NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3

Anton sendiri bingung harus bersikap seperti apa kepada Carol. Dirinya merasa aneh setiap kali melihat Carol.

Anton takut jika Carol tidak terbiasa dengan kehadirannya. Ia berjanji akan mencari wanita yang cocok untuk dirinya agar tetap bisa tinggal bersama Carol tanpa menimbulkan salah paham.

Carol sedih saat papanya melakukan hal itu. Ia tidak menyangka papanya akan mematikan telepon begitu saja tanpa berkata apa pun. Padahal Carol berharap papanya menjelaskan apa yang sebenarnya ingin dibicarakan, tapi ia tidak mendapat penjelasan apa pun.

Carol merasa lelah dan kecewa terhadap papanya. Mungkin kehilangan papanya seperti ini membuat Carol sadar bahwa dirinya sudah tidak diinginkan lagi oleh sang papa.

---

Satu bulan berlalu.

Papanya, Anton, akhirnya pulang ke rumah. Rumah terasa sepi. Ia menaruh barang-barangnya di kamar, lalu berdiri di depan kamar Carol. Anton berharap Carol membukakan pintu, tapi tidak ada jawaban. Karena itu, Anton langsung menerobos masuk ke kamar Carol.

Anton kaget melihat Carol sedang bermesraan dengan seorang pria di kamarnya. Ia langsung menarik pria itu dan menonjoknya. Carol menangis karena papanya memukul pria tersebut. Anton yang kehilangan kesabaran akhirnya meninggalkan mereka begitu saja.

Anton masuk ke kamarnya sendiri, tapi ia merasa tidak betah di rumah. Akhirnya, ia keluar untuk mencari udara segar.

Sementara itu, Carol bingung bagaimana harus menjelaskan semuanya agar papanya mengerti. Ia mendengar suara motor papanya menyala. Carol ingin mengejar, tapi papanya keburu pergi, masih dipenuhi amarah.

Carol berniat meminta maaf nanti saat papanya pulang.

Anton yang sedang motoran ke arena balap hanya ingin menghilangkan penatnya. Tak lama kemudian, handphone-nya berdering.

“Halo bro, kenapa?” tanya Anton.

“Anak lu nyariin lu. Lu di mana?” ujar Gerald.

“Gua udah pulang, oke? Makasih ya.”

“Ya bro, sama-sama. Gua minta maaf soal kejadian kemarin. Gua harap bisa bantu walau nggak banyak.”

Anton hanya diam. Ia tahu bukan salah Gerald, tapi salah dirinya sendiri yang tidak bisa memutuskan dengan benar.

Kejadian tadi membuat Anton sadar betapa dewasa Carol sekarang. Pasti Carol bisa menjaga dirinya sendiri tanpa pengawasan Anton.

Dirinya saja berani bertemu dengan laki-laki. Lantas, apa hak Anton untuk melarang Carol dekat dengan pria itu? Ia berpikir, dirinya hanya papa Carol, bukan pacarnya. Jadi reaksinya tadi terlalu berlebihan, dan mungkin malah membuat Carol takut.

Anton akhirnya pulang ke rumah. Carol menyambutnya dengan hangat, tapi Anton tidak memedulikannya sama sekali.

“Pa, ayo makan,” ujar Carol pelan.

Anton hanya diam dan pergi. Ia melangkah ke atas, tapi Carol menahan tangannya.

Anton menghempas tangan Carol tanpa berkata apa-apa.

“Pa, Carol minta maaf sama Papa. Kalau Carol ada salah, tolong maafin Carol,” ucapnya dengan suara bergetar.

Anton tetap diam, tidak peduli dengan ucapan itu. Baginya, semua ini hanya akan berlalu seiring waktu.

Tiba-tiba handphone Anton berbunyi. Carol yang melihat itu semakin yakin, papanya benar-benar membencinya karena membawa pria masuk ke kamar.

Padahal Carol sudah dewasa. Ia merasa tidak seharusnya papanya marah. Seharusnya papanya menjelaskan mana yang salah, bukan malah mengamuk.

---

Keesokan paginya, Anton pergi tanpa sarapan bersama Carol. Carol pun tahu kenapa papanya masih marah.

Anton menatap pengawal Carol dan memberi isyarat dengan matanya.

“Jagain dia. Kalau ada apa-apa, kasih tahu saya. Hari ini saya pulang malam karena ada rapat penting.”

“Baik, Pak Anton,” jawab sang pengawal.

Anton masuk ke mobil tanpa menoleh ke belakang. Meski lapar, sekretarisnya sudah menyiapkan roti dan kopi di dalam mobil.

Terkadang, terbesit di pikirannya tentang Carol. Apakah anak itu sudah makan atau belum? Kadang Anton merasa kasihan pada Carol. Ia berusaha menjadi papa yang baik, tapi rasanya sulit sekali.

Tak lama, pengawal Carol mengirim laporan. Anton membuka foto Carol yang sedang makan. Melihat itu, Anton tersenyum. Ia merasa tenang karena Carol sudah makan. Setidaknya, itu membuatnya sedikit lega.

---

Sesampainya di kantor, Gerald menghampirinya.

“Bro,” sapa Gerald.

Anton hanya diam sambil menghela napas.

“Bro, waktu lu hilang, anak lu nyariin lu ke gua,” ujar Gerald.

Anton terkejut. Ia langsung mencengkeram kerah baju Gerald dengan tatapan tajam.

“Lu bilang apa ke anak gua?”

“Tenang, bro. Gua nggak bilang aneh-aneh. Dia cuma nanya lu ke mana, nggak ada yang spesifik.”

Anton terdiam dan melepaskan pegangan tangannya. Gerald hanya menghela napas. Ia merasa kasihan melihat hubungan Anton dan Carol yang begitu renggang.

Anton merenung. Mungkin Carol melakukan itu karena kesepian atau bosan. Ia tidak seharusnya marah. Seharusnya, ia mencoba mengerti dan mendukung pilihan Carol.

Anton berencana untuk membeli makanan kesukaan Carol sepulang kerja nanti.

---

Jam delapan malam, Anton baru pulang. Ia tidak sadar waktu sudah larut. Sampai di rumah, Anton melihat Carol, tapi tidak berani menyapa. Ia sadar telah membuat hati Carol terluka.

“Pa, aku pergi ya, sama teman,” kata Carol.

“Ya.”

Saat Anton hendak pergi dari hadapan Carol, gadis itu menatapnya.

“Aku ke bar, Pa, sama teman.”

Anton berhenti. Ia berbalik dan menatap Carol dengan bingung.

“Teman yang mana ngajak ke bar?”

“Papa nggak kenal siapa dia, jadi percuma kalau aku kasih tahu,” jawab Carol dingin.

Anton ingin marah, ingin melarang, tapi ia berusaha menahan diri. Ia ingin mencoba membebaskan Carol, meski hatinya ragu.

Ia mengusap kepala Carol pelan. “Ya udah, hati-hati. Mau Papa antar?”

“Papa nggak marah aku ke bar?”

Anton tidak menjawab. Ia tahu, dirinya tidak punya hak untuk mengekang.

“Pa, jawab dong. Papa sayang aku nggak, sih? Masa aku ke bar aja Papa nggak marah? Aku salah apa sampai Papa tega hukum aku kayak gini?”

Anton terdiam. Ia sendiri bingung kenapa begitu sulit baginya untuk menegur Carol. Padahal dari kecil, dialah yang paling menjaga gadis itu. Sekarang, ia justru takut membuat Carol sakit hati.

“Kalau Papa suruh kamu jangan pergi, apa kamu nggak akan pergi?” tanyanya perlahan.

Carol diam. Anton tersenyum tipis, senyum yang terasa pahit.

“Ya udah, kamu pergi sama pengawal kamu, ya. Papa capek, besok mau kerja. Jangan pulang malam-malam.”

Carol tiba-tiba memeluk papanya dari belakang. Anton terkejut.

“Kamu ngapain sih, Carol? Lepasin Papa,” katanya.

“Aku nggak mau. Aku nggak mau Papa nggak sayang aku lagi. Aku ngelakuin ini biar Papa sayang, tapi kenapa Papa malah cuek?”

“Karena Papa tahu, Papa nggak pantas marahin kamu. Kamu udah gede. Masa iya mau dimarahin terus?”

“Gak apa-apa asal Papa yang marahin, bukan orang lain,” ucap Carol lirih.

Anton menatap Carol lama. “Oh ya, pria waktu itu siapa? Pacar kamu?”

“Bukan. Dia cuma teman. Kami waktu itu lagi main drama romantis. Tapi Papa pasti udah mikir yang aneh-aneh, ya? Aku beneran nggak ada apa-apa sama dia, Pa.”

Mendengar itu, Anton terdiam. Ia merasa tidak tega. Ingin memeluk Carol, tapi takut gadis itu salah paham. Ia hanya mengusap kepala Carol tanpa berkata apa pun, lalu pergi meninggalkannya.

Carol menatap kepergian papanya dengan kecewa. Ia berharap lebih dari sekadar usapan di kepala.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!