"I think I'm addicted to your body"-Jeffranz Altair-
Sherra menyesali keputusannya malam itu. Malam dimana ia menyerahkan tubuhnya pada cinta pertamanya---Jeffranz Altair si Perisai PASBARA yang terkenal dingin dan kasar.
Sherra menyesal. Karena setelah hari itu sikap Jeff berubah. Yang awalnya benci menjadi terobsesi.
Jeff menghancurkan masa depan Sherra dengan mengurung gadis itu dalam hubungan rahasia.
Sherra terpaksa menjadi selingkuhan.
Diperlakukan layaknya binatang.
Hingga dianggap wanita murahan.
Hidupnya hancur berantakan. Namun Jeff sama sekali tak peduli.
Karena bagi Jeff apa yang ia lakukan pada Sherra, adalah hukuman karena gadis itu berani mengusiknya.
-----
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andara prina Larasati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Caca dan Kai
Benar saja, saat Jeff datang ke markas ia sudah di suguhkan dengan pemandangan ketuanya yang babak belur. Shakka sama sekali tak memberi penjelasan apapun selain jika ia memang di habisi karena suatu hal yang akan terungkap beberapa hari lagi.
Semua orang menduga ini pasti ada hubungannya dengan Pasdela. Secara, hanya mereka lah musuh Pasbara sejauh ini. Bukti itu di dukung dengan seseorang yang tertinggal di komplotan mereka saat Pasbara datang..
"Yang terpenting, kita harus ngalahin mereka di pertandingan nanti"Cetus Shakka membangkitkan semangat mereka.
Benar setidaknya, Pasbara tak boleh kalah. Demi harga diri sekolah mereka.
________
Sherra hampir mati kebosanan kalau saja tidak ada televisi dan ponsel di ruangan ini. Setelah Jeff Pergi ia sama sekali tak melakukan aktivitas apapun selain membersihkan diri lalu terbaring di kasur sambil sesekali melirik ponselnya. Siaga jika ada telpon dari suster perihal mamanya.
Sedang asyik menonton film di depannya tiba tiba ponselnya berdering. Ia menatap layar yang dimana terpampang nomor tak di kenal.
Sherra mengernyit ragu, namun ia malah mengangkat telfon tersebut
"Ha-hallo?"
Tak ada sahutan dari sana. Sherra yang merasakan adanya kejanggalan langsung menjauhkan ponselnya.
"Kayaknya salah sambung" Ujarnya. Tapi saat hendak mengakhiri panggilan seketika terdengar suara seorang pria dari sebrang sana.
"Sherra... " netra gadis itu membola.
Kenapa tiba tiba orang ini tau namanya?
"Ini Papa...." Sherra melempar ponsel tersebut lalu menutup mulutnya tak percaya. Gadis itu terus menatap ppnsel yang masih meyala itu dengan tatapan tak percaya.
Papa katanya? Sherra memang sudah lama tak pernah mendengar suara itu. Namun setengah hatinya merakan firasat ikatan kala suaranya menggema di indra pendengaran Sherra.
"Sherra, kamu masih disana? Gimana kabar kamu?" Sherra kembali meraih ponselnya dengan tangan gemetaran.
"Maaf anda salah orang!"
Klik
Telpon terputus. Sherra menyandarkan tubuhnya kemudian dengan wajah yang tertutup dua tangannya. Netra gadis itu berkaca kaca.
Papa katanya. Orang yang dulu Sherra harapkan kehadirannya. Jiwa gadis itu sedikit terguncang bukan karena orang di telpon itu tapi tentang ingatan dimana Mama Dinda selalu menceritakan sosoknya yang tak pernah ada.
"Kalaupun emang Papa, kenapa baru datang sekarang?"
Lantas kemana dia saat Sherra dan Mama Dinda membutuhkannya dulu?
______
Kai pulang dalam keadaan penuh emosi. Bagaimana tidak? Arsen salah satu anggota mereka dihabisi hingga babak belur oleh musuh mereka sendiri. Kai tentu tak terima.
Lelaki itu mengendarai mototnya sambil mengumpati orang yang sudah mencelakai Arsen. Kalau bukan karena pertandingan yang akan dilaksanakam 2 hari lagi Pasdela mungkin akan menyerang mereka sekarang.
TINN
TINNNN
Kai segera mengerem motornya saat ia hampir menabrak orang lagi. Kali ini sama, seorang perempuan yang hendak memyebrang dengan baju tidur hijau toskanya. Kai segera melepas helmnya sedangkan perempuan itu mulai mundur kembali kearah terotoar dan berdiri disana sambil menutup wajahnya.
"Caca! Kenapa lo bisa ada disini malem malem?" Panik Kai saat melihat gadis yag ditolongnya berada di hadapannya kini.
"Ka-kai... " Sebelah wajah gadis itu terlihat memerah.
"Hei, lo kenapa?" Kai menatap gadis itu khawatir. Tapi bukannya menjawab Caca malah menangis. Membuat Kai langsung membawa gadis itu kedalam pelukannya.
"Sorry, tapi sahabat gue bilang cewe bakal tenang kalau dipeluk" Ujar lelaki itu. Caca menangis. Ada hal yang membuatnya bisa serapuh ini namun sulit ia ceritakan pada siapapun.
_______
Kai menyerahkan segelas kopi pada Caca yang duduk sambil tertunduk di salah satu kursi cafe. Kai memang sengaja membawa gadis itu ke Cafe Favoritnya untuk menenangkan hatinya.
Ia pun duduk disamping Caca sambil meminum kopi miliknya. Gadis itu masih diam sambil sesekali menyeruput kopinya drngan dua tangan.
"Lo gasuka kopi ya?"Ujar Kai melihat Caca yang meminum kopinya dengan ragu ragu. Gadis itu sontak mengangkat wajahnya lalu menggeleng.
"Suka kok" balasnya cepat.
"Kopinya masih panas. Aku gak bisa minum minuman yang masih panas, lidah aku gak kuat" Kai tertawa. Caca ini sebenarnya gadis yang lucu. Lucu maksud Kai disini adalah ia pintar memainkan ekspresinya yang polos hingga terlihat menggemaskan.
"Lo lagi ada masalah ya?" Celetuk Kai melihat gadis itu yang melamun sedari tadi. Caca menoleh.
"Hm, dikit" Kai tak yakin.
"Lo kabur dari rumah?" Caca lamgsung menyilangkan tangannya.
"Enggak kok"Elaknya. "Gue cuman lagi nyari angin aja"
Namun Kai bukanlah orang yang bodoh. Ia juga pernah berada di fase jika rumah bukanlah tempat ternyaman untuk pulang. Bahkan dulu ia sering keluar malam hanya untuk mencari ketenangan.
Jadi, apa yang dilihatnya pada Caca adalah hal pernah ia rasakan sebelumnya.
"Gausah bohong sama gue. Lo pasti lagi gak nyaman dirumah kan? Soalnya dulu kalau gue ada problem dirumah gue suka keluyuran, sama kaya lo gini"Kai tiba tiba bercerita membuat Caca semakin menatapnya penasaran.
"Pergi tanpa tujuan sampe cape biar pas pulang langsung tidur" Caca mengangguk. Sebenarnya ada banyak hal yang ia sembunyikkan selama ini. Terutama tentang keluarganya, gadis itu memiliki luka tersembunyi yang di paksa untuk terus tertutupi agar ia tak tersiksa, lagi.
"Hm, kayaknya iya"Balas Caca pada akhirnya. Kai terkekeh.
"Kata orang, rumah itu tempat untuk pulang. Tapi kenapa aku gak pernah merasakan hal itu ya?"Kai menaikkan sebelah alisnya.
"Maksud aku kaya. Rumah yang harusnya jadi tempat berlindung justru malah bikin aku tersiksa disana" Lanjut Caca. Kai mangut mangut mengerti.
"Kadang rumah itu gak harus berbentuk bangunan" ujar Kai. Mengeluarkan rokoknya sambil menatap Caca.
"Boleh?" Ijinnya pada Caca hendak merokok.
"Ngapain ijin segala. Emang aku siapanya kamu?" Kai tertawa lalu menyalaka rokoknya dengan pematik yang ia punya.
"Takutnya lo ada alergi asep rokok" balasnya.
"Lanjutin yang tadi. Rumah itu gak harus bangunan artinya lo curhat sama temen lo, lo punya tempat cerita atau bahkan lo nyaman dan tenang sama orang yang lo cinta. Itu udah rumah" Tutur Kai bijaksana seperti biasanya.
"Rumah sesungguhnya adalah tempat lo menetap" Lanjut lelaki itu tersenyum kearah Caca.
"Kalau rumah cuman untuk pulang, kemungkinan kita akan pergi lagi kan? Tapi kalau menetap? Itu artinya lo nyaman dan tenang sehingga gaada alasan lo untuk pergi" Caca terdiam. Benar, rupanya selama ini ia belum menemukan arti ketenangan hingga ia selalu merasa berjalan tanpa tentu arah dengan sesak di dada dan luka yag menganga. Tanpa penyembuh juga tempat bercerita.
Karena ternyata, ia belum menemukan rumah untuknya menetap.
______
Sherra menyiapkan sarapan di dapur kecil apartemen Jeff. Setelah tadi malam lelaki itu memelukmya semalaman Sherra baru bisa bnagkut dari kasur sekitar setengah 6 pagi lalu mulai meggerakkan tubuhnya untuk memasak dan mandi untuk berangkat kesekolah. Karena ia tak memakai baju ganti jadi rencananya ia akan ke rumah sakit sebentar untuk menyiapkan peralatan dan seragam lalu pergi kesekolah.
Itulah kenapa ia harus bangun pagi pagi sekali agar bisa mengejar Jam masuk agar tak terlambat.
"Masak apa?"Sherra terperanjat saat tiba tiba Jeff memeluk pinggangnya.
"Astaga Jeff! Ngagetin tau gak?" Bukannya merasa bersalah lelaki itu malah tertawa kecil sambil terus memperhatikan Sherra yang tengah memasak nasi goreng.
"Gue gatau kalo lo jago masak" celetuk Jeff.
"Aku emang hobi masak, makannya aku bikinin kamu bekal makan siang terus" jawab Sherra membahas dirinya di masa lalu.
"Kalo gitu, mulai sekarang bikinin gue bekal makan siang lagi" Sherra menolehkan kepalanya.
"Serius?" Jeff mencium pipi Sherra. Gadis itu melipat bibirnya. Menahan senyum.
Inilah yang Sherra inginkan. Namun entah memgapa rasanya berbeda. Entah karena posisi mereka yang kini berada dalam status hubungan rahasia atau memang rasa itu telah memudar.
...--------...