NovelToon NovelToon
The Runway Home

The Runway Home

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yayalifeupdate

Setelah menaklukan dunia mode internasional, Xanara kembali ke tanah air. Bukan karena rindu tapi karena ekspansi bisnis. Tapi pulang kadang lebih rumit dari pergi. Apalagi saat ia bertemu dengan seorang pria yang memesankan jas untuk pernikahannya yang akhirnya tak pernah terjadi. Tunangannya berselingkuh. Hatinya remuk. Dan perlahan, Xanara lah yang menjahit ulang kepercayaannya. Cinta memang tidak pernah dijahit rapi. Tapi mungkin, untuk pertama kalinya Xanara siap memakainya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayalifeupdate, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dibalik Pintu Yang Tertutup

Malam itu hujan turun oelan, membasahi kaca jendela kamar hotel mereka. Cahaya lampu kuning temaram menciptakan bayangan hangat di dinding.

 

Xanara berdiri di balkon, memandangi kilau air hujan di bawah. Tubuhnya masih mengenakan gaun satin tipis yang baru saja ia pakai setelah mandi. Dari belakang, suara pintu balkon yang di geser membuatnya menoleh. Harvey berdiri disana, dengan rambut sedikit basah, mata gelapnya menatap tanpa berpaling.

 

“Aku gak pernah bosan lihat kamu” suara Harvey berat nyaris serak.

 

“Kamu ngomong gitu terus” ucap Xanara dengan mengangkat satu alis.

 

“Karena itu yang aku rasakan terus”

 

Harvey mendekat, langkahnya mantap. Hanya butuh dua Langkah lagi sampai jarak mereka lenyap. Tagan kanannya terangkat, menyentuh perlahan garis rahang Xanara, lalu jari-jarinya mengusap lembut pipi yang mulai memanas.

 

Hening sejenak. Hanya suara hujan yang terdengar.

 

Kemudian tanpa aba-aba, bibir Harvey menempel pada bibir Xanara, hangat lembut dan semakin dalam.

 

Satu tangannya meraih pinggang Xanara, dan menarik tubuhnya.

 

Xanara terkejut, tapi genggaman itu membuatnya tak bisa mundur. Sentuhan bibir Harvey semakin menuntut, lidah mereka saling menyentuh singkat, memancing tarikan napas berat.

 

Gaun tipis yang dipakai Xanara tak banyak memberi jarak antara keduanya. Harvey menyadarinya, dan genggaman di pinggangnya berubah menjadi usapan perlahan, naik turun, membuat Xanara menggigit bibir bawahnya.

 

“Harvey” suara Xanara nyaris berbisik

“Hmm?” Harvey masih menatapnya dalam jarak wajah mereka hanya beberapa senti meter.

 

“Kamu terlalu dekat”

“Bagus, memang itu yang aku mau” ucap Harvey dengan tersenyum tipis.

 

Ia membimbing Xanara masuk ke dalam kamar, pintu balkon tertutp dengan bunyi klik yang pelan. Langkah mereka tak berhenti hingga punggung Xanara menyentuh dinding, dan ciuman itu kembali pecah, kali ini lebih panas, lebih dalam, dan penuh rasa ingin memiliki.

 

Setiap sentuhan terasa seperti percikan api yang menyambar kulit. Tangan Harvey tak lagi sekedar menahan, tapi mulai menjelajah, sementara Xanara yang awalnya hanya menerima, kini mulai membalas dengan keberanian.

 

Harvey semakin menekan tubuh Xanara ke dinding. Membuat Xanara bisa merasakan detak jantungnya yang cepat, seirama dengan napas mereka yang mulai tak beraturan.

 

Tangan hangat menyusuri punggung Xanara, menyapu pelan hingga jemarinya menemukan lekuk pinggang itu. Gaun tipis yang membungkus tubuhnya membuat setiapn sentuhan seperti listrik yang menyambar kulit.

 

Xanara mencoba berkata sesuatu, tapi bibirnya di tangkap oleh Harvey, dan ciuman itu kali ini dalam, menuntut dan tak memberi celah untuk menghindar.

 

Lidah mereka saling mencari, saling menguasai dan setiap kali hendak menarik napas, Harvey seolah sengaja mendekatkan wajahnya lebih lagi.

 

Suara hujan menghantam kaca menjadi musik latar bagi ritme mereka. Lampu kuning kamar memantulkan bayanga tubuh yang bergerak, tak lagi ragu.

 

Harvey mengangkatnya sedikit, membuat kaki Xanara terangkat dan secara refleks melingkar di pinggangnya. Nafas mereka semakin berat, dada mereka saling menekan tanpa jarak. Xanara merasakan kulit lehernya tersapu bibir Harvey, menciptakan sensasi yang membuatnya tak mampu berpikir jernih.

 

“Harvey” suara Xanara bergetar di telinga pria itu.

 

Harvey menatapnya dari jarak sangat dekat, senyum tipis di bibirnya penuh goda.

 

“Kamu tahu Xanara, kamu membuat aku gak mau berhenti”

 

Harvey membawa Xanara kearah ranjang, tubuh mereka jatuh bersamaan diatas Kasur empuk. Dan perlahan gaun tipis itu melorot di bahu, dan tangan Harvey tak lagi sekedar menyentuh, ia mulai menelusuri, menghafal, dan mengklaim setiap inci yang diinginkan.

 

Ciuman semakin liar, napas mereka membaur dan dunia luar kamar hotel seolah hilang sama sekali.

 

Suara hujan diluar semakin deras, seolah ikut mengiringi ritme tubuh mereka yang makin larut dalam keintiman.

 

Harvey menatap xanara seakan hanya dia yang ada di dunia ini, lalu kembali menunduk. Bibirnya menelusuri garis rahang hingga ke lekuk leher, meninggalkan jejak hangat yang membuat Xanara tidak mampu menahan desahannya.

 

Gaun tipis itu akhirnya terlepas sepenuhnya, dan sentuhan kulit mereka bertemu tanpa penghalang, hangat, intens, penuh listrik.

 

Tangan Harvey bergerak pasti, menelusuri lekuk tubuh Xanara, menemukan titik yang membuat Xanara melengkung tanpa sadar, mencari lebih banyak.

 

Napas mereka berpacu, tatapan mereka terkunci taka da lagi kata-kata, hanya bahasa tubuh yang berbicara. Harvey menunduk lagi, ciumannya kali ini begitu dalam hingga Xanara merasa seluruh napasnya diserap olehnya.

 

Gerakan mereka mulai berirama, perlahan namun semakin intens. Xanara mencengkeram erat bahu Harvey, merasakan setiap tarikan dan dorongan yang semakin cepat, semakin menuntut. Suara deras hujan bercampur desahan tertahan, membentuk simfoni yang hanya mereka yang bisa mengerti.

 

Puncak itu datang seperti gelombang besar, membawa keduanya ke titik dimana tubuh mereka menegang bersamaan, lalu melepaskan semua sisa-sisa kendali. Napas mereka pecah, dada mereka naik turun cepat, dan untuk sesaat dunia terasa benar-benar berhenti.

 

Harvey tetap memeluk erat, bibirnya mengecup pelipis Xanara dengan lembut.

 

“Kamu milikku, Xanara” Bisiknya dengan nada yang tak lagi menyisakan keraguan.

 

Pelukan itu tidak goyah, bahkan ketika napas mereka mulai kembali teratur, Xanara menyandarkan kepalanya di dada Harvey, mendengarkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. Hangat kulitnya membuat hujan diluar terasa semakin jauh.

 

Harvey mengusap punggung Xanara perlahan, seolah menennagkan badai yang tadi mereka ciptakan.

 

“Aku gak akan melepas kamu” ujarnya pelan namun pasti.

 

Xanara hanya tersenyum kecil, tanpa perlu menjawab. Karena untuk pertama kalinya, ia percaya, jika kata-kata itu bukan janji kosong.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!