Lian shen ,seorang pemuda yatim yang mendapat kn sebuah pedang naga kuno
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dwi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jembatan Tulang Naga
Begitu Shen dan Lin Feng melewati pintu bercahaya dari Aula Seribu Cermin, udara mendadak berubah dingin menusuk tulang. Mereka kini berdiri di tepi jurang yang begitu luas hingga ujung seberangnya sulit terlihat. Dari dalam jurang terdengar raungan aneh, seperti ribuan suara naga yang menjerit bersamaan.
Satu-satunya jalan ke seberang adalah sebuah jembatan raksasa yang terbentang di atas kegelapan. Jembatan itu terbuat dari tulang-tulang putih yang tersusun rapat, masing-masing sebesar batang pohon kuno. Ada rusuk, tengkorak, bahkan tulang punggung naga yang dijadikan pijakan. Beberapa di antaranya masih berkilau samar, seolah menyimpan sisa kehidupan yang belum benar-benar padam.
Lin Feng menelan ludah. “Itu... benar-benar tulang naga?”
Shen mengangguk perlahan. “Sepertinya naga-naga kuno pernah dikorbankan di sini. Tempat ini... pasti merupakan medan perang besar di masa lalu.”
Mereka melangkah perlahan ke atas jembatan. Setiap langkah menimbulkan bunyi retakan halus, membuat hati berdebar tak menentu. Kabut hitam pekat bergulung dari jurang, membentuk wajah-wajah menyeramkan yang berbisik dengan suara memanggil.
“Kembali... jangan lanjutkan... kalian akan mati di sini...”
Lin Feng menggigil. “Suara ini... terasa seperti masuk ke dalam kepalaku.”
Shen memejamkan mata sejenak, menyalurkan energi naganya ke tubuh, menciptakan lapisan cahaya emas tipis di sekitarnya. “Ini suara roh naga yang belum bisa beristirahat. Jangan dengarkan.”
Namun semakin jauh mereka melangkah, semakin kuat bisikan itu. Wajah-wajah naga mulai muncul dari kabut, melayang di sekitar mereka. Beberapa bahkan mencoba menggigit, membuat Lin Feng refleks mengayunkan pedang. Tebasan itu menembus kabut, tapi setiap wajah segera muncul kembali.
Tiba-tiba, jembatan bergetar keras. Dari sela-sela tulang, muncul bayangan naga raksasa, tubuhnya hitam pekat dengan mata merah menyala. Nafasnya memuntahkan kabut kegelapan yang hampir menelan jembatan.
“Naga penjaga...” Shen mendesis, bersiap dengan pedangnya.
Naga itu meraung, suaranya mengguncang jembatan. “Berani sekali kalian berjalan di tulang saudara-saudaraku. Jika ingin melintas, buktikan bahwa kalian pantas.”
Tanpa menunggu jawaban, naga itu menghantam dengan cakar hitamnya. Shen melompat ke depan, menangkis dengan pedang. Benturan itu membuat tubuhnya terlempar ke belakang, hampir jatuh dari jembatan, tapi Lin Feng segera menariknya kembali.
“Kita tidak bisa bertahan lama kalau hanya menangkis!” teriak Lin Feng.
Shen mengangguk cepat. “Kita harus menyerang inti kabutnya, bukan tubuhnya.”
Mereka bergerak bersamaan. Lin Feng berlari ke sisi kiri, mencoba menarik perhatian naga dengan hujan serangan cepat. Shen, di sisi lain, menyalurkan energi naganya ke pedang, hingga cahaya emas membentuk bilah tambahan yang jauh lebih panjang.
Naga hitam itu membuka mulut, menyemburkan napas kegelapan yang menyapu seluruh jembatan. Tulang-tulang berderak, sebagian hancur, membuat celah besar menganga. Lin Feng hampir terperosok, namun ia melompat tepat waktu, pedangnya menancap di tulang untuk bertahan.
“Sekarang, Shen!” ia berteriak.
Shen menutup jarak, melompat tinggi, lalu menebas tepat ke arah dada naga. Cahaya emas menusuk kabut hitam, menembus hingga ke inti merah yang berdenyut di dalam tubuhnya. Naga itu meraung panjang, tubuhnya bergetar, lalu meledak menjadi kabut hitam yang tersebar ke langit.
Namun meski naga itu lenyap, jembatan masih bergetar. Tulang-tulang naga bergetar seperti hidup kembali. Dari kejauhan, terdengar ribuan suara raungan. Tulang-tulang yang mereka pijak menyala samar, memancarkan cahaya putih yang membuat kabut mundur perlahan.
Lin Feng terengah, menatap ke bawah jurang. “Seolah... naga-naga yang mati di sini akhirnya bisa beristirahat.”
Shen mengangguk, menatap cahaya putih itu dengan tenang. “Pertarungan kita mungkin membebaskan roh mereka. Itulah sebabnya jalan ini akhirnya menerima kita.”
Jembatan berhenti bergetar. Di ujung seberang, pintu batu raksasa muncul, dihiasi pahatan naga yang kini bersinar putih murni, berbeda dari sebelumnya yang selalu dipenuhi kegelapan.
Shen menoleh pada Lin Feng. “Ayo. Kita sudah melewati terlalu banyak ujian untuk berhenti di sini.”
Lin Feng mengangguk, meski tubuhnya masih gemetar. “Aku mulai merasa... setiap langkah kita semakin mendekat pada sesuatu yang jauh lebih besar. Seakan semua ini baru awal dari kebenaran yang tersembunyi.”
Tanpa kata lagi, mereka melangkah bersama menyeberangi sisa jembatan, menuju pintu berikutnya.
---