Selina, seorang agen narkotika, yang menjadi buronan polisi, akhirnya mati dibunuh kekasihnya sendiri.
Jiwanya bertransmigrasi ke tubuh Sofie, seorang istri CEO yang bertepatan saat itu juga meninggal karena kecelakaan.
Kehidupan kembali yang didapatkan Selina lewat tubuh Sofie, membuat dirinya bertekad untuk balas dendam pada kekasihnya Marco sekaligus mencari tahu penyebab kecelakaan Sofie yang dianggap janggal.
Ditengah dendam yang membara pada Marco, Selina justru jatuh cinta pada Febrian, sang CEO tampan yang merupakan suami Sofie.
Hingga suatu ketika, Febrian menyadari jika jiwa istrinya sofie sudah berganti dengan jiwa wanita lain.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Apa Selina berhasil membalas dendam pada Marco? Bisakah Selina mendapatkan cinta Brian yang curiga dengan perubahan Sofie istrinya setelah dirasuki jiwa Selina?
CUSS.. BACA NOVELNYA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalang kecelakaan Sofie dan Febrian.
Dalam sebuah rumah yang cukup besar dan megah namun terlihat tak terawat, tampak berkumpul beberapa pria berbadan kekar dan tegap berpakaian serba hitam yang sedang berkabung. Di tengah-tengah rumah yang luas itu, ada seorang pria yang berdiri tegap, menatap sebuah peti mati yang terbentang dihadapannya dalam keadaan penutupnya masih terbuka lebar.
Marco, si pemilik rumah sekaligus pemimpin dari kumpulan para pria yang berkumpul disana, adalah kekasih Selina. Pria tampan dengan rambut setengah gondrong dan memiliki tatapan nyalang itu, mengukir senyuman sinis dibibirnya sambil memandang jasad Selina yang sudah terbujur kaku tak bernyawa.
"Harusnya mayat mu ku buang saja ke jurang. Tapi mengingat jasamu selama ini, aku masih berbaik hati. Kau akan dikuburkan sesuai keinginanmu dulu. Mati secara terhormat. Cih!" Marco mencibir sinis mengejek mayat Selina yang sudah terbaring kaku dalam peti mati.
"Kau terlalu banyak tahu tentang rahasiaku Selina. Itu sebabnya, kau harus mati! Hehehe..." Desis Marco lirih, setengah berbisik dan terkekeh pelan lalu berbalik memandangi satu persatu pria yang berkumpul dibelakangnya.
"Kuburkan dia segera! Jangan tunggu malam tiba!" Perintah Marco menatap seluruh anak buahnya yang berkumpul di ruangan itu dengan nada dingin dan wajah datar tanpa ekspresi sedih sama sekali dengan kematian kekasihnya Selina.
Kemudian, ia melangkah pergi begitu saja, meninggalkan ruangan besar yang memancarkan hawa dingin menyeramkan pada seluruh orang yang ada disana.
*****
Kembali ke rumah sakit.
Tok tok tok
"Permisi tuan, kami datang!"
Seorang wanita cantik bertubuh tinggi dengan body aduhai mengenakan pakaian sedikit seksi bersama seorang pria muda berpakaian rapi, umur sepantaran, terlihat memasuki ruangan tempat dimana Sofie alias Selina dirawat.
"Masuklah Jim, Brenda!" sambut Febrian melambaikan tangan agar kedua orang itu mendekat.
Dahi Selina berkerut tajam memperhatikan sosok Brenda yang terlihat sangat mencurigakan. Apalagi ketika ia memperhatikan sorot mata perempuan itu yang memandang Febrian seperti ular berbisa yang siap melilit kapan saja ketika pria itu lengah.
Selina menduga, kedua orang itu adalah bawahan Febrian. Itu ia ketahui dari sikap hormat yang diberikan Brenda dan Jimmy. Selina yakin, jika Febrian bukan pria sembarangan.
"Sayang, Brenda akan menemanimu selama dirumah sakit. Jika kamu butuh apapun, kamu bisa minta tolong padanya. Aku harus segera pulang untuk memberitahu kedua orang tua kita perihal kecelakaan yang menimpa kita. Kamu baik-baik disini ya," Febrian memberikan kecupan singkat di jidat istrinya.
Bibir Selina sedikit terbuka, hendak bicara namun tak terucap. Dia hanya memicingkan mata, menikmati kecupan mesra dari Febrian yang membuat jantungnya berdetak cepat tak beraturan.
"Apa yang terjadi dengan ku!? Apa aku jatuh cinta pada pria ini!? Itu tidak mungkin. Ini pasti karena jantung wanita bernama Sofie yang tubuhnya sedang ku tempati saat ini." Pikir Selina meraba dada bagian atas sebelah kirinya pelan.
Kemesraan yang ditunjukan Febrian pada istrinya, mengundang tatapan Brenda yang menyiratkan rasa cemburu yang mendalam. Wanita itu segera membuang muka, menyembunyikan perasaannya dari semua orang yang ada di ruangan rumah sakit itu. Tapi percuma saja, Selina terlalu jeli untuk ditipu Brenda yang terlihat seperti wanita penggoda.
"Sayang, aku sudah merasa lebih baik. Aku ingin ikut pulang dan dirawat dirumah kita saja. Rumah sakit ini membuat aku makin sakit." Keluh Selina merasa tak nyaman dengan suasana rumah sakit yang membosankan.
"Tapi sayang, kamu belum sembuh sepenuhnya." Febrian menatap istrinya cemas.
"Jangan khawatir sayang, aku sudah lebih baik. Lagipula, dirumah kita pasti banyak orang yang akan merawat ku bukan!?" ucap Selina melirik Brenda tajam seolah perkataannya mengandung kalimat sindiran untuk wanita itu.
"Tapi, tetap saja mereka bukan dokter atau perawat yang ahli mengobati luka-lukamu." Sanggah Febrian khawatir.
"Sayang, ku mohon. Please!" Pinta Selina bersikeras untuk pulang.
Pria tampan itu menghela nafas berat dan tak berkutik dengan permintaan istrinya tercinta. Jemarinya membelai rambut Selina dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.
"Baiklah, aku akan coba bicara dengan dokter. Jika diizinkan, aku akan menjemputmu nanti, agar kita bisa pulang sama-sama. Yang jelas, saat ini aku mau kekantor dulu sebentar. Ada suatu hal yang harus aku selesaikan." Tutur Febrian kembali membujuk istrinya.
Selina mengangguk pelan. Sikap Febrian yang lembut, meluluhkan wataknya yang sebenarnya keras kepala dan suka membangkang. Pria itu punya daya tarik yang hebat dalam menjatuhkan lawan jenisnya.
Meski berat hati, Selina terpaksa melepaskan kepergian Febrian yang segera pergi bersama Jimmy yang ternyata adalah sopir pribadinya. Selina sempat terpikir, kenapa saat malam kejadian kecelakaan yang merenggut nyawa Sofie, Febrian tidak menyuruh Jimmy saja untuk mengantar mereka berdua ke restoran itu. Hal itu, mengundang pertanyaan di hati Selina.
"Maaf nyonya, apakah anda butuh sesuatu saat ini?" tegur Brenda menghampiri Selina yang terbaring di atas pembaringan sembari mengukir senyuman palsu dibibirnya.
"Tidak, saat ini aku cuma butuh istirahat. Jika kamu merasa bosan, kamu boleh pergi kemanapun kamu suka dan kembali lagi kesini setelah makan siang." Sahut Selina cuek, mengabaikan Brenda yang terlihat jadi kesal dengan sikapnya.
"Ada apa dengan wanita itu? Biasanya dia sangat ramah dan peduli padaku." Brenda jadi kesal dengan perlakuan Selina yang ia duga adalah Sofie.
"Baiklah nyonya, kalau begitu, silahkan beristirahat. Saya akan keluar dan segera kembali setelah makan siang di kantin yang ada dekat rumah sakit ini." Ujar Brenda membungkuk sedikit sebelum akhirnya pergi meninggalkan Selina yang memperhatikan dirinya diam-diam dari belakang tanpa disadari olehnya.
Setibanya di depan rumah sakit, Brenda mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya.
"Halo Tuan, saya ingin mengabarkan, jika Tuan Febrian dan istrinya selamat dan dalam keadaan baik-baik saja." Ucap Brenda pelan, setengah berbisik agar tidak terdengar orang yang berlalu lalang.
"Hmm..., kamu pasti senang Brenda. Febrian tidak mati karena kecelakaan itu." Suara seorang pria yang terdengar dari ponselnya membuat Brenda jadi bingung.
"A-apa maksud tuan!?"
"Dasar bodoh! Aku sudah menduga, kau jatuh cinta pada Febrian. Kecelakaan tunggal itu hanya peringatan kecil dariku, agar kau fokus merebut data-data penting yang ada ditangannya. Kau sengaja mengulur waktu, karena cintamu padanya!"
"Ingat Brenda! Kau cuma punya satu kali kesempatan lagi! segera curi data-data itu dan berikan padaku! Jika tidak, nyawamu adalah taruhannya Brenda." Ancam pria itu membuat tubuh Brenda gemetar ketakutan.
Dia baru tahu, jika kecelakaan yang dialami Febrian dan istrinya Sofie adalah ulah pria itu. Harry, sosok pria yang bertubuh tegap dan sangar, saingan bisnis Febrian, adalah orang yang telah membayarnya agar ia mau bekerja sebagai mata-mata di perusahaan milik Febrian.
Brenda tak menyangka, pria itu ternyata orang yang sangat menakutkan. Dia berani menghilangkan nyawa seseorang demi mendapatkan yang ia inginkan.
"Jika perlu, gunakan tubuhmu untuk mendapatkannya wanita bodoh!" hardik Harry lagi lewat ponsel mengejutkan Brenda.
Wanita itu tercengang. Menjadi wanita penggoda memang salah satu profesinya. Namun menggoda Febrian, apakah bisa? Brenda meragukan hal itu.
.
.
.
BERSAMBUNG