NovelToon NovelToon
CINTA ANTARA DUA AGAMA

CINTA ANTARA DUA AGAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:440
Nilai: 5
Nama Author: MUTMAINNAH Innah

Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 20

Hidupku. Ini pertama kalinya aku makan malam dengan cowok dan seromantis ini. Seperti yang sering kulihat di film-film.

"Mau aku suapin nggak? sekali saja." Dia mengawali obrolan setelah kami mengambil makanan masing-masing.

"Nggak mau," sahutku malu-malu. Dia tersenyum menatapku dengan dalam. "Jangan menatapku seperti itu, Jasson," pintaku.

"Kenapa?" tanyanya lebih melekatkan pandangannya.

"Aku bisa nggak jadi makan!" gerutuku sambil menahan maluku.

Dia tertawa. Aku tertunduk semakin malu. Kenapa aku jadi begini? Tidakkah bisa tingkahku seperti biasa?

"Aku juga bisa kenyang dengan memandangmu." Dia mulai gombal.

Aku membuang muka ke arah yang lain. Ku lihat cafe ini mulai sepi. Di kejauhan kulihat juga jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh. Cahaya semakin gelap karna bulan mulai menjauh. Di atas sini juga nggak banyak pencahayaan karna bertemakan banyak pencahayaan karna bertemakan taman. Hanya lampu-lampu kecil yang bergelantungan di pohon saja yang menjadi sumber cahaya selain dari lilin ini.

"Makanlah, Jasson. Setelah itu, aku sudah harus pulang." Aku terpaksa mengatakan itu karna aku nggak mau ketahuan oleh umi dan abi. Nanti bisa Jasson lagi yang di salahkan.

Raut wajahnya yang baru saja menggodaku langsung berubah.

"Kamu mau pulang?" tanyanya lesu.

"Kamu mau aku tidur di sini?" candaku.

Kulihat dia kini tidak bersemangat lagi. Harusnya aku mengatakan ini setelah makan.

"Ayo, Jasson. Makan," ajakku.

Dia kembali memakan steak yang ada di hadapannya.

"Terimakasih ya, Nay," ucapnya kemudian.

"Untuk apa?" tanyaku polos.

"Karna sudah senekat ini datang ke sini hanya untuk menemuiku. Jika tidak ada kamu mungkin aku sudah mati kelaparan. Aku benar-benar nggak berminat melakukan apapun sejak kejadian itu," ungkapnya.

Dia persis sepertiku kemaren. Aku juga merasakan hal yang sama. Kadang aku merasa benar-benar tidak adil dengan hidup ini. Ada orang yang saling cinta, namun tidak mendapatkan restu sepertiku. Ada yang saling cinta, tetapi hidup kekurangan, ada yang berada tapi tidak ada cinta. Ah. Namanya juga hidup. Tidak mungkin ada yang sempurna. Semua kehidupan punya ujiannnya masing-masing. Semoga aku dan Jasson bisa melewati ujian ini.

"Tdak perlu berterima kasih. Aku melakukan semua itu untuk ketenanganku juga. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padamu. Nggak seharusnya kamu masuk ke dalam hidupku yang terpenjara," ucapku sedih.

"Kita lalui sama-sama, ya," pintanya. "Kita cari jalan untuk mendapatkan restu itu. Kita nggak mungkin egois dengan hubungan ini. Walaupun sejujurnya aku sangat kecewa dengan jawaban abi," imbuhnya kemudian. "Aku janji, akan menunggu kamu hingga kamu mualaf dan mendalami agama islam. Sekalipun nanti aku sudah tua, aku akan tetap menunggu," kataku mantap.

"Ya, aku akan lakukan itu," sahutnya.

"Kadang ingin rasanya aku jadi orang lain yang bisa kemana-mana menikmati hidup mereka. Yang nggak dikekang seperti ini," ungkapku.

"Terkadang, ketika kita menginginkan hidup seperti orang lain, orang lain malah ingin di posisi kita. Karena apa? Karena manusia nggak pernah puas," tuturnya.

Kami meneruskan makan malam yang romantis ini hingga semua pengunjung pulang. Hanya ada beberapa karyawan saja di sini selain kami berdua.

Malam semakin larut. Aku masih ingin berlama-lama dengannya. Entah kenapa melihat responsnya ketika aku mengatakan ingin pulang tadi membuatku menjadi tidak tega. Aku pun sebenarnya takut berpisah dengannya. Seolah-olah nggak akan ada pertemuan lagi setelah ini. Aku sudah berusaha membuang pikiran ini. tetapi setiap kali aku membuangnya, setiap itu juga pikiran itu kembali.

"Jasson," panggilku dalam dinginnya malam.

"Ya," sahutnya seolah sudah hangat dengan keadaan ini.

"Aku takut jika kita tidak ditakdirkan untuk bersama," ucapku.

"Kita sama-sama berdoa agar mendapatkan yang terbaik," jawabnya.

"Bagaimana jika yang terbaik itu justru hal yang paling menyakitkan untuk kita?"

tanyaku lagi.

Dia terdiam. Lalu menarik napas panjang dan menatapku lama. Rasanya aku ingin menangis. Seolah ini benar-benar pertemuan terakhir.

"Bolehkan aku minta sesuatu?" tanyanya hati-hati.

Jantungku bergemuruh luar biasa mendengar pertanyaannya. Tempat ini benar-benar sudah sepi. Bolehkan aku minta sesuatu?" tanyanya hati-hati.

Jantungku bergemuruh luar biasa mendengar pertanyaannya. Tempat ini benar-benar sudah sepi.

"Apa?" Aku mulai gugup.

"Bolehkah aku mengenggam tanganmu sebentar saja?" tanyanya.

Aku merinding. Benar yang selalu dikatakan abi. Jika dua insan berlainan jenis berdua saja di suatu tempat, maka yang ketiga adalah setan.

"Iya," sahutku penuh penyesalan. Tetapi kunikmati sentuhan tangannya yang lembut dan hangat. Memberikan getaran-getaran luar biasa disetiap denyut nadi ini.

"Nayla!!!" Hardik abi dari kejauhan. Aku dan Jasson terperanjat dan refleks saling melepaskan. Aku benar-benar kaget ketika mengetahui abi tiba-tiba sudah ada di sini bersama Om Wahyu, teman abi yang merupakan seorang polisi. Sedetik, aku dan Jasson saling pandang. Tanpa bisa mengucapkan apapun lagi.

Aku sudah tahu kini bagaimana akhir dari kisah ini. Tidak akan ada maaf lagi dari abi untuk kami berdua. Ternyata firasatku benar. Ini mungkin memang pertemuan terakhirku dan Jasson.ini juga pertama dan terakhir kalinya aku menyentuh tangannya.

"Pulang!" abi menyeret tanganku dengan kasar. Tubuhku yang mungil tak mampu menahan tenaga abi yang sudah dikuasai amarah.

Aku dan Jasson saling menatap walaupun kakiku terseret tak tertahan.

"Kamu ikut saya ke kantor polisi," ucap om wahyu padanya.

"Tidak!" Aku memberontak memaksa melepaskan tanganku.

Atas dasar apa om wahyu bisa seenaknyamembawa Jasson ke kantor polisi? Bahkan aku pergi baru beberapa jam. Untuk melapor saja abi sebenarnya belum boleh. Lagian aku juga tidak berniat kabur dengannya.

Aku berlari ke arah Jasson dan memaksa melepaskan tangan om wahyu yang sudah memegangi tangannya.

"Tenang, Nay. Aku nggak akan pergi. Tidak ada surat perintah penahanan," ucap jasson setelah tangannya terlepas. "Kamu pulang saja," sambungnya dengan tenang.

"Nggak! Kalau dia harus dibawa ke kantor polisi aku juga akan ikut," ucapku.

Aku yakin abi hanya mengancam. Aku akan ikuti permainan abi. Aku nggak ingin Jasson khawatir meskipun dia berusaha sudah berusaha untuk tenang.

Plak! Satu tamparan dari abi mendarat di pipiku. Ini untuk pertama kalinya. Rasanya begitu sakit, bukan di pipi, tapi di dada ini. Air mata turun tak berdaya merasakannya. Abi, pahlawanku, orang yang paling kusayang setelah umi, berani menamparku. Aku benar-benar tidak percaya dengan ini semua. Aku mohon, Bi! Jangan lakuin itu lagi padanya. Aku akan lakukan apapun yang abi minta padaku asalkan hubungan Abi dan Nayla kembali seperti dulu, seperti sebelum aku hadir merusak semuanya."

Aku sedih sekali mendengarkan ucapannya. Apakah jika abi memintanya pergi dia juga akan melakukannya?

"Aku ingin kau menjauhinya!" paksa abi benar-benar egois.

"Baik," sahutnya tanpa berpikir.

Ketakutanku terjadi. Dia benar-benar menyanggupinya.

"Aku juga punya permintaan sama abi," lirihku.

"Apa?" tanya abi.

"Jangan bawa Jasson ke kantor polisi. Tinggalin dia di sini dan aku akan pulang sekarang juga," pintaku.

Tangan kasar abi kembali menyeretku menuruni tangga. Saking cepatnya aku nggak sempat lagi menoleh ke arah Jasson. Dari belakang terdengar suara langkah kaki mengikuti yang mungkin itu adalah Om Wahyu.

"Terima kasih, Wahyu," ucap abi pada sosok yang tidak ingin kulihat itu.

"Sama-sama," sahutnya sambil menuruni tangga.

"Oh, iya, ini buat beli rokok," ucap ayah menyelipkan sesuatu ke tangan Om Wahyu.

"Tidak, tidak. Nayla juga sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Aku pun sama khawatirnya denganmu saat mengetahui kalau dia diculik." Dia lalu menolak tangan abi.

Ternyata abi benaran berpikir kalau aku diculik Jasson. Dia nggak sejahat itu! Dia orang baik. Kasihan sekali dia. Mungkin benar, tidak takdirnya denganku. Semoga dia bisa mendapatkan seseorang yang keluarganya bisa menerimanya.

Aku terus menangis. Apalagi ketika aku mencoba menghikhlaskan Jasson. Lebih sakit rasanya dari tamparan yang diberikan orang yang sudah kuanggap pahlawan ini.

Aku dan abi sampai di parkiran.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!