Wulan, seorang bayi perempuan yang diasingkan ke sebuah hutan karena demi menyelamatkan hidupnya, harus tumbuh dibawah asuhan seekor Macan Kumbang yang menemukannya dibawa sebatang pohon beringin.
Ayahnya seorang Adipati yang memimpin wilayah Utara dengan sebuah kebijakan yang sangat adil dan menjadikan wilayah Kadipaten yang dipimpinnya makmur.
Akan tetapi, sebuah pemberontakan terjadi, dimana sang Adipati harus meregang nyawa bersama istrinya dalam masa pengejaran dihutan.
Apakah Wulan, bayi mungil itu dapat selamat dan membalaskan semua dendamnya? lalu bagaimana ia menjalani hidup yang penuh misteri, dan siapa yang menjadi dalang pembunuhan kedua orangtuanya?
Ikuti kisah selanjutnya...,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke khawatiran Sekti Rahayu
Ratu Sekti Rahayu
"Kanda Prabu. Mengapa Rajendra belum juga kembali? Sedangkan Patih Kamandaka sudah tiba diistana dan melaksanakan tugasnya." Ratu Sekti Rahayu terlihat sangat khawatir, ia sedang berjalan mondar dan mandir diruang kamarnya.
Sebuah dipan jati dengan ukiran mawar menghiasi kamar mereka.qq
"Entahlah, Dinda. Anak ini semakin lama semakin bertingkah aneh saja. Entah apa yang diinginkannya. Dinikahkan tidak mau, taunya keluyuran tidak jelas, dan pantas saja ia bersemangat saat mendapatkan tugas untuk menjemput Patih Kamandaka, ternyata itu kesempatan untuknya dapat keluar dari istana," Arsana terlihat berwajah masam.
Ia tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh puteranya, dan ia harus menanyainya jika sudah kembali nanti.
"Kamu harus bisa mendidiknya, Dinda. Jangan terlalu memanjakannya, lihatlah ia tumbuh menjadi sangat liar. Seharusnya Rajendra bercermin dari Narendra, yang lebih patuh dan memilih untuk diam diistana," Arsana menoleh ke arah sang permaisuri yang saat ini terlihat sedang gelisah.
Sontak saja hal itu membuat Sekti Rahayu merasa tersinggung. Bukankah itu tandanya secara tidak langsung jika suaminya sedang mengatakan jika dirinya tidak becus dalam mendidik putera mereka.
"Maaf, Kanda Prabu, jangan pernah menyamakan dinda dengan selir kanda yang bernama Cempaka itu. Dinda tidak pernah sudi jika harus dibanding-bandingkan," Sekti Rahayu terlihat terbakar hatinya.
Meskipun Cempaka sudah meninggal dunia, tetapi ia masih menyimpan rasa dendam padanya, sebab ada sesuatu hal yang membuatnya harus sampai berbagi kasih dan hampir saja dihukum di sumur pati karena fitnahannya.
Mendengar hal itu, Arsana terdiam dan memilih untuk tidak membahasnya lagi.
"Kalau begitu, perintahkan kepada para hulubalang agar segera mencarinya sebab pernikahan Narendra sebentar lagi akan dilaksanakan, dan akan ada upacara untuknya sebagai pelangkahan, agar ia tidak menjadi perjaka tua," titahnya dengan menegaskan ucapannya.
Ratu Sekti Rahayu hanya menganggukkan kepalanya. Ia keluar dari kamar dan menemui seorang punggawa kerajaan yang bertugas sebagai tangan kanan ratu Sekti Rahayu.
Ia akan memerintahkan beberapa hulubalang untuk mencari keberadaan sang pangeran.
Wanita itu berjalan dengan cukup cepat, ia akan pergi ke pavilion yang berada disisi selatan, dan terpisah dari bangunan utama.
Disana seorang pria yang berusia sekitar empat puluh tujuh tahun sedang menulis sesuatu diatas kertas yang terbuat dari daun lontar.
sebuah pengutik menjadi teman setianya. Ia adalah kakak lelaki ratu Sekti Rahayu yang ia percaya menjadi tangan kanannya.
Ratu Sekti mengeruk pintu, sedangkan sepasang mata sedang memperhatikannya dari balik dinding bangunan yang sudah terbuat dengan permanen, dan perekatnya menggunakan putih telur dan juga kapur serta pasir.
"Raden Mas Chokro, tolong buka pintunya, adinda ada keperluan yang sangat penting," ucapnya sembari mengetuk pintu, dan tatapannya menoleh ke kiri dan juga ke kanan, berusaha memastikan, apakah ada orang yang mengintainya atau tidak.
"Raden Mas Chokro," panggil Sekti Rahayu sekali lagi, dan berusaha menjaga nada suaranya, agar tidak mengundang kecurigaan pada para punggawa kerajaan, yang bisa saja sedang bertugas malam dan memergokinya.
Terdengar suara pintu dibuka, dan terlihat seorang pria bertubuh kekar berdiri diambang pintu. "Masuklah, Dimas," ia mempersilahkan Ratu Sekti Rahayu untuk masuk kedalam pavilion yang menjadi tempat beristirahatnya.
Wanita itu bergegas masuk, lalu pintu dikunci rapat.
Sekti menarik kursi kosong, lalu duduk disana dengan wajah yang gelisah.
"Ada apa, Dimas Ayu?" tanyanya dengan setenang mungkin.
"Kang Mas, Dimas merasa jika ada sesuatu yang berhubungan dengan keamanan kerajaan," ia mere-mas ujung jemarinya, sebagai cara menyembunyikan rasa cemasnya.
"Apa yang sudah membuatmu gusar?" tanya Chokro dengan penuh selidik. Sebagai seorang kakak laki-laki tentu saja ia akan membantu adik perempuannya, dan mewujudkan apapun keinginannya.
"Aku takut jika Narendra merebut kedudukan Rajendra. Apalagi sikapnya yang terlihat misterius dan saat ini mau dinikahkan oleh puteri dari Tumenggung Selatan. Bukankah Tumenggung itu yang sudah ikut dalam perampasan Adipati Utara dan menyebabkan mereka sekeluarga tewas, dan tidak tahu dimana rimbanya," ucap Sekti Rahayu dengan sangat hati-hati.
Chokro terdiam sejenak. Ia mencoba mencermati setiap ucapan dari adik perempuannya.
"Jika pernikahan ini terjadi, itu tandanya jika Raja sudah memberi ruang untuk seorang pemberontak masuk ke dalam lingkungan kerajaan apakah kita harus menggagalkan pernikahan ini?" tanya Chokro dengan nada yang sangat pelan, tetapi cukup hati-hati.
"Menurut, Kang Mas bagaimana? Aku sangat takut dalam mengambil keputusan, sebab pernikahan ini sudah disebarkan ke berbagai kalangan," Sekti Rahayu terlihat semakin gusar.
"Kita pantau dari dalam, maka akan terlihat sangat jelas," sahut Chokro dengan santai.
"Baiklah, Kang Mas. Saya ikut saja apa idenya. Dan Kanda Prabu meminta para hulubalang untuk mencari keberadaan Rajendra. kini Raja sudah mulai membandingkan puteraku dengan puteranya cempaka." rasa kesal terlihat jelas diraut wajahnya.
"Kita ikuti saja arusnya," Chokro mencoba menenangkan kegusaran adik perempuannya.
Sekti Rahayu akhirnya sedikit lega, setelah menceritakan semua kegusarannya.
Ia yakin, jika kakak lelakinya pasti membantunya.
"Dimas pamit dulu, dan kabarkan pada hulubalang untuk mencari dimana keberadaan Rajendra, mengapa hingga hari ini tidak juga kembali," ucapnya sekali lagi, sebelum ia benar-benar meninggalkan pavilion.
"Aku yang akan mencarinya sendiri. Sepertinya bocah tengil itu harus diberi sedikit pelajaran, agar tidak terlalu nakal,"
"Terserah kamu, Kang, aku permisi, takutnya Kanjeng Prabu mencurigaiku," ucapnya dengan nada sangat rendah, dan beranjak dari tempatnya.
****
Duk duk.duk
Suara langkah kaki kuda menyusuri hutan yang gelap, sebab sudah sangat larut malam.
Seorang gadis cantik sedang melakukan perjalanan menuju desa.
Hingga saat ia berada dilereng bukit terlihat kelap dan kelip cahaya dari pelita, sebuah lampu minyak yang terbuat dari wadah tanah liat, dan itu membuat sang gadis begitu takjub, sebab cahaya itu ada banyak terdapat dengan bentuk berjejer.
Pada masa itu, bahan bakarnya terbuat saei minyak kelapa, minyak lemak hewan, dan sebagainya.
Jika ia meneruskan perkalanannya, maka sehari perjalanan akan tiba, tetapi ia juga ingin beristirahat, sebab bari saja selesai melawan Siluman Kelabang.
Sesaat ia merasakan indera penciumannya mengendus sesuatu yang sangat gurih dan itu pertanda jika ada yang sedang memasak malam ini, tetapi siapa?
Perlahan ia menoleh kearah sebatang kayu, tempat dimana suara gemeretak ranting terbakar dan juga asap mengepul dibalik semak.
Gadis yang tak lain adalah Wulan Ningrum melompat dari punggung Turangga, dan berjalan mengendap menuju kearah tempat dimana ia mengendus aroma gurih yang membuat perutnya lapar.
Ia menyibak tumbuhan perdu, dan melihat sosok pemuda yang siang tadi sudah membuatnya kesal.
Lalu mengapa ia ada disini? Mengapa ia bisa berada dimana saja? Tentu saja hal itu membuat Wulan Ningrum merasa penasaran.
"Apakah kau sangat suka mengintip? Jika kau lapar kemarilah," ucapnya tanpa melihat ke arah gadis yang saat ini sedang disindirinya.
Andai bukan jelmaan jin, pasti udah mninggoy tuh kuda. 😆