NovelToon NovelToon
Istri Muda Paman

Istri Muda Paman

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

Kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Mala, membuat gadis itu menjadi rebutan para saudara yang ingin menjadi orang tua asuhnya. Apa lagi yang mereka incar selain harta Pak Subagja? Salah satunya Erina, saudara dari ayahnya yang akhirnya berhasil menjadi orang tua asuh gadis itu. Dibalik sikap lembutnya, Erina tentu punya rencana jahat untuk menguasai seluruh harta peninggalan orang tua Mala. Namun keputusannya untuk membawa Mala bersamanya adalah kesalahan besar. Dan pada akhirnya, ia sendiri yang kehilangan harta paling berharga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MENDERITA DI RUMAH SENDIRI

Malam itu, seharusnya menjadi malam pertama mereka. Namun keduanya memilih untuk menyelami pikiran masing-masing. Tama menghargai keputusan Kemala, ia tahu istrinya masih meragukannya.

Dan apa yang membuat Kemala ragu, Tama pun tidak tahu. Ia berpikir mungkin saja Kemala ragu dan takut jika Tama hanya main-main. Itu wajar, gadis seperti Kemala pasti syok dan tidak pernah menduga dalam hidupnya jika akan dinikahi oleh suami dari tantenya sendiri.

"Tidurlah, Sayang. Aku akan menjagamu," bisik Tama pada wanita yang telah sah di mata agama sebagai istrinya itu.

Kemala yang sembab matanya, hanya mengangguk. Menangisi kepedihan hatinya jika ingat tujuan awalnya tinggal di rumah Tante Erina, membuatnya kembali rapuh. Sudah hampir 3 bulan, namun ia belum juga mendapatkan bukti apapun terkait kecelakaan itu.

Kemala memejamkan mata, ia tidur membelakangi Tama yang memeluknya dari belakang. Tama dengan lembut menyelimuti dan mengusapnya, memberikan ketenangan batin pada gadis yang hatinya terasa hancur itu.

'Cepat atau lambat, aku akan memberitahukan semuanya padamu, Om. Aku yakin, kamu tidak sejahat tante Erina meskipun punya niatan yang sama untuk memeras dan menguasai harta peninggalan bapak. Untuk

Sekarang, biarkan aku seperti ini. Aku ingin tenang sebentar saja,' gumam Kemala dalam hati, seraya memejamkan mata, merasakan hembusan nafas hangat Tama di tengkuknya.

Keesokan pagi, setelah sarapan, Kemala pamit pada teman-temannya yang hari itu masih terlihat asyik menikmati perkebunan teh tak jauh dari rumah peninggalan orang tua Kemala.

"Kalian kalau butuh apa-apa, minta Mang Asep atau Teh Asih aja ya. Aku dan Om Tama balik duluan, banyak yang harus kita urus," ucap Kemala pada ketiga temannya pagi itu yang sedang menikmati teh hangat, singkong goreng dan pisang kukus.

"Oh iya, Mal. Makasih ya, kita bakal balik juga siang nanti," ucap Yola.

"Lho, kok balik sih, Yol? Kan lagi asyik nih. Gue pengen foto-foto di kebun teh, Bener gak, Ren?" ucap Sintya yang dibalas anggukkan mantap oleh Kiren.

"Heh, gak sopan banget sih kalian. Tuan rumahnya pulang, tamunya malah betah," celetuk Yola yang membuat Kemala tersenyum manis.

Di depan teman-temannya, ia tidak mau menunjukkan kesedihannya. Ia bahkan tidak menceritakan tujuan utamanya menerima pinangan Om Tama. Biarlah, rencana untuk mencari tahu tentang kecelakaan itu menjadi rahasianya sendiri.

"Santai aja, Yol! Kalian bersenang-senanglah!

Pokoknya kalau mau apa-apa, tinggal bilang aja! Aku mau

Siap-siap dulu ya. Mau balik duluan," ujarnya.

Kiren tersenyum sambil menepuk bahu temannya. "Ehhemm, ciyee... Yang udah sah jadi istri. Mau balik ke rumah, atau mau ke hotel nih? Duh, kok rambutnya kering sih? Jangan bilang kalian belum..."

"Belum apa?" tanya Kemala menatap ketiga temannya yang tersenyum usil itu.

"Belum nganu, Mala," ucap Kiren.

Mala masih bingung. "Nganu apa?"

"Astaga... Itu lho, begini!!!" Sintya menyatukan dua telapak tangannya, memberikan isyarat lain. Namun Kemala malah tambah bingung.

Yola menepuk jidatnya. "Astaga, dasar bego ih! Maksud mereka itu, kamu dan Om Tama belum malam pertama?"

Kemala melongo, sedetik kemudian tertawa.

"Ya Tuhan, loading sekali teman kita yang kaya raya ini," ucap Yola kembali menepuk jidatnya.

Mereka semua tertawa dan terus ngeledek Kemala.

Melihat keceriaan Kemala pagi ini, tidak ada satupun yang menyadari jika gadis itu menyimpan begitu banyak luka. Kemala memang pandai menyembunyikan kesedihan dan dendam yang berapi-api dengan wajah polosnya itu.

Siang itu, langit tampak begitu cerah, kontras dengan badai yang sedang menunggu di dalam rumah berlantai 2 milik Tama.

Mobil hitam yang baru saja memasuki halaman kecil di rumah itu membuat Erina yang berada di dalam rumah langsung bergegas keluar. Semalaman dirinya tidak bisa tidur, menunggu Kemala dan Tama yang tidak pulang serta tidak ada kabar sama sekali. Nomor ponsel Mereka pun tidak bisa dihubungi.

Kemala keluar dari mobil itu mengenakan dress selutut berwarna putih gading dengan model tangan pendek sabrina. Rambutnya diurai berhiaskan bando berwarna senada dengan pakaiannya. Ia terlihat sangat anggun dan berkelas.

Tama menyusul di belakang, mengenakan kemeja rapi dan setelan santai. Ia menggenggam tangan Kemala dengan erat. Tidak ada lagi sembunyi-sembunyi. Tidak ada lagi alasan untuk menutupi apa yang telah sah secara agama.

Pintu utama terbuka. Dan di sanalah dia, wanita cantik dengan riasan tebal dan bulu mata eyelash itu berdiri terpaku.

Erina.

Wajahnya berubah seketika. Dari senyum ramah menjadi sorot mata yang penuh syok dan kemarahan. Mulutnya sedikit terbuka, tubuhnya nyaris limbung.

"Kemala... Mas Tama?" suara itu lirih tapi getir. Mata Erina menatap ke arah Tama yang menggenggam erat tangan Kemala.

Tama hanya menatap datar. Kemala melangkah maju, berdiri tegak di hadapan wanita yang ia curigai sebagai dalang kecelakaan yang telah merenggut nyawa kedua

Orang tuanya.

"Ke mana saja kalian? Kenapa baru pulang? Dan kenapa Mas Tama memegang tangan Kemala seperti itu?" tanyanya dengan getir.

Kemala tersenyum sinis. "Aku cuma ingin bilang satu hal, Tante..." ucap Kemala dengan suara yang cukup nyaring, namun tanpa emosi. "Sekarang aku adalah istri dari suami sahmu."

DUAARRR.

Bagai tersambar petir di siang bolong, Erina terhenyak mendengar pernyataan itu. Ia menggelengkan kepalanya, wajahnya terlihat syok.

Erina menahan napasnya. "Apa maksudmu?! Jangan bercanda, Mala. Ka-kamu... menikah dengan Tama?! Itu -itu gak masuk akal! Kamu itu keponakan tante dan sekarang kami adalah orang tua asuhmu. Mana mungkin jika kalian..."

"Kami memang sudah menikah. Semalam. Di puncak. Di rumah peninggalan Kang Subagja," potong Tama dingin. Entah mengapa rasanya muak berbicara pada Erina, terlebih setelah semua bukti pengkhianatan wanita itu.

DEGH.

Jantung Erina seperti dihantam batu yang besar. Ia tidak percaya, mana mungkin suaminya dan keponakannya tega melakukan hal ini kepadanya.

"Gak. Gak mungkin. Kalian pasti bercanda kan? Kalian cuman pengen ngasih kejutan 'kan?"

Tama merogoh ponselnya kemudian menyerahkan sebuah foto di mana semalam, ia telah mengikrarkan akad nikah di puncak. Nampak beberapa foto, termasuk saat Tama bersalaman dengan Sukardi, pria yang menjadi wali nikah untuk Kemala.

Wajah Erina memerah, murka. Ia merasa telah dipermainkan.

"Apa-apaan ini? Pernikahan kalian tidak sah!" pekiknya.

Tama tersenyum sinis. "Oh ya? Kau tahu apa yang tidak sah, Erina? Tidur dengan pria lain saat masih bersuamikan aku."

Wajah Erina langsung pucat. "Mas Tama, a-apa maksudmu?"

"Tidak usah pura-pura lagi, Erina. Aku sudah tahu kebusukanmu. Kamu selingkuh! Bahkan kamu berbohong soal dibegal waktu itu. Kamu benar-benar culas. Kamu wanita murahan!" pekik Tama dengan kilatan kebencian pada wanita yang telah menghianatinya itu.

"Tante tidur dengan laki-laki lain," ujar Kemala tajam. "Dan kami punya buktinya. Rekaman CCTV dari hotel, pesan-pesanmu yang vulgar, bahkan foto kalian di restoran waktu itu. Aku sudah memperingatkanmu, Tante. Tapi sepertinya, kamu meremehkan ancamanku."

Erina menggeleng panik, air matanya menetes.

"Jangan... jangan percaya padanya, Mas. Itu semua-itu semua jebakan! Aku dijebak!" teriaknya sambil menjambak rambutnya sendiri, frustasi.

Tapi Tama tetap berdiri tegak. Ia mengeluarkan

Flashdisk dari sakunya dan meletakkannya di atas meja.

"Aku mempercayaimu bertahun-tahun. Aku menutup mata karena kau selalu punya alasan. Tapi kali ini... cukup."

Erina jatuh berlutut, tangisnya pecah. Ia merangkak mendekat, memeluk kaki Tama dengan tubuh gemetar.

"Maaf... aku minta maaf... aku janji gak akan ulangi lagi. Jangan tinggalkan aku. Aku khilaf, Mas," katanya, menatap ke arah Kemala dengan kebencian tersembunyi.

"Dia keponakanmu sendiri, Mas Tama. Ini... ini aib."

"Aku tahu kamu hanya ingin membalas rasa sakit hati dengan menikahinya. Mas, Kemala adalah tanggung jawab kita. Pernikahan kalian salah. Tolong talak dia sekarang juga! Aku janji akan meninggalkan pria itu, dan anggap aja semua ini gak pernah terjadi!" seru Erina histeris, suaranya nyaris tak terdengar jelas karena isakannya.

Tama menatap istrinya cukup lama. Tapi bukan berarti dia iba ataupun luluh.

"Maaf, Rin. Semuanya sudah terlambat. Kemala memang tanggung jawab kita, oleh sebab itu aku menikahinya untuk bisa melindunginya," ucap Tama yang membuat Erina makin sakit hati. Suami yang dulu begitu romantis dan selalu meratukannya, kini telah direbut oleh keponakannya sendiri.

Erina terisak makin kencang. Ia tak pernah menyangka, permainan yang selama ini ia mainkan justru membalik menghancurkan hidupnya.

Satu jam kemudian.

Erina terduduk di sofa ruang tamu, wajahnya pucat,

Matanya sembab. Jemarinya gemetar saat menggenggam cangkir teh yang tak lagi hangat. Dunia seperti berputar terlalu cepat, meninggalkannya sendirian dalam pusaran kehancuran yang tak pernah ia bayangkan. Rencananya begitu rapi, begitu sempurna di atas kertas. Tapi semuanya berantakan... dalam sekejap.

Tama menikahi Kemala.

Bukan cuma selingkuh. Bukan sekadar terpikat oleh gadis desa yang polos. Tapi benar-benar menikahinya. Dan yang lebih menyakitkan, Kemala semakin menunjukkan ketidaksopanannya. Gadis itu sok berkuasa di rumah tantenya sendiri.

"Kenapa semua jadi begini?" bisik Erina lirih, lebih kepada dirinya sendiri.

Kemala yang ia anggap lemah ternyata punya taring.

Dan sekarang, gadis yang mewarisi seluruh harta orang tuanya itu berdiri tegak di hadapannya. Bukan sebagai keponakan. Tapi sebagai saingan.

Langkah kaki bergema di dalam rumah. Tama muncul dari arah dapur sambil membawa segelas air putih.

Kemala mengikutinya, wajahnya tampak tenang namun sinis.

Tama menyerahkan gelas itu kepada Erina.

"Minumlah. Kamu terlihat kalut."

Erina menepis tangan suaminya kasar. "Kamu pikir aku bisa tenang setelah semua ini?"

Tama menarik napas panjang. "Erina, kamu sendiri yang bilang untuk menyayangi Kemala. Kamu bahkan menyuruhku menjaganya sebaik mungkin."

"Tapi bukan menikahinya!" Erina hampir berteriak, suaranya tercekat.

Kemala menyandarkan diri di sandaran sofa, menyilangkan tangan di depan dada. Wajahnya menampakkan kemenangan kecil.

Tama duduk di kursi seberang, menatap istrinya yang tengah limbung itu. "Aku mencintai Kemala. Bukankah itu yang kamu inginkan, Rin? Kau bilang sendiri: perhatikan dan sayangi dia."

Kemala menyeringai kecil, mengangkat sebelah alis. "Tante tidak menyangka aku bisa jadi istri suamimu, ya?"

Wajah Erina mengeras. Entah sejak kapan Kemala berubah menjadi sangat tidak sopan seperti ini. Namun Erina tidak bisa berbuat banyak, salah salah dia bisa terusir dari rumahnya sendiri. Erina tidak mau keluar dari rumah ini tanpa membawa apapun. Setidaknya jika Tama direbut oleh Kemala, maka ia harus secepatnya merebut harta warisan milik gadis itu apapun caranya!

Ada keheningan sejenak. Angin sore meniup tirai jendela, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding rumah. Erina menunduk, menahan tangis.

"Aku minta maaf," katanya akhirnya, dengan suara parau. "Aku memang salah. Aku khilaf. Tapi percayalah, aku sangat mencintaimu, Mas. Jangan begini. Kita sama-sama salah. Mari kita perbaiki semuanya. Aku tinggalkan Yudha, dan kamu tinggalkan Kemala. Tapi... Kemala masih tanggung jawab kita. Tanpa harus kamu nikahi, Mas. Dia masih bisa tinggal di sini."

Tama tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan

Kemala dan mengecup jemarinya. Lagi-lagi ia menunjukkan sikap romantis yang membuat Erina semakin berang. "Aku tidak akan meninggalkan kamu, Erina. Kamu masih istriku. Tapi Kemala juga istriku. Kalau kamu gak setuju, kamu bisa pergi. Tapi aku tidak akan melepas Kemala."

Wajah Erina langsung berubah. Tangis yang tadinya lirih berubah menjadi amarah yang menggelegar.

"Tidak! Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti ini! Aku TIDAK MAU DIMADU!" teriaknya.

Kemala mendekat, membisikkan kalimat tajam. "Lalu kenapa Tante tega menduakan Om Tama dengan laki-laki itu? Atau bagi Tante, selingkuh boleh tapi dimadu haram?"

"Tutup mulutmu!" seru Erina sambil berdiri.

Tama bangkit, berdiri di samping Kemala. "Sudah cukup. Sekali lagi membentak Kemala apalagi menyakitinya, kamu akan tahu akibatnya, Erina!"

Erina kembali terhenyak. Tama-suami idaman yang begitu mencintainya, kini membela wanita lain. Sakit, rasanya sungguh sakit!

Kemala melipat kedua tangannya, senyumnya menunjukkan bahwa kemenangan ada di genggamannya saat ini.

"Kalau masih mau tinggal di rumah ini, maka patuhlah, Tante! Aku nggak masalah meskipun jadi istri keduamu," ucap Kemala dengan sinis.

Tama menggandeng tangan Kemala. Tanpa sepatah kata, mereka berjalan menaiki tangga menuju lantai atas.

Erina mengejar, berteriak, menggedor-gedor dinding seolah ingin menghancurkan rumah itu dengan tangannya sendiri.

"KEMALA! TAMA! KALIAN TIDAK BISA MENINGGALKANKU BEGITU SAJA! AKU ISTRI SAH-MU, TAMA! AKU-"

Langkah mereka tak berhenti. Tanpa menoleh ke belakang, Kemala hanya menoleh sedikit dan tersenyum sinis.

Tama berbisik, "Bagaimana, kamu puas, Mala?"

Kemala membalas dengan senyuman gelap. "Belum, Om. Aku tidak akan pernah puas sebelum melihat tante Erina hancur. Aku akan buat dia menderita... di rumahnya sendiri."

Erina terjatuh di anak tangga paling bawah. Ia menggigit bibirnya, menahan amarah dan rasa malu karena terhina di rumahnya sendiri.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam, drama pun kembali terjadi seolah tak ada puasnya untuk membuat sang ratu di rumah itu tersingkir dan menderita.

Pintu kamar utama terbuka lebar. Suara lemari dibuka dengan kasar, laci-laci ditarik paksa, dan barang-barang berhamburan ke lantai. Gaun-gaun mahal, perhiasan, sepatu bermerek, tas branded milik Erina dilontarkan satu per satu keluar kamar. Kemala berdiri di ambang pintu, mengenakan gaun tidur berwarna merah menyala dengan rambut digelung asal-asalan. Wajahnya dingin, sorot matanya penuh kepuasan.

Erina yang sejak sore tadi tidak bisa masuk ke kamarnya karena dikunci oleh Tama itu berteriak. "KEMALA! Kamu gila? Apa yang kamu lakukan?!"

Kemala menyeringai. "Mengembalikan kamar ini kepada yang berhak, Tante."

"Ini kamar aku dan Tama!"

"Tante pikir, masih pantas tidur di kamar ini? Tante lupa, telah memakai kamar ini untuk berzina. Tapi jangan khawatir, kasur bekas Tante sudah aku buang dab ganti dengan yang baru," balas Kemala dengan nada mengejek. "Mulai sekarang, kamar ini akan aku tempati bersama Om Tama. Kamu bisa pindah ke kamar tamu... Terserah."

"Tidak bisa! Ini tidak adil!"

"Adil?" Kemala berjalan mendekat, menatap wajah tantenya dari jarak dekat. "Tante mau bicara soal keadilan?"

Erina menggertakkan giginya, matanya berair. Tapi ia tidak bisa membantah. Ia sudah kehilangan kuasa. Dan kini, ia bahkan tak mampu menyelamatkan martabatnya sendiri di dalam rumah ini.

"Kamu tidak akan lama di sini," ucapnya lirih.

Kemala menepuk bahu Erina perlahan. "Oh ya? Silahkan... Buktikan jika tante bisa mengusirku dari rumah ini? Aku sih gak masalah, tinggal balik ke rumah bapak atau membeli rumah baru dan membawa Om Tama bersamaku. Sementara Tante, yakin bisa hidup tanpa uang dariku ataupun dari Om Tama?" tanya kemala dengan tatapan sinis.

Erina tidak bisa berkutik. Dengan langkah lunglai, ia

Akhirnya menyeret koper dan beberapa tasnya menuju kamar bekas Kemala di lantai bawah.

"Aku gak akan kalah, Mala. Aku telah salah menilaimu selama ini, aku pikir kau gadis kampungan dan lemah, tapi ternyata kau menyebalkan seperti ibumu!" pekik Erina setelah berada di kamar dan membereskan barang-barangnya.

Menjelang malam, setelah seharian menangis dan menahan emosi, Erina akhirnya mengirim pesan kepada seseorang yang selalu menjadi tempat pelariannya: Yudha.

"Aku butuh kamu malam ini. Temui aku di klub."

Klub malam langganan mereka yang terletak di pusat kota kembali penuh oleh kerlap-kerlip lampu dan dentuman musik keras. Erina duduk di pojok ruangan, mengenakan gaun hitam ketat, wajahnya masih kusut meski sudah berusaha ditutupi make up tebal.

Yudha datang tak lama kemudian, dengan kemeja terbuka hingga dada dan rantai perak tergantung di lehernya. Pria bertato itu mencium pipi Erina, lalu duduk di sebelahnya.

"Sayang, kamu kenapa? Wajahmu kusut banget. Tumben gak seceria biasanya. Gimana, apa uangnya sudah ada?" tanyanya sambil menuangkan wine ke dalam gelas.

Erina menatap kosong ke gelas itu, lalu meneguknya dalam satu kali tegukan.

"Boro-boro. Keponakanku malah dinikahi suamiku. Mereka benar-benar biadab!

Yudha mendesis pelan. "Gila..."

"Dia ngusir aku dari kamar. Dia rebut Tama dariku. Dan Tama... dia malah memilih Kemala ketimbang aku." Suaranya bergetar. "Padahal aku yang sudah bertahun-tahun bersamanya. Aku yang ada saat Tama jatuh bangun."

Yudha menepuk paha Erina pelan. "Kita harus gerak cepat, Sayang. Keponakanmu itu ternyata sangat berbahaya. Kalau cara halus gak bisa membuat dia serahkan asetnya padamu, ya kita buat cara kasar."

Erina memicingkan mata. "Maksudmu?"

Yudha merunduk, membisikkan sesuatu ke telinga Erina. Rencana jahat yang perlahan mulai disusun. Wajah Erina berubah dari kalut menjadi fokus. Mata itu kembali berkilat, kali ini bukan karena tangis, melainkan karena ambisi yang menyala-nyala.

"Soal Tama," lanjut Yudha, "gak usah kamu pikirin lagi. Dia sudah tahu tentang kita, kan? Jadi, kamu bisa lebih bebas bersamaku. Dia juga bebas dengan wanita kampungnya itu. Kamu tinggal sabar sedikit. Kita susun strategi, dan saat waktunya tiba..."

Erina mengangguk pelan. "Aku akan ambil semua yang seharusnya jadi milikku. Aku tidak peduli siapa yang harus aku hancurkan."

Yudha mencium tangan Erina lalu mengangkat gelasnya. "Yess, kamu tidak boleh sedih hanya karena dikhianati laki-laki ba-jingan seperti dia. Masih ada aku, Sayang. Jika kamu berhasil menguasai harta keponakanmu itu, kita bisa hidup bersama dan bahagia."

Malam itu, mereka mabuk-mabukan. Erina tertawa dalam pelukan Yudha, mencoba menenggelamkan rasa sakitnya di balik alkohol dan pelukan palsu. Tapi sesungguhnya, hatinya sedang terbakar.

Jam menunjukkan pukul tiga dini hari saat sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah minimalis berlantai dua itu. Erina, yang setengah mabuk, dibantu keluar oleh seorang teman wanitanya. Yudha mabuk berat sehingga tidak bisa mengantarnya pulang. Setelah mengucapkan terima kasih singkat, ia berjalan tertatih menuju pintu.

Wanita yang berpakaian kurang bahan itu merancau sambil memutar kunci rumah. "Benar kata Yudha, ngapain aku nangisin laki-laki gak guna seperti Tama? Lebih baik aku ikuti saja permainan mereka, asal harta Kemala jadi milikku, aku gak masalah jika dimadu. Hahahh... Indira, lihatlah... Anakmu jadi pelakor," ucapnya sambil tertawa, wajahnya bersemu diselingi cegukan yang tak berkesudahan karena terlalu banyak minum.

Erina melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Sepi.

Tak ada satupun lampu menyala di ruang tengah. Erina berjalan pelan, menahan kantuk dan pusing di kepalanya. Dirinya lupa jika saat ini kamarnya sudah ditempati Kemala, ia naik ke lantai atas, hendak memasuki kamarnya sendiri.

Namun ketika sampai di depan pintu, langkahnya langsung terhenti seketika saat dirinya mendengar suara

yang membuat bulu kuduknya meremang.

Erina membeku.

Dari balik pintu kamar utama-kamarnya dulu-ia mendengar suara samar. Desa-han tertahan, lalu diikuti oleh suara ran-jang yang berde rit pelan.

Desa-han itu... jelas suara Tama.

Dan yang lainnya... suara Kemala yang merintih kesakitan namun juga menikmati.

"Aahhh, sakit, Om!"

"Maaf, Sayang. Ini memang sedikit sakit, tapi setelahnya, kau akan menikmati."

1
Towa_sama
Wah, cerita ini seru banget, bikin ketagihan!
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Ngakak banget!
im_soHaPpy
Datang ke platform ini cuma buat satu cerita, tapi ternyata ketemu harta karun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!