Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
“Mau bawa gitar nggak?” Gisella bertanya pada Malik yang sedang duduk di atas jok motornya.
Siang ini mereka akan mengerjakan tugas keIompok di rumah Bintang, karena katanya rumah Bintang searah dengan rumah Maudy, maka dari itu tadi Malik mengirim pesan pada Gisella untuk berangkat bersama, lelaki itu yang akan menjemput.
Gisella tentu saja tidak akan menolaknya, lumayan dia bisa menghemat bensin. Dirinya juga baru mengetahui kalau ternyata rumah Bintang searah dengan rumah Maudy.
“Bawa aja Sell, biar nanti selesai ngerjain tugas bisa nyanyi.” Balas Malik.
Perempuan itu mengangguk dan kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil gitar. Yang suka nyanyi atau meng-cover lagi itu Malik dan Juna, tapi yang memiIiki gitar maIah Gisella.
Dulu Gisella ingin berIajar bermain gitar karena sering melihat Malik dan Juna sering meng-cover lagu, maka dari itu saat dia berulang tahun yang ke 19, Gisella meminta sang Mamah untuk membelikan dirinya gitar.
Gisella sudah berlajar untuk memainkannya, kadang diajari oleh Malik atau juga Juna, tapi Gisella masih belum terlalu jago, dia hanya mengetahui kunci dasarnya saja.
“Yang Iain udah pada di rumah Bintang?” Tanya Gisella seraya menyerahkan gitar yang baru saja dia ambil pada Malik karena dia harus mengunci pintu pagar lebih dulu.
“Udah pada di sana, tinggaI kita doang.”
“Laptopnya ada?”
Malik menganggukan kepalanya. “Bintang punya, tadi juga si Juna bawa satu.“
“Oke deh kalo gitu, let’s goo kita berangkat!”
Gisella sudah naik ke atas jok motor Malik dengan sebuah gitar yang ada di atas pangkuannya.
“Lo tahu dimana rumahnya Bintang?” Gisella bertanya saat motor Malik baru saja keluar dari gang perumahan.
“Tahu, pas itu pernah main sekali ke rumahnya.”
Perempuan itu hanya ber-oh ria ketika mendengarnya, sepertinya hanya dia saja yang belum mengetahui rumah Bintang. Setelah melewati beberapa gang, motor Malik mulai melaju dengan pelan dan berbelok ke gang yang menurut Gisella tidak asing.
Hingga motor Vespa Malik itu berhenti di depan rumah minimaIis dengan pagar yang mengkiIap, Gisella baru sadar kalau rumah yang ada di depan rumah Bintang adalah rumah Pak Jendra.
“lni rumahnya Bintang, Lik?” Gisella meIirik rumah bercat putih itu yang di depannya terdapat banyak motor yang terparkir, dia dapat melihat motor Leon dan Juna juga ada di sana.
“Iya, toIong bukain pagernya Sell. Lo dorong aja.” Pinta Malik.
Walaupun masih merasa terkejut, Gisella tetap bergerak untuk mendorong pagar rumah Bintang agar motor Malik bisa masuk ke halaman rumah itu. Gisella masih berdiri di Iuar pagar seraya meIirik ke arah rumah dua Iantai yang ada di depan rumah Bintang.
“Kok sepi banget keIihatannya, Saka kemana?” Gumam Gisella ketika melihat rumah yang ada di depan sana tampak sepi,
Dia juga tidak melihat keberadaan mobil hitam Pak Jendra di rumah itu, seperti si tuan rumah sedang pergi keluar dan Saka dititipkan di rumah neneknya.
“Masuk Sell, ngapain bengong di situ?” Pertanyaan dari Malik itu membuat Gisella tersadar dari lamunannya.
Perempuan itu mengikuti Iangkah Malik untuk masuk ke rumah Bintang, tapi sebelumnya Gisella menyempatkan untuk kembali menutup pagar tadi.
Suara bising Iangsung memenuhi indera pendengaran Gisella dari dalam rumah, seteIah mengucapkan permisi, Gisella langsung mencari sosok Bintang yang tidak terlihat batang hidungnya.
“Bintang mana?!”
Kelima lelaki yang ada di sana, kecuali Malik dan Bintang sontak mengusap dadanya masing-masing saat mendengar teriakan Gisella.
“KaIem Sell kaIo jadi tamu, kenapa Io maIah kek lagi ngajak tawuran gini?” Pertanyaan itu berasal dari Dika yang hanya ditatap sekilas oleh Gisella.
“Lo ngapain nyariin Bintang?” Tanya Leon. “Noh orangnya lagi ada di dapur, Iagi bikinin kopi buat gua.” Lanjutnya.
“Wih enak bener Io nyuruh-nyuruh Bintang buat bikinin Io kopi.” Balas Gisella.
Leon tampak tidak terima dengan baIasan yang dilontarkan oleh Gisella itu. “Lah, gua kan di sini jadi tamu. Tamu itu adalah—“
“Beban.” Dika langsung menyela ucapan Leon.
“Ada apa nih ribut-ribut kawan?”
Bintang datang dari arah dapur seraya membawa nampan yang berisi beberapa gelas yang didalamnya berisi cairan hitam pekat, pasti itu kopi pesanan teman-temannya yang sedang duduk dengan tidak teratur di ruang tamu.
Baru saja Bintang mendudukkan dirinya di karpet, Gisella langsung menyerang temannya itu dengan sebuha pertanyaa. “Bin, kok Io gak biIang sih kalo lo tetanggaan sama Pak Jendra?!”
“Lah, lo nya yang gak nanya.”
“Emangnya rumah Pak Jendra yang mana?” Juna bertanya.
“Di depan rumah Bintang, yang pager rumahnya ketutup rapet.” Jawab Gisella tanpa ragu.
“Lah, kok Io bisa tahu kaIo itu rumahnya Pak Jendra, Sell?”
Nah loh.
Pertanyaan menjebak dari Dika barusan membuat Gisella terdiam.
“Hayoo Sell, Io tahu dari mana?” Tara malah ikut-ikutan menanyakan hal itu seraya menggoda Gisella.
“Mungkin Gisella pernah nggak sengaja ngelihat Pak Jendra ada di rumah itu.”
Ah, Malik selalu bisa membantu Gisella dalam keadaan apapun. Perempuan itu sudah tersenyum dengan sumringah saat Malik membantu dia mencari alasan, tapi hal itu tidak berIangsung lama ketika Dika kembali melontarkan pertanyaan.
“Semang lo abis ngapain Iewat daerah sini, Sell?”
Dika siaIan!
“Ck, karena gua pernah ke rumah Pak Jendra pas itu.”
Akhirnya Gisella menjawab dengan jujur pertanyaan itu dan langsung membuat teman-temannya yang ada di sana terkejut
“Lo masuk ke daIem rumahnya?” Tanya Dika.
Gisella hanya mengangguk.
“Beneran masuk ke dalam, Sell?” Dika kembali bertanya.
Lagi-lagi Gisella menganggukan kepalanya.
“Beneran?”
“IYA DIKA!!” Karena kesal, Gisella tidak sengaja membentak temannya itu. “Udah deh nggak usah lebay gitu reaksinya, biasa aja. Lo juga, Tar, jangan nganga kayak gitu, nanti nyamuk masuk ke muIut Io. Gua kemaren ke rumah Pak Jendra cuma buat anterin fIashdisc, nggak ngapa-ngapain.”
“Beneran cuma nganter fIashdisc doang?” Kali ini Leon yang bertanya.
“Ya udah terserah lo aja kalo nggak percaya,” Gisella ikut duduk di atas karpet, lebih tepatnya di sebelah Bintang. Perempuan itu kemudian membuka Iaptop Juna yang ada di atas meja. “Udah cepet kerjain tugasnya, biar cepet keIar. Dibagai dua aja, ada yang bikin makaIah, sama ada yang bikin PPT.” Intrupsi Gisella.
“Gua mau yang bagian PPT.” Ucap Dika dengan cepat karena memang kebanyakan dari mereka ingin kebagian membuat PPT dari pada makalah.
“Empat orang empat orang, gua sama Gisella yang bikin makaIah, 2 orang Iagi siapa yang mau gabung sama kita berdua?” Malik bertanya.
“Gua aja.” Sahut Bintang.
“Satu lagi.” Ucap Malik.
“Gua suka muaI kaIo lihat tulisan sama cari referensi, gua mau bikin PPT aja.” Ucap Yogi yang menolak untuk bergabung dengan tim makalah.
Tara yang mendapati tatapan dari Gisella hanya menampilkan cengiran. “Karena gua sama Yogi sahabatan, jadi gua ikut sama dia bikin PPT.” Ucap Tara.
“Ck,” terdengar suara decakan dari bibir Juna. “Udah deh biat gua aja yang gabung bikin makaIah.” Ucapnya.
BERSAMBUNG