Dr. Tristan Aurelio Mahesa, seorang dokter jenius sekaligus miliarder pemilik rumah sakit terbesar, dikenal dingin, tegas, dan perfeksionis. Hidupnya hanya berputar di sekitar ruang operasi, perusahaan farmasi, dan penelitian. Ia menolak kedekatan dengan wanita mana pun, bahkan sekadar teman dekat pun hampir tak ada.
Di sisi lain, ada Tiwi Putri Wiranto, gadis ceria berusia 21 tahun yang baru saja resign karena bos cabul yang mencoba melecehkannya. Walau anak tunggal dari keluarga pemilik restoran terkenal, Tiwi memilih mandiri dan bekerja keras. Tak sengaja, ia mendapat kesempatan menjadi ART untuk Tristan dengan syarat unik, ia hanya boleh bekerja siang hari, pulang sebelum Tristan tiba, dan tidak boleh menginap.
Sejak hari pertama, Tiwi meninggalkan catatan-catatan kecil untuk sang majikan, pesan singkat penuh perhatian, lucu, kadang menyindir, kadang menasehati. Tristan yang awalnya cuek mulai penasaran, bahkan diam-diam menanti setiap catatan itu. Hingga akhirnya bertemu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Rumah sakit sore itu terasa sedikit lebih sepi dari biasanya. Suara langkah cepat perawat dan bunyi mesin monitor masih terdengar, tapi di ruang kerja Direktur, suasana berbeda.
Tristan duduk di kursinya, jas dokter putih masih melekat, dasinya sedikit longgar, wajahnya lelah tapi tetap tajam. Baru saja ia selesai menandatangani beberapa berkas laporan medis, saat suara pintu diketuk.
“Tok tok tok.”
“Masuk.”
Seorang perawat senior masuk dengan wajah canggung. “Dokter Tristan, saya rasa Anda perlu tahu… ada berita yang sedang ramai di luar sana.”
Tristan mengangkat alis. “Berita apa?”
Perawat itu ragu sejenak, lalu mengulurkan ponselnya. “Video keributan di salah satu restoran keluarga Wiranto. Nama besar keluarga itu sudah Anda tahu, kan?”
Tristan mengangguk, lalu mengambil ponsel itu. Ia menekan layar, dan seketika video yang sudah viral di media sosial itu muncul.
Wajahnya menegang saat melihat sosok Tiwi di layar. Gadis itu dengan berani berdiri melawan Arina. Dan lebih parah lagi—matanya langsung menyipit ketika melihat ibunya, Mama Tina, didorong kasar oleh Arina.
Plak! Suara tamparan Tiwi bergema keras di video.
Tristan terdiam. Tangannya yang memegang ponsel sedikit bergetar, wajahnya mengeras. Ada amarah yang ia tekan habis-habisan.
“Arina…” gumamnya dengan suara rendah dan penuh dingin.
Perawat itu menelan ludah, takut melihat ekspresi Tristan yang jarang sekali terlihat segelap itu.
“Terima kasih. Kau boleh keluar.”
Begitu pintu menutup, Tristan bersandar di kursinya, menatap langit-langit dengan napas panjang.
Ibunya dihina. Tiwi dihina. Ibunya bahkan sampai didorong.
Itu sudah terlalu jauh.
Tristan menekan tombol di telepon meja kerjanya. “Sasha, panggilkan Arina ke ruanganku. Sekarang.”
Beberapa menit kemudian
Arina melangkah masuk dengan wajah sumringah, berusaha tampil manis di depan Tristan. Gaun ketatnya berwarna merah marun, parfum menyengat menguar.
“Dokter Tristan…” suaranya dibuat lembut. “Kangen aku, ya? Baru aja kita nggak ketemu sehari, udah manggil aku ke ruangan segala.”
Tristan hanya menatapnya tanpa ekspresi, lalu menunjuk kursi. “Duduk.”
Nada suaranya dingin, membuat senyum Arina sedikit goyah. Tapi ia tetap mencoba bersikap manja, duduk menyilangkan kaki. “Kenapa sih serius banget? Ada masalah pasien ya? Atau… kamu mau curhat sama aku?”
Tristan menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu menyalakan layar laptop di hadapannya. Ia memutar video yang sama, suara ribut dari restoran langsung terdengar memenuhi ruangan.
Arina yang tadinya santai langsung panik. Wajahnya berubah pucat. “T-tunggu… Tristan, ini—”
“Diam.” Suara Tristan tegas dan menusuk.
Arina terdiam, matanya melebar.
Tristan menatap layar, lalu kembali menatapnya dengan tatapan tajam. “Jadi ini yang kau lakukan di luar? Menghina Tiwi, mendorong ibuku di depan umum, lalu membuat skandal besar yang mempermalukan nama keluargaku?”
Arina buru-buru bangkit, mencoba mendekati. “Tristan, aku bisa jelasin. Itu salah paham, aku cuma… aku emosi aja. Gadis itu—si Tiwi itu—dia keterlaluan! Dia bikin aku marah, jadi aku nggak sadar…”
Plak!
Suara tangan Tristan menghantam meja membuat Arina terlompat kaget.
“Cukup, Arina!” Tristan berdiri, tatapannya membara. “Aku sudah terlalu lama diam melihat sikapmu yang memalukan. Kau pikir aku tidak tahu cara kau memperlakukan orang lain? Kau pikir aku buta?”
Arina mundur setapak, wajahnya pucat. “Tapi Tristan… aku hanya ingin diperhatikan. Aku hanya ingin—”
“Tidak ada tapi!” Tristan memotong dengan suara lantang. “Dengar baik-baik. Aku tidak akan pernah menyukai wanita yang berani meremehkan orang lain, apalagi menyakiti ibuku. Kau dengar? Tidak akan pernah.”
Arina terdiam, tubuhnya gemetar.
Tristan mendekat, wajahnya serius, setiap kata keluar dengan dingin. “Aku beri kau peringatan terakhir. Jangan pernah muncul di hadapan ibuku. Jangan pernah mengusik Tiwi. Jika sekali lagi aku dengar kau berani melukai salah satu dari mereka, aku sendiri yang akan membuatmu menyesal.”
Arina tercekat. Air matanya menetes, tapi bukan karena penyesalan—lebih pada rasa sakit ditolak habis-habisan.
“Tristan… kamu beneran nggak ada rasa sama sekali sama aku?” suaranya bergetar.
Tristan menatapnya tanpa ragu. “Tidak. Dan tidak akan pernah.”
---
Arina keluar dari rumah sakit dengan wajah kusut. Ia menendang pintu mobilnya dengan kasar, lalu masuk ke dalam.
Tangannya mengepal erat, matanya merah penuh amarah.
“Tiwi… dasar perempuan kampung sok hebat! Karena kamu, Tristan makin jauh dariku. Karena kamu, aku dipermalukan di depan umum.”
Ia menggeram, kukunya hampir menancap ke telapak tangannya sendiri.
“Aku akan pastikan kamu nyesel pernah berani ngelawan aku. Aku akan kasih kamu pelajaran, biar kamu tahu siapa yang harusnya lebih pantas berdiri di samping Tristan.”
Kepalanya penuh dengan rencana kotor. Ia sudah memikirkan satu nama, seorang kenalannya yang tidak asing dengan cara-cara kotor: pria yang punya utang budi padanya.
Arina tersenyum miring. Senyum yang penuh kebencian.
“Bersiaplah, Tiwi. Aku akan pastikan hidupmu berubah jadi mimpi buruk.”
...----------------...
Di sisi lain
Malam semakin larut. Di rumah mamanya, Tristan duduk di ruang tamu, segelas kopi hitam di tangan. Ia masih teringat jelas video siang tadi.
Tatapan Tiwi yang berani, suara tegasnya membela Mama Tina, lalu tamparan yang dilayangkan ke wajah Arina.
Entah kenapa, Tristan tersenyum samar.
“Gadis itu… selalu saja bikin aku kagum.” gumamnya lirih.
Mama Tina keluar dari kamar, mengenakan piyama, lalu mendekati putranya. “Kamu belum tidur, Nak?”
Tristan menggeleng. “Belum, Ma. Aku masih kepikiran soal kejadian tadi.”
Mama Tina duduk di sebelahnya, menepuk tangannya pelan. “Kamu nggak perlu khawatir. Tiwi baik-baik saja. Malah, dia yang melindungi Mama.”
Tristan menatap ibunya serius. “Tapi tetap saja, Ma. Aku tidak akan membiarkan ada orang yang berani menyentuh Mama. Apalagi sampai mendorong. Itu sudah keterlaluan.”
Mama Tina tersenyum lembut. “Kamu anak yang baik. Tapi Mama juga ingin bilang sesuatu… jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Kadang orang seperti Arina itu memang harus dibiarkan jatuh dengan sendirinya.”
Tristan menghela napas. “Aku sudah beri dia peringatan terakhir. Kalau dia masih berani, aku tidak akan segan lagi.”
Mama Tina mengangguk, lalu memandang anaknya dengan tatapan penuh arti. “Kamu sadar, kan? Kalau Tiwi itu gadis yang istimewa. Mama lihat caranya melindungi orang, itu tanda hatinya tulus.”
Tristan terdiam sejenak, lalu tersenyum samar. “Aku tahu, Ma. Dan jujur saja… aku mulai merasa sesuatu pada dirinya.”
Mama Tina menepuk pundaknya, senyum puas menghias wajahnya. “Kalau memang itu jalanmu, Mama dukung.”
Di luar, angin malam berhembus lembut. Tapi di balik ketenangan itu, bahaya sudah mengintai.
Arina, dengan dendam membara, siap melancarkan rencananya. Dan Tiwi… tanpa sadar telah menjadi target permainan berbahaya.
Bersambung…
weezzzzz lah....di jamin tambah termehek-mehek kamu....🤭
Siapa sih orang nya yang akan diam saja, jika dapat perlakuan tidak baik dari orang lain? Tentunya orang itu juga akan melakukan pembalasan balik.
Lope lope sekebon Author......🔥🔥🔥🔥🔥
Tak kan mudah kalian menumbangkan
si bar bar ART.....💪🔥🔥🔥🔥🔥