Kekurangan kasih sayang dari papanya, membuat Jessica Maverick selalu mencari perhatian dengan melakukan tindakan di luar batas, hingga dia juluki sebagai manizer atau pemain pria.
Sampai-sampai pengawal yang ditugaskan untuk menjaga Jessica kerap kali mengundurkan diri. Mereka tidak sanggup memantau pergerakkan Jessica yang liar dan binal itu.
Tindakan yang dilakukan Jessica bukan tanpa sebab, dia hanya ingin mendapatkan perhatian dari sang papa. Namun, bukannya mendapatkan perhatian, malah berujung mendapatkan pengawalan lebih ketat dari sebelumnya.
Felix namanya, siapa sangka kehadiran pria berkacamata itu membuat hidup Jessica jadi tidak bebas. Jessica pun berencana membuat Felix tidak betah.
Apakah Felix sanggup menjalankan tugasnya sebagai bodyguard Jessica? Lalu apa yang akan terjadi bila tumbuh benih-benih cinta tanpa mereka sadari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Canggung
'Itu burungnya Felix ....'
Masih mematung di depan pintu kamar, pandangan Jessica masih tertuju pada ular piton Felix. Yang tampak besar sekali dan berwarna pink.
Pemandangan ini tentu saja menjadi pengalaman pertama bagi Jessica. Dia tak pernah melihat burung pria secara langsung hanya di film dewasa saja.
Cukup lama Jessica dan Felix sama-sama terdiam.
'Tidak mungkin itu burung Felix pasti aku sedang halusinasi sekarang.' Jessica mengira apa yang terjadi saat ini adalah imajinasinya.
Untuk memastikan hal itu Jessica kembali menutup pintu lagi. Lalu membukanya kembali. Namun, Jessica merasa aneh ketika melihat Felix di dalam kamar bergeming di posisi semula. Pria itu masih memegang keperkasaannya sambil memandang ke arahnya dengan raut wajah terkejut.
'Eh halusinasiku atau bukan sih?' pekik Jessica mulai merasa bahwa ini bukanlah halusinasinya.
Di dalam kamar Felix mulai keheranan dengan tingkah Jessica sekarang.
"Nona, saya bisa menjelaskan–"
"Ahhhh, burungmu menakutkan!" Menyadari hal ini bukan imajinasi, Jessica reflek berteriak lalu secepat kilat menutup pintu kamar dengan sangat kuat.
Brak!!!
Felix terperanjat dan buru-buru membersihkan cairan miliknya yang masih menetes di sekitar burungnya. Sementara di luar, Jessica berlari cepat menuju kamar sambil menutup kedua matanya sesekali dengan tangan.
"Ah, apa yang Felix yang lakukan? Dia sedang apa tadi?" Jessica dibuat kebingungan dengan adegan yang terjadi di kamar Felix tadi.
"Dia memanggil namaku untuk apa?" Lagi, Jessica berkata-kata sambil mondar mandir di dalam kamar.
Jessica juga sedang berusaha mencerna apa yang terjadi barusan. Pemandangan panas itu membuat jantung Jessica memompa amat cepat sekarang. Kendati demikian, ada rasa malu menjalar pula dalam dadanya.
Setelah mencoba mencari tahu sendiri dengan asal-asalan di dalam otak mungilnya itu. Jessica menebak apa yang dilakukan Felix tadi karena ulahnya. Sebab saat membuka pintu, dia sempat mendengar Felix menyebut namanya.
"Tidak mungkin gara-gara aku kan? Tidak mungkin, aaa Felix, kau sedang apa sih tadi?" Jessica tampak panik dan mulai memukul kepalanya sekarang.
Padahal tadi Jessica bermaksud ingin meminta maaf pada Felix. Dia tak mau kebodohannya membuat Felix berprasangka buruk makin dalam padanya. Lebih baik diselesaikan cepat-cepat. Jessica pun mengaku salah, tak mengetuk pintu kamar tadi.
"Aku harus bagaimana sekarang." Rasanya Jessica ingin menangis. Sekarang dia benar-benar tak mau menatap wajah Felix. Dia sangat malu, bukan karena ulahnya saja tapi juga karena tak sengaja memergoki Felix tadi.
Tok! Tok! Tok!
Bunyi ketukan di luar membuat Jessica terkejut. Dia spontan menghentikan gerakan kaki lalu menoleh ke arah pintu.
"Nona, ini saya, izinkan saya masuk."
Saat mendengar suara Felix di luar, jantung Jessica rasanya seperti akan melompat keluar sekarang.
"Iya." Secepat kilat Jessica memutar badan dan membelakangi Felix yang saat ini mulai membuka pintu kamar. Jessica tak berani memandang Felix. Dia terlanjur malu pada tingkah bodohnya tadi.
Melihat punggung Jessica, Felix mendadak canggung. Dia kemari karena ingin meminta maaf juga, karena dia yakin sekali Jessica mendengarnya tadi menyebut nama Jessica. Sebagai pengawal sudah seharusnya Felix tak boleh membuat Jessica merasa tidak nyaman padanya.
Ruangan seketika hening, Felix dan Jessica dirundung malu dengan sikap mereka sendiri.
"Felix, aku minta maaf karena tadi tidak mengetuk pintu kamarmu, percayalah yang aku lakukan tadi hanya sebuah lelucon kok, jangan terkejut." Jessica memberanikan diri berbicara.
Tak ada jawaban, Jessica mulai mengerutkan dahi. Jessica hendak bersuara lagi. Akan tetapi, Jessica dibuat terkejut saat tangannya tiba-tiba ditarik dari belakang hingga dia dan Felix saling berhadapan sekarang.
"Saya suka lelucon Nona, apa begitu cara Nona menggoda para pria."
Sontak balasan Felix, membuat Jessica tiba-tiba panik. Sebab tatapan Felix terasa amat dalam. Hal itu membuat dada Jessica kembali berdebar-debar tak karuan juga.
Jessica justru tersenyum hambar.
"Kau ini bicara apa sih, lelucon yang kulakukan tidak baik tahu, sudah sebaiknya kau kembali ke kamarmu, aku juga mau mandi."
"Tidak mau, tindakan saya tadi juga tidak pantas saya lakukan, Nona itu majikan saya dan saya harus dihukum sama Nona sekarang," kata Felix.
Jessica panik setengah mati. Sebab tatapan Felix sekarang terasa sangat berbeda, liar dan berbahaya seperti ingin sekali menerkamnya.
Jessica pun hendak memundurkan langkah kaki. Namun, Felix menahan tangannya tiba-tiba.
"Tapi Felix hmmf!"
siapa pulak itu yang datang