NovelToon NovelToon
BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Kehidupan Tentara / Roman-Angst Mafia
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yuni_Hasibuan

Ini tentang TIGA TRILIUN...
yang dipermainkan oleh DIMITRY SACHA MYKAELENKO, hanya demi satu tujuan:
menjebak gadis yang sejak kecil selalu menghantui pikirannya.

Dialah Brea Celestine Simamora—putri Letkol Gerung Simamora, seorang TNI koplak tapi legendaris.
Pak Tua itulah yang pernah menyelamatkan Dimitry kecil, saat ia bersembunyi di Aceh, di tengah api konflik berdarah.

Kenapa Dimitry sembunyi? Karena dialah
pewaris Mykaelenko—BRATVA kelas dunia

Kepala kecilnya pernah di bandrol selangit, sebab nama Mykaelenko bukan sekadar harta.
Mereka menguasai peredaran berlian: mata uang para raja, juga obsesi para penjahat.

Sialnya, pewaris absurd itu jatuh cinta secara brutal. Entah karena pembangkangan Brea semakin liar, atau karena ulah ayah si gadis—yang berhasil 'MENGKOPLAKI' hidup Dimitry.

Dan demi cinta itu… Dimitry rela menyamar jadi BENCONG, menjerat Brea dalam permainan maut.

WARNING! ⚠️
"Isi cerita murni fiksi. Tangung sendiri Resiko KRAM karena tertawa"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Titik hijau: artinya Menantu Mykaelenko

-Dua Minggu yang lalu-

***

Pintu kamar terbanting. Pak Mora muncul dengan napas tersengal, matanya liar menyisir setiap sudut ruangan. Panggilan telepon yang diputus sepihak dengan Dimitry masih meninggalkan debar kencang di dadanya.

"Mana...? Mana Kalungnya?"

Brea, yang sedang asyik di ruang keluarga, menengok. Dengan polosnya ia mengacungkan kalung itu. "Ini yah, kalungnya. Udah aku cuci dan bersihkan sih tadi. Semoga nggak sampe bau ee, karena aku belum sempet BAB kok. Paling.. cuma Bau Karbol sama sunlight."

Tanpa basa-basi, tangan Pak Mora menyambar kalung itu dari genggaman Brea. Rasanya seperti menyelamatkan harta karun yang nyaris tenggelam. "Sinih. Bawa kemari kalungnya, biar aku simpan dulu ya. Dari pada ilang beneran sama kau."

Wajah Brea langsung merundung. "Loh kok di ambil lagi sih, yah? Katanya itu warisan keluarga, dan sudah di kasih buat aku ?"

Pak Mora terdengar, otaknya berputar mencari alasan. "Enggak! eh maksudnya, Warisannya nanti aja kau pegang, setelah Ku ganti dengan yang baru." Ucapnya buru-buru sebelum berbalik dan berjalan cepat meninggalkan ruangan, memeluk erat kalung itu seolah nyawanya bergantung padanya. Ia meninggalkan Brea yang masih bingung dan Bu Mayang yang hanya bisa terpana.

"Mak,, memangnya bisa ya,,, Warisan keluarga di ganti sama yang baru? Kalau pun bisa, namanya udah ganti bukan warisan lagi, tapi hadiah yang tertukar." celetuk Brea pada ibunya, logika polosnya tak menerima.

Bu Mayang menggeleng-gelengkan kepala penuh ironi. Ia memandangi kedua manusia paling berharga dalam hidupnya itu—seorang suami yang panik seperti kebakaran jenggot dan seorang anak yang polosnya bikin geleng-geleng—dengan perpaduan rasa haru dan geli.

Dan tentu saja, tujuan Pak Mora sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Dengan tekad membara, ia menyetir mobilnya seperti pembalap menuju kediaman megah keluarga Mykaelenko. Seandainya ada teknologi teleportasi, pasti sudah digunakannya saat itu juga untuk meredakan gemuruh kekhawatiran dalam hatinya.

Beruntung, sesampainya di gerbang besi yang megah, Dimitry sudah ada di sana untuk menyambutnya—sebuah keanehan mengingat seharusnya pada jam segini ia masih terjebak dalam jadwal pemotretan yang padat. Namun firasatnya mengatakan Pak Mora akan datang membawa 'masalah', dan ia memilih untuk membatalkan segalanya.

"Dimitry, cepat.. ayo sini. Coba kau lihat, berlian di kalung ini ada yang rusak, atau ada yang hilang apa enggak?!" seru Pak Mora begitu pintu terbuka, tanpa sempat memberi waktu Dimitry untuk melepas jaket atau menaruh tasnya.

"Sabar Pak,,, tenang dulu." ujar Dimitry mencoba menenangkan.

Dengan tenang ia mengeluarkan sepasang sarung tangan putih dan sebuah loupe (kaca pembesar 10x) dari tasnya—perlengkapan standar seorang ahli permata.

"Alahmak! Kau aja saking hati-hatinya pegang kalung itu sampai pakai sarung tangan segala. Sementara anakku, kalungnya malah dia masukkannya ke dalam WC." keluh Pak Mora, wajahnya memancarkan campuran rasa frustrasi dan prihatin yang begitu tulus.

"Puftt..."

Spontan, Dimitry tidak bisa menahan ledakan tawanya. Di balik kepanikan itu, keluguan dan kejujuran Pak Mora justru menjadi penghibur yang paling menyegarkan baginya.

Ia pun menghela napas lega. Setelah diperiksa dengan saksama, akhirnya ia bisa memastikan. "Tenang aja Pak, Batu permatanya nggak ada yang hilang kok, masih utuh, cuma lecet sedikit. mungkin karena di bersihkan terlalu lama pakai detergen yang salah," ujarnya, meletakkan kaca pembesarnya.

Pak Mora mengerutkan kening, rasa penasaran dan kesal beradu di dadanya. "Hah? Di cuci pakek sabun sembarangan maksudnya?"

Dimitry hanya mengangguk kecil, konfirmasi sederhana yang justru membuat Pak Mora makin frustasi.

"Itu pasti ulahnya Brea. Tadi dia bilang sempat di cuci pakai sunlight sama karbol karena takut bau Ee," celetuk Pak Mora sambil geleng-geleng. Rasanya dia ingin memeluk kepala sendiri.

Puftt..

Sekali lagi, Dimitry tidak bisa menahan tawanya. Ledakan tawa kecilnya memecah ketegangan. Dengan senyum masih mengembang, ia akhirnya jujur. "Aku pakai sarung tangan bukan karena mau hati-hati, atau nggak mau pegang sembarangan Pak. Tapi karena katanya tadi Kalungnya sempat masuk ke dalam WC, Ya? Aku cuma takut aja, kalau permatanya sudah terkontaminasi dengan bakteri E coli," ucap Dimitry ceplas-ceplos. Di sinilah, di hadapan keluarga ini, topengnya sebagai Dimitry si pengusaha dingin benar-benar luruh. Hanya di sini dia bisa sebebas ini.

"Alahmak... iya juga ya? Kenapa aku malah kepikiran kalau kau terlalu hati-hati karena takut kalungnya rusak kalau di pegang pakai tangan langsung?" ucap Pak Mora, salah tingkah. Logika Dimitry yang sederhana tapi masuk akal itu membuatnya merasa agak norak.

"Tapi sekarang sudah ngga perlu pakai sarung tangan lagi, karena Brea sudah mencucinya dengan baik, sampai terlewat bersih kayak gini," ucap Dimitry. Dengan tiba-tiba dan tanpa beban, ia melepas sarung tangannya dan... mulai memutar-mutar kalung berlian itu di jarinya seperti baling-baling!

"Woy.. Woy! Jangan kau putar-putar gitulah. Nanti kalau makin rusak kek mana? Aku nggak mau ganti ya, kalau kau yang rusakin kalungnya!" sergah Pak Mora, jantungnya berdebar kencang. Melihat kalung seharga tiga triliun dipermainkan seperti mainan bambu Doraemon, darahnya langsung naik.

"Ok.. Ok.. Aku berhenti, nggak main putar-putaran lagi," kekeh Dimitry, masih takjub sekaligus terhibur oleh reaksi dramatis Pak Mora.

"Inih.. Ambil lagi kalungya Pak, balikin lagi ke Brea. Sudah ku periksa dan nggak ada yang rusak. Chipset GPS tracker di dalamnya juga masih ok," lanjut Dimitry sambil menyodorkan kalung itu.

Tapi tangan Pak Mora buru-buru menepis, wajahnya langsung pucat pasi. "Nggak! Aku nggak mau terima pemberian semahal itu. kejadian kalung hilang hari ini aja udah bikin aku sama istriku hampir mati kejang. Sekarang... malah kau suruh aku terima kalung itu lagi."

"Aku ngak mau!" ucap Pak Mora ngotot, bersikukuh dengan pendiriannya.

Dimitry pun terdiam. Senyumnya pun menghilang. Pikirannya berputar kencang.

Ini di luar rencananya.

Segala usaha dan risiko yang sudah dia ambil untuk membuat kalung itu jatuh ke tangan Brea, ternyata ditolak mentah-mentah. Gadis incarannya, dan kekacauan heboh yang dia idam-idamkan, bisa sirna seketika.

Dan itu artinya, dia harus mengulang segalanya dari awal lagi.

'Gak mungkin..' Batinnya mengeluh jengkel. Matanya menyipit, sebuah rencana licik pun mulai terbetik. Dia harus memutar otak, untuk mengerjai Pak Mora sekali lagi.

Dimitry mengamati raut wajah Pak Mora yang masih ragu. Dengan tenang, ia mencoba pendekatan yang berbeda, suaranya lembut namun penuh keyakinan. "Hum,,, Bapak yakin mau menolak kalung ini? Padahal di dalamnya ada Chipset tracker yang pernah menyelamatkan Brea Loh. Apa nggak sayang, kalau Chipset sebagus itu, di tolak gitu aja?"

Pak Mora terdiam sejenak, alisnya berkerut dalam pertimbangan yang dalam. "Hum,,, iya sih. Sayang juga. Apalagi gara-gara GPS itu, aku bisa menemukan Brea." Namun, kekhawatirannya yang utama segera muncul kembali. "Tapi masalahnya, ini bukan sekedar chipset, Lho. ini tentang kalung harga tiga Triliun. Kalau Kalungnya kenapa-kenapa aku ngga sanggup ganti rugi."

Melihat keteguhan itu mulai retak, Dimitry segera melancarkan serangan yang langsung menyentuh naluri keayahannya. "Gimana kalau gara-gara kalung itu nggak ada, dan malah Brea yang kenapa-kenapa? Memangnya bapak sanggup membayangkan? Memangnya ada cara buat ganti ruginya?"

Deg!

Kata-kata itu menghunjam tepat di hati Pak Mora. Matanya langsung berkaca-kaca, membayangkan hal terburuk yang mungkin menimpa putrinya. "Enggak!!! Aku nggak mau anakku kenapa-kenapa. Di Dunia ini, nggak ada yang bisa di pakek buat menggantikan Brea." protesnya spontan, penuh dengan emosi seorang ayah.

Memanfaatkan momen itu, Dimitry berbicara dengan nada yang paling meyakinkan. "Jadi,,, nggak masalah dong, kalau kalung ini kita kembalikan ke Brea lagi? Bukan apa-apa, Pak. Aku cuma niat membantu. Dan yang aku tau, caranya ya cuma itu."

Namun, Pak Mora tidak serta merta menyerah. Pikirannya yang praktis segera mencari solusi alternatif. "Eh,, kek mana kalau misalnya Chipset itu di lepas aja? Di pasang ke benda lain, gitu... Yang lebih murah. Kan kalau rusak, atau hilang, nggak terlalu sayang." Ide itu terdengar sangat masuk akal dari sudut pandangnya.

Tapi Dimitry sudah siap. Dengan wajah yang serius seolah-olah sedang membocorkan rahia keluarga besar, ia mulai menjabarkan cerita yang dibuat-buat. "Bisa sih pak, kalau Chipsetnya mau di lepas. Tapi harus merusak permatanya dulu. Karena chipset itu memang sengaja di tanam dalam permata."

Dia melanjutkan, menambahkan lapisan misteri dan eksklusivitas. "Di tambah, chipset itu bukan sembarangan Chipset. Itu sudah di Kustom khusus untuk keluarga Mykaelenko. Warna merah jumlahnya cuma ada 6 di dunia. Itu khusus untuk darah asli, atau penerus Mykaelenko seperti punyaku ini."

Lalu, ia melemparkan kalimat penutup yang paling mematikan. "Dan chipset warna hijau seperti yang ada di kalung ini, cuma ada dua di dunia. satunya di kalung ini, satunya lagi, ada di dalam tulang sumsum ibuku. Itu karena dia adalah satu-satunya menantunya di keluarga Mykaelenko."

Jeder!!!

Penjelasan panjang lebar itu mungkin tidak semuanya dipahami, tetapi satu kata bergema sangat keras di telinga Pak Mora: "menantu". Kata itu menggantung di udara, penuh dengan implikasi yang membuatnya terpana dan sama sekali tidak menyangka.

***

1
sasi Cia
Alamakkkk...share lock aja WC nya di mana 😭😭😭
sasi Cia
Whahahaha
sasi Cia
GO GO GO!!
Xavia
Jelek, bosen.
sasi Cia: idihhh alay lu! manusia kek kau ini, cuma bisa koar koar, ngekritik kosong, mulut besar, cocok banget tinggal di hutan, soal nya gak guna ,🙊🙊
total 2 replies
Esmeralda Gonzalez
Aku suka banget sama karakter tokoh utamanya, semoga nanti ada kelanjutannya lagi!
Yuni_Hasibuan: Sip,,,,
Terimakasih banyak Say.
Tetep ikutin terus.. Ku usahakan baka update setiap hari.


Soalnya ini setengah Based dari true story. Ups,,, keceplosan.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!