NovelToon NovelToon
Blind Girl And Cold Mafia

Blind Girl And Cold Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Pengantin Pengganti / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Roman-Angst Mafia
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: La-Rayya

Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.

Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.

Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tanda Tangan

Bi Lila membawa Intan ke kamar dan menunjukkan padanya tempat tidur single di seberang kamar.

Intan duduk dan mulai melepas sepatu hak tingginya, sementara Bi Lila memperhatikan dengan tenang.

"Apakah ada yang ingin Anda tanyakan padaku?" Tanya Intan.

"Hah ? Kenapa Nyonya bisa tahu? Saya pikir Nyonya..."

"Ya, aku memang buta, tapi aku bisa mendengar napas mu. Aku tahu kau masih berdiri di sana, kau pasti penasaran, kan? Ucap Intan.

"Ya, maaf. Saya tidak mengerti kenapa Pak Julian mau mempekerjakan karyawan baru, apalagi yang tuna netra. Dan saya tidak mengerti kenapa Anda berpakaian seperti itu." Ucap Bi Lila.

"Aku bukan karyawannya. Aku dan bosmu menikah hari ini!" Ucap Intan.

"Apa? Anda istrinya Pak Sean? Maaf, saya tidak bermaksud kasar atau menyinggung Anda." Ucap Bi Lila.

"Tidak masalah, aku sama sekali tidak tersinggung. Apa kau tidak tahu kalau bosmu akan menikah hari ini?" Tanya Intan.

"Tidak, Nyonya. Pak Sean jarang ada di rumah. Dia cuma ke sini untuk mandi dan berganti pakaian. Kadang-kadang dia makan di sini, tapi jarang sekali." Ujar Bi Lila.

"Aku mengerti." Ucap Intan singkat.

"Tapi kalau Nyonya Intan istrinya Pak Sean, kenapa tidur sekamar dengan saya?" Tanya Bi Lila.

"Karena dengan begini aku bisa bergerak lebih mudah. Lagi pula, aku tidak akan tinggal lama di sini." Jawab Intan.

Bi Lila semakin bingung dengan apa yang didengarnya. Intan baru saja menikah dan malah mengatakan dia tidak akan tinggal lama di rumah suaminya.

"Koperku ada di mobil. Bisakah Bi Lila mengambilkannya untukku? Aku mau lepas gaun ini, rasanya tidak nyaman sekali." Ucap Intan.

"Tentu saja, Nyonya." Jawab Bi Lila.

Bi Lila pun pergi, dan Intan mulai melepas gaun pengantinnya. Sean sedang menuju ke kamar untuk berbicara dengannya, karena mereka perlu membahas bagaimana pernikahan mereka akan berjalan. Ketika dia tiba, pintu kamar itu sedikit terbuka. Dia melihat ke dalam dan melihat Intan hanya mengenakan lingerie. Dia tetap diam dan mengamatinya. Lagipula, Intan sangat cantik, dan rasa ingin tahunya pun muncul.

'Kenapa dia setuju menikah denganku padahal dia tahu jika aku hanya ingin memanfaatkannya? Dan kenapa dia ingin membalas dendam pada keluarganya tanpa menyakiti mereka? Apa yang sebenarnya terjadi padanya?' tanya Sean dalam hati.

Sean tersadar dalam lamunannya yang terus saja bertanya terlalu banyak dalam hatinya. Dia mendesah sangat pelan sehingga tidak dapat didengar oleh banyak orang, tapi Intan dapat mendengarnya.

"Hai? Bi Lila? Apa sudah menemukan koperku?" Tanya Intan.

Ketika tak seorang pun menjawab pertanyannya, Intan langsung mengambil gaun pengantinnya dan menutupi tubuhnya.

"Siapa di sana?" Tanya Intan sedikit takut.

Sean tidak menjawab, dia hanya pergi begitu saja dan Bi Lila tiba tak lama kemudian setelah Sean pergi.

"Nyonya, ini koper Anda." Ucap Bi Lila.

"Bi Lila? Sudah berapa lama Bi Lila di sana?" Tanya Intan.

"Saya baru saja tiba, ada apa Nyonya?" Balas Bi Lila bertanya balik.

"Apakah ada orang di lorong saat Bi Lila tiba?" Tanya Intan lagi.

"Tidak ada Nyonya, ada apa?" Tanya Bi Lila.

"Bukan apa-apa, mungkin cuma pikiranku saja." Jawab Intan.

Sebenarnya Intan yakin sekali bahwa dia mendengar napas seseorang. Dia berpikir mungkin dia hanya belum terbiasa dengan lingkungan sekitarnya. Dia mengambil kopernya yang diberikan Bi Lila dan meletakkannya di tempat tidur, mengambil baju ganti, dan menyentuhnya agar bisa berpakaian dengan benar.

Setelah berpakaian, Intan diberi tahu bahwa Sean perlu bicara dengannya di ruang kerjanya. Bi Lila mengantarnya ke sana dan, seperti biasa, Intan menghitung langkah-langkah kakinya agar dia bisa masuk dan tidak perlu bergantung pada siapa pun ketika dia butuh sesuatu.

"Apakah Anda selalu melakukan itu, Nyonya?" Tanya Bi Lila.

"Apa itu? Menghitung langkah?" Ucap Intan.

"Iya, Nyonya." Jawab Bi Lila.

"Ya, aku melakukannya karena aku perlu tahu di mana letak setiap perabotan atau dinding, sehingga di masa mendatang aku dapat bergerak sendiri tanpa harus mengganggu orang lain." Ucap Intan.

"Saya mengerti, tapi kapan pun Anda membutuhkan saya, Anda dapat mengandalkan saya, Nyonya. Lagipula, sebagian besar waktu hanya akan ada kita berdua di rumah ini." Ujar Bi Lila.

"Itu bagus, artinya kita akan menjadi teman baik." Balas Intan.

Bi Lila terkesan dengan kesederhanaan Intan, lagipula, dia istri dari Sean Alexander, bosnya. Tapi dia bertingkah seolah-olah dia adalah orang yang tidak penting, dia tidak mengeluh diminta tinggal di kamar pembantu tanpa sekalipun. Wanita lain jika ada di posisinya pasti akan menuntut haknya, tapi Intan tampak tidak peduli dengan hal itu.

"Baiklah, kita sudah sampai di pintu ruang kerja Pak Sean." Ucap Bi Lila.

"Terima kasih Bi Lila." Balas Intan.

Bi Lila pun pergi meninggalkan Intan.

Intan lantas mengetuk pintu dan beberapa detik kemudian dia mendengar suara Sean dari dalam ruangannya.

"Masuklah!" Teriak Sean dari dalam.

Intan membuka pintu perlahan dan melangkah maju. Begitu merasa sudah melewati kusen pintu, dia berbalik dan menutup pintu. Dia berdiri di sana, lagipula dia tidak tahu ukuran ruangan itu dan dia tidak ingin menabrak sesuatu dan tanpa sengaja merusaknya.

"Apa kau mau tetap berdiri di sana? Duduk lah." Ucap Sean.

"Kurasa aku perlu memakai tanda di leherku untuk mengingatkanmu setiap saat bahwa aku ini buta." Kata Intan.

"Kau begitu terlihat normal sampai-sampai aku lupa, majulah empat langkah." Perintah Sean.

Intan melangkah maju empat langkah sambil meletakkan tangan di depan badannya, tapi dia tidak merasakan apa pun.

"Dua langkah lagi." Ucap Sean.

Intan melangkah dua langkah lagi dan akhirnya merasakan kursi itu.

'Bukankah akan lebih mudah jika dia menyuruh ku melangkah enam langkah?' ucap Intan dalam hati.

"Bagi ku hanya empat langkah." Ucap Sean.

Sean menjawab seolah mendengar pikiran Intan.

Intan lalu duduk dan menunggu Sean bicara. Butuh waktu sekitar tiga menit, dan yang didengar Intan hanyalah suara gemerisik kertas, sedikit angin, dan suara kertas-kertas yang dilempar ke meja.

"Ini berkas yang harus kau tandatangani." Ucap Sean.

"Tentang apa ini?" Tanya Intan.

"Kau tak perlu tahu, lagipula kita sudah sepakat, bukan?" Balas Sean.

"Ya, kau benar. Bisakah kau memberi tahu aku di mana harus menandatanganinya." Pinta Intan.

Sean mendengus, tetapi Intan mendengar suara kursinya bergerak menjauh dan kemudian suara langkah kaki. Beberapa detik kemudian dia merasakan kehangatan tubuh Sean di sampingnya.

Saat membungkuk, aroma parfum Sean menyerbu hidung Intan. Dia menyentuh tangan Intan dan meletakkannya tepat di atas garis. Namun, Sean menatap wajah Intan, raut wajahnya lembut, dia tampak seperti gadis kecil. Sesaat Sean ingin menyentuhnya, tapi kembali tersadar ketika Intan menoleh ke arahnya dan bertanya.

"Apakah ini satu-satunya lembar yang harus ditandatangani?" Tanya Intan.

Sean menggaruk tenggorokannya dan berkata,

"Tidak, masih ada tiga lembar lagi, tanda tangani di sini." Ucap Sean.

Dia menunjukkan pada Intan semua tempat yang perlu ditanda tangani dan setelah semuanya ditandatangani dia duduk lagi.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!