NovelToon NovelToon
Falling In Love Again After Divorce

Falling In Love Again After Divorce

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Cerai / Percintaan Konglomerat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9.9k
Nilai: 5
Nama Author: Demar

Sean Montgomery Anak tunggal dan pewaris satu-satunya dari pasangan Florence Montgomery dan mendiang James Montgomery yang terpaksa menikahi Ariana atas perintah ayahnya. Tiga tahun membina rumah tangga tidak juga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Sean ditambah Florence yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya pada Ariana setelah kematian suaminya. Kehadiran sosok Clarissa dalam keluarga Montgomery semakin menguatkan tekat Florence untuk menyingkirkan Ariana yang dianggap tidak setara dan tidak layak menjadi anggota keluarga Montgomery. Bagaimana Ariana akan menemukan dirinya kembali setelah Sean sudah bulat menceraikannya? Di tengah badai itu Ariana menemukan dirinya sedang mengandung, namun bayi dalam kandungannya juga tidak membuat Sean menahannya untuk tidak pergi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Memohon, Bukan Meminta

Ariana menegakkan tubuhnya, satu tangan bertumpu di sisi perutnya yang membulat.

“Aku ingin anakku tetap hidup… Dan yang aku tahu dia tidak akan bertahan kalau kalian terus mendekat ke dalam kehidupanku lagi.”

Sean menahan napas, jari-jarinya mengepal perlahan.

Ariana menatap Sean dengan mata berkaca. “Selama tiga tahun kita menikah aku nggak pernah minta apa-apa sama kamu. Kali ini aku boleh kan minta satu hal?Anggap saja sebagai kompensasi dari tubuhku yang kamu nikmati saat butuh.”

Air matanya menyusul satu tetes demi satu tetes hingga sesenggukan.

Ia menggenggam tangan Sean erat, penuh permohonan. “Aku nggak sanggup kehilangan satu-satunya makhluk di dunia ini yang mencintaiku bahkan sebelum ia benar-benar hadir di dunia ini. Kalau ia harus pergi juga, aku lebih baik mati saja, bunuh saja aku Sean!”

Kali ini Ariana tidak menyembunyikan apa pun dari dalam dirinya. Ia memukul-mukul dada Sean. Perasaannya, sakitnya, lukanya, pedihnya ia tidak mau tahan lagi.

“Aku nggak pernah minta apa pun dari kalian tapi kenapa kalian sejahat ini padaku hmm? Kenapa Sean? Jawab aku kenapa?”

Mata Sean mulai memerah, tapi ia tetap diam.

Ariana menarik napas, menyelesaikan ucapannya dengan suara yang bergetar.

“Aku Ariana, memohon belas kasihanmu Sean Montgomery. Aku memohon, bukan meminta.”

Ariana melepaskan tangannya, “Aku pergi…”

Ia menyeka sisa air mata di pipinya lalu berbalik, melangkah menuju pintu untuk keluar.

Sean berdiri membatu, tapi dalam satu detik Sean bergerak cepat meraih lengan Ariana kembali ke dalam ruangan.

“Jangan pergi.”

Ariana berusaha menarik tangannya.

“Lepasin tanganku Sean…!”

Tapi sebelum ia sempat mengelak, Sean menarik tubuhnya ke dalam pelukan. Ariana memukul bahu Sean, mencoba mendorongnya untuk menjauh.

“Sean cukup…! Kamu nggak punya hak”

Tapi Sean memeluk lebih erat. Wajahnya tenggelam di bahu Ariana.

“Aku minta maaf… Aku bahkan nggak yakin apa yang aku rasakan sekarang. Tapi aku juga takut…, takut kehilangan dia,”

"Pembohong!"

Tangan Sean yang melingkar di punggung Ariana tidak sengaja menyentuh bagian bawah perutnya saat wanita itu masih bertekad untuk memberontak. Tepat saat itu, sebuah tendangan kecil terasa. Gerakan yang keras tidak selembut biasanya seolah menjawab sentuhan yang baru saja hadir tanpa diduga.

Sean terdiam, tubuhnya terasa kaku.

Ariana ikut membeku.

Lalu Sean menarik wajahnya perlahan, menatap mata Ariana dalam.

“Dia menendang.” Bisiknya lirih.

Mata Ariana berkaca-kaca lagi. Namun ia tidak ingin terbelenggu dalam rasa yang dulu pernah ada. Ia tidak mau jatuh lebih dalam lagi.

“Lepaskan Sean! Aku harus pulang sekarang.”

Tapi tidak, pelukan itu terasa semakin erat.

“Maafkan aku.”

“Aku bilang lepaskan. Lepas….!”

“Tidak…”

“Ah…”

Sean menangkap tubuh Ariana sebelum benar-benar jatuh.

“Ariana?!”

Ariana memejamkan mata, satu tangan memegangi perut.

“Keram Sean, sakit…”

Air mata jatuh dari ujung matanya saat ia menggigit bibir, menahan rasa sakit yang mencekam.

“Aku… aku cuma pengen dia hidup Sean. Aku nggak mau yang lain.”

Sean membungkuk, kedua tangannya menyelip ke bawah tubuh Ariana, lalu menggendongnya tanpa ragu. Pola napasnya lebih cepat dari biasanya.

“Jangan bicara dulu. Kamu tenang, aku di sini. Aku pastikan ia akan baik-baik saja.”

Ariana terlalu lelah untuk melawan, kepalanya sangat amat berat. Sean membuka pintu rahasia di balik dinding samping meja kerjanya. Pintu kecil menuju ruang pribadinya, kamar tersembunyi yang bahkan para staf pun tak tahu.

Kasur king size, interior kayu gelap dan pencahayaan lampu lantai yang hangat. Ruangan yang dulu ia pakai saat jenuh untuk pulang, atau mungkin karna ia tahu Ariana menunggunya di rumah.

Ia membaringkan Ariana perlahan di atas ranjang. “Bernapas Ariana… ikuti aku. Tarik, buang, Tarik, buang…”

Ariana mengikuti instruksi Sean, tetes air mata masih mengalir namun napasnya mulai stabil.

“Aku takut kehilangan dia, Sean.”

“Kamu nggak akan kehilangan dia,” jawab Sean cepat.

Tapi Ariana menoleh, menatap dengan tajam di balik tetesan air mata.

“Diam, kamu nggak tahu apa-apa! Kamu bahkan nggak tahu rasanya hidup dengan rasa ditolak dan diabaikan. Sampai akhirnya cuma anak ini satu-satunya alasan aku tetap bernapas!”

Sean bungkam, perlahan ia duduk di sisi ranjang. Masih memegangi tangan Ariana. Ia tidak bisa menyangkal lagi, bahwa rasa yang menyiksa itu bukan sekadar rasa bersalah. Ada sesuatu yang mulai tumbuh, entah dari mana. Dan perasaan itu membuatnya takut, sangat teramat takut.

Sean mengambil ponselnya di saku celana. Ia mengetik cepat, lalu menekan tombol hijau.

“Linda! Cari dokter kandungan terbaik di kota ini. Pastikan dia bisa datang malam ini juga, katakan ini darurat.”

Kurang dari tiga puluh menit kemudian, seorang wanita paruh baya mengenakan blazer putih dan tas dokter memasuki ruang pribadi itu lewat akses belakang. Dia tidak bicara atau bertanya banyak hal yang. Hanya memeriksa penuh ketelitian sesuai intruksi awal.

“Nyonya Ariana…”

Ariana membuka mata perlahan, terkejut melihat kehadiran wanita itu.

Sean mendekat dengan suara pelan. “Tenanglah, dia Dr. Karina yang akan memeriksa keadaanmu. Aku yang memanggilnya.”

Ariana menatapnya, ingin bertanya sesuatu namun ia terlalu lemah untuk bertanya panjang.

Dr. Karina memulai pemeriksaan dengan tenang menggunakan USG portabel. Beberapa menit berlalu dalam sunyi, suara detak jantung janin terdengar.

“Ada ketegangan pada dinding rahim. Ini bisa memburuk kalau kamu terus tertekan.”

Ia memandang Ariana serius.

“Kamu butuh istirahat total dan makan teratur.”

“Tuan Sean…”

Sean berjalan lebih dekat. “Nyonya Ariana tidak boleh mengalami kejutan emosional apa pun. Kalau tidak ia bisa kontraksi lagi dan kita akan kehilangan bayinya.”

Ariana menunduk.

“Saya akan menjaga dia,” kata Sean tiba-tiba.

Dokter Karina merapikan peralatannya. Ia tahu tugasnya hanya memeriksa, tidak bisa bertanya banyak. Ia paham sedang berhadapan dengan siapa.

“Saya sudah siapkan obat untuk mengurangi kontraksi dan vitamin tambahan. Tapi kalau terjadi kontraksi atau flek lagi, mohon langsung datang ke rumah sakit. Jangan tunda.”

Sean mengantar Dr. Karina keluar ruangan, lalu kembali. Ariana sudah menutup matanya lagi. Menyadari napasnya sudah mulai teratur baru Sean mendekat. Ia duduk di tepi ranjang, tanpa suara, menatapnya lekat seolah tidak ada hari esok.

Wajahnya masih pucat tapi teduh penuh ketenangan. Dan ada sesuatu yang Sean sadari baru sekarang. Sesuatu yang anehnya, tidak pernah ia lihat selama tiga tahun pernikahan mereka.

Cantik.

Ariana hanya tertidur, tanpa riasan, tanpa lipstick tebal, rambutnya yang berantakan. Tapi wajah itu memancarkan sesuatu yang ia sendiri tidak paham apa namanya.

Sean menurunkan pandangannya pada perut Ariana yang menonjol di balik selimut. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia mencoba mencari penjelasan logis bahwa ini cuma rasa bersalah.

Tapi matanya enggan untuk berpaling. Tidak, ini lebih dari itu. Tapi kenapa baru sekarang?

Tiga tahun tinggal di rumah yang sama.

Tiga tahun tidur di ranjang yang sama.

Perasaan ini muncul saat ia sudah memutuskan ikatan tanpa keraguan.

*

“Linda, cari tahu apa yang Ibu Florence dan Clarissa lakukan dalam satu minggu terakhir!”

Sean menutup telepon tanpa meminta persetujuan.

1
Anonymous
so iye lu sean
Asriani Rini
Jangan jabgan keoindahan org. Tua Risa ulanh Resa sengaja ingin menjauhkan mereka dari Arians
annis
loooohhh... kok bersambung thoor.. 🙁
annis
ya Allah.. ya Allah... 🥺
Ratih Tupperware Denpasar
semangat ariana, smg bayinya sehat2
Mundri Astuti
si sean bener" ya
Ratih Tupperware Denpasar
sekarang kamu meeasa terhina, sebelum2nya tindakanmu ke ariana apa ga menghina dia? nikmati aja kesombonganmu sean, sdh bagus papamu memcafikan istri yg baik malah kamu sia2kan... hanya krn ariana miskin dan ga dipoles mau up kamu merndahkannya... dasar bod 0h kamu
Purnama Pasedu
ariana bersama Sean,aman dari teror Clarisa dan nyonya
hartiva lattang
sean semangat utk mempertahankan ariana. buktikan klo qm berubah
Ratih Tupperware Denpasar
menyesal ya kamu sean? walaupun terlambat jaglah calon anakmu jangan sampe ibumu dan clarisa menyakitanya lagi
Atika Sari
sejauh ini masih bisa dibikin greget,tokoh cewknya ga menye2,klo bsa bkin sean bersaing sma pak letnan,biar seru
Ulla Hullasoh
semangat Thorrr
Ulla Hullasoh
semangat Arianaaaaa
Ulla Hullasoh
Ariana pantas bahagia dengan irang yg lbh segalanya dari sean
Ulla Hullasoh
kasian Ariana
hartiva lattang
kak buat ariana dan sean balikan yaaa. memulai rt lahi bersama
tp sebelumx buat Sean setengah mati mengejar kembali ariana
Purnama Pasedu
meneror ariana tahu
Ratih Tupperware Denpasar
sean memang pria b0d0h bin tolong ini pasti turunan dari mak nya
Anonymous
ayo ka up lagi seru nih cerinta nya
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Mercenary Of El Dorado
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!