.
“OMAAAA!”
Eira langsung berlari memeluknya dengan semangat. Wanita itu membalas pelukan sang cucu dengan hangat.
“Haiii, cucu Oma. Oma kangen banget. Sini, c1um dulu Oma,” ujarnya sambil mengelus rambut Eira lembut.
Sementara itu, Lyara masih terpaku. D4danya berdegup cepat, pikirannya kacau. "Oma? Berarti ini antara ibunya Elvera atau ibunya Theodore? Astaga, kalau dia mertuaku … gimana aku harus bersikap?" pikir Lyara panik.
Wanita itu kemudian beralih menatap Lyara, “El, gimana keadaanmu, sayang?” katanya lembut sambil duduk di sebelah Lyara, menangkup wajahnya penuh kasih. Sentuhan itu lembut, hangat, dan begitu keibuan.
Lyara membeku. Perasaan asing dan rindu menyeruak bersamaan. Di kehidupannya menjadi Lyara, ia tidak pernah benar-benar merasakan kelembutan seorang ibu. Tapi dari cara wanita itu menatapnya … ada kasih cinta yang tulus seorang ibu pada putrinya.
“Ma-mami,” ucap Lyara lirih, suaranya bergetar. Lyara tidak tahu, kenapa bibirnya bisa mengucapkan kata itu. Seolah ada dorongan yang membuatnya untuk mengucapkan kata tersebut.
Wanita paruh baya itu tersenyum. “Kenapa, sayang? Terakhir kamu menghubungi Mami sambil menangis keras. Maaf ya, Mami baru sempat datang. Tadi Theodore menghubungi Mami, katanya kamu sakit. Jadi Mami langsung ke sini.”
Lyara menunduk, matanya berkaca. Di d4danya, perasaan aneh bergejolak, antara rindu, hangat, dan rasa bersalah yang sulit dijelaskan.
“El … hubunganmu dengan Theo gimana? Dia masih dekat dengan wanita itu?” Pertanyaan itu meluncur lembut, tapi maknanya men0h0k jantung Lyara.
_________________________
Kalian ngerti si, gak mumeeet😆
2 lagi yaaaah, kalau masih sempat ke Liaaaan😍
terus misterinya adalah siapakah istri mike ?
kakakbya lyara kah..
wkwkwk
pusing sendiri
wis mendingam ikutin alurnya mbak Othor aja d... /Kiss/
penasaran dan nunggu lanjut
trs kalau el sdh lepas kB itu hamil Anak Bryan huhhhh kenapa rumit sekala hidupnya ara dan el ..
berharap Aja authornya kasih juga ara dan el mereka ketukar ara di raga el dan el di raga ara .. terus Si el nikah ma mike dan hamil muga gitu