NovelToon NovelToon
CEO Cantik Vs Satpam Tampan

CEO Cantik Vs Satpam Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / CEO / Tunangan Sejak Bayi / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Pengawal
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: MakNov Gabut

Kisah Perjodohan seorang CEO yang cantik jelita dengan Seorang Pengawal Pribadi yang mengawali kerja di perusahaannya sebagai satpam

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MakNov Gabut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Bab 18

Keesokan harinya, luka di wajah Aryo sudah mulai membaik, meskipun memar dan bengkaknya masih terlihat jelas. Ia memasuki kantor seperti biasa, langkahnya mantap meski sesekali menyentuh pipi yang masih terasa nyeri.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari Gladys.

“Aryo, empat orang polisi yang menghajarmu kemarin ditemukan tewas hari ini,” suara Gladys terdengar tegang.

Aryo menelan ludah, rasa cemas merayap di tubuhnya. “Bagaimana bisa begitu?” pikirnya, bahaya terasa semakin dekat. Masih ada pihak yang berusaha menjebaknya.

“Mereka ditemukan bunuh diri bersamaan di sebuah rumah,” lanjut Gladys.

“Bunuh diri?” Aryo terkejut, rasa tidak percaya bercampur dengan ketegangan.

“Ya, terdengar aneh kan?” Gladys menambahkan.

“Lalu bagaimana proses penyelidikannya?” Aryo menanyakan, suaranya tetap tenang tapi matanya menatap jauh, berusaha menebak motif di balik kejadian itu.

“Tim kami sedang menyelidikinya. Tapi Aryo, aku harus jujur, ada tikus busuk di dalam kepolisian. Waspadalah. Kami khawatir kematian mereka akan dikaitkan lagi denganmu,” bisik Gladys.

Aryo mengangguk pelan. “Kemungkinan besar begitu. Jebakannya belum berakhir. Aku yakin orang-orang ini, entah siapa mereka, tidak akan membiarkanku begitu saja.”

“Benar. Oke, nanti aku akan mengirimkan foto-foto TKP padamu. Ketemuan langsung lebih aman.”

“Oke, temui aku di kantor Andara Group,” Aryo menginstruksikan.

“Oke, sampai jumpa. Aku akan kabari perkembangan selanjutnya,” Gladys menutup pembicaraan.

Aryo duduk di mejanya, memikirkan Gaston. Ia orang pertama yang dicurigainya, namun belakangan pikirannya berubah. Gaston, mantan anak buahnya, ahli dalam menyusup ke sistem dan menyelidiki. Aryo merasa dorongan kuat untuk mengetahui siapa dalang di balik semua ini.

Akhirnya, Aryo menelepon Gaston.

“Halo, Bang. Akhirnya kau menelepon juga. Selamat ya dapat penghargaan dari polisi. Ada apa?” suara Gaston terdengar hangat di telepon.

Aryo menghela napas panjang. “Aku butuh bantuanmu.” Ia menjelaskan duduk perkaranya secara ringkas, dan menyebutkan apa yang ingin dibantu.

Empat jam kemudian, Gaston menelepon kembali. “Bang, kau tengah dijebak. Aku sudah meninjau TKP kematian empat polisi itu. Mereka tidak bunuh diri. Mereka dibunuh.”

“Bagaimana caranya?” Aryo menanyakan dengan serius.

“Mereka sudah meninggal sebelum sampai ke rumah itu. Obat keras hanya dijadikan kedok,” jawab Gaston yakin.

Aryo mengangguk, meskipun tak ada yang melihatnya. “Kau yakin?”

“Yakin, Bang,” tegas Gaston.

Aryo memanfaatkan kesempatan itu untuk menanyakan hal lain. “Kau tahu tentang geng Nagajaya?”

“Baru dengar, Bang. Ada apa?”

“Kau coba selidiki mereka. Kau ada waktu malam ini?”

“Kosong, Bang. Mau ke mana kita?”

“Heaven Club. Ada orang yang perlu kutemui,” Aryo menjawab.

Siang harinya, Meliana melihat Gladys datang ke kantor dan langsung mencari Aryo. Rasa penasaran muncul, ia tak bisa menutupi kagumnya terhadap paras cantik Gladys. Ia teringat cara Gladys berbicara dengan Aryo kemarin, jelas terlihat ketertarikan di matanya.

“Ada apa, Bu CEO?” Aryo menanyai saat dipanggil ke ruangannya.

“Antar aku besok ke acara pelelangan,” kata Meliana singkat.

“Oke. Ada lagi?” Aryo menunggu tanggapan lebih lanjut.

Meliana terdiam, seolah tak ada hal lain. Aryo mengira urusannya selesai dan hendak keluar.

“Hei, siapa yang menyuruhmu keluar? Duduk dulu sini!” bentak Meliana tiba-tiba.

“Oh, baik, Bu CEO. Maaf, aku kira sudah selesai,” Aryo menjawab sambil tersenyum ringan.

“Belum. Kalau sudah selesai, aku akan bilang,” ujar Meliana, nada suaranya tegas tapi mata kecilnya memperlihatkan kegelisahan.

Aryo menatap Meliana, ia bisa merasakan sedikit emosi yang keluar. Meliana bertanya, “Gladys tadi menemuimu?”

“Ya, tadi dia datang ke lantai 16,” Aryo menjawab.

“Seharusnya dia minta izin dulu padaku. Aku kan majikanmu,” Meliana mengetuk meja dengan nada tidak sabar.

“Nanti aku sampaikan lain kali,” Aryo menjawab santai.

“Ada urusan apa dia datang kemari?” Melanie mendesak.

“Ada kasus baru. Masih rahasia,” Aryo menjawab singkat.

“Aku CEO-mu, katakan saja padaku,” Meliana menekannya lagi.

“Maaf, Bu CEO. Tidak bisa,” Aryo tetap tenang.

“Anjing penjaga, kamu tidak menurut?” suara Meliana meninggi.

“Maaf, Bu CEO. Ini memang sangat rahasia,” Aryo tetap konsisten.

“Kamu suka Gladys ya?” tuduh Meliana tiba-tiba.

Aryo tersenyum. “Hei, tidak sopan. Kenapa malah ketawa?”

“Tidak seperti itu urusannya,” Aryo menenangkan.

“Jadi kamu tidak suka? Dia kan cantik dan seksi begitu. Sudah kamu intip belum?” lanjut Meliana.

“Oh oh, aku tahu arah perbincangan ini. Meliana, kamu cemburu?” Aryo menyindir lembut.

Pipi Meliana memerah, ia membuang muka. Aryo menatap meja kerjanya yang terbuat dari kaca, tanpa sadar Meliana duduk gelisah.

“Jangan mimpi ya. Ngapain aku cemburu?” kilah Meliana tegas.

Aryo tertawa ringan. “Pertanyaan-pertanyaan tadi, itu biasanya cewek tanyakan kalau lagi cemburu.”

“Siapa kamu, ahli cewek?” Meliana balik menantang.

“Tidak perlu ahli cewek untuk tahu orang lagi cemburu,” Aryo menjawab santai.

Meliana kesal. “Sudah, sudah, kamu pergi sana. Menyebalkan.”

“Baik, Bu CEO. Aku pergi dulu menjalankan tugas,” Aryo tersenyum dan meninggalkan ruangan.

Menjelang sore, informasi yang diminta Aryo akhirnya tiba melalui Gaston.

“Bang, Nagajaya adalah sebuah geng elit. Kemampuan bertarung mereka lumayan. Ciri khasnya pisau dengan gagang moncong naga,” jelas Gaston di telepon.

“Bagaimana dibandingkan kemampuan kita?” Aryo menanyakan, serius.

“Tim elit PamungkasCorps jauh lebih tangguh. Kita bisa mengalahkan mereka dengan mudah,” jawab Gaston.

“Dua puluh orang yang menyerangku kemarin, mereka anggota Nagajaya?”

“Bukan, Bang. Mereka cuma grup pemanasan, calon anggota baru. Kalau gagal, nasib mereka habis. Mereka akan diburu,” jelas Gaston.

“Malang sekali nasib mereka,” Aryo bergumam.

“Akhirnya, kita bisa beraksi lagi bersama,” Gaston terdengar bersemangat. Aryo tersenyum tipis, tapi dalam hatinya menolak kembali ke masa lalu.

Tepat setelah menutup telepon, Pak Kamal memanggil Aryo ke lantai 16.

“Aryo, ada apa lagi hari ini?” tanya Pak Kamal khawatir.

“Kemungkinan masih ada yang ingin menjebak saya, Pak,” Aryo menanggapi serius.

“Kalau begitu, bahayanya semakin dekat,” Pak Kamal cemas.

“Pak, saya pikir bukan Meliana yang menjadi incaran. Melainkan saya. Apa sebaiknya Meliana dijaga pengawal lain?” Aryo mengusulkan.

“Tidak. Kamu bagian dari rencana mereka untuk mengincar Meliana. Aku yakin itu. Aku tidak butuh pengawal lain,” Pak Kamal menegaskan.

“Chris sepertinya cukup terampil,” Aryo mencoba membujuk meski tak sepenuh hati.

“Tidak, Aryo. Kamu calon menantuku. Sudah sepantasnya kamu yang menjaga Meliana,” Pak Kamal menekankan.

“Saya khawatir justru malah membuat Meliana tidak aman,” Aryo tetap waspada.

“Ingat perjanjian darahnya, Aryo,” Pak Kamal menunjukkan telapak tangan kanannya, terlihat bekas goresan. “Kalian sebaiknya tinggal bersama. Itu lebih baik.”

Aryo terkejut, terlalu cepat menurutnya. “Meliana pasti menolak keras.”

“Tenang. Aku yang mengatur. Ada kondo kosong. Itu bisa jadi tempat tinggal kalian. Kamu bisa menjaganya 24 jam. Pastinya, kesempatanmu untuk membuatnya jatuh cinta padamu semakin besar.”

Aryo tidak bisa membantah.

Beberapa menit kemudian, Meliana juga dipanggil Pak Kamal. Ide tinggal serumah disampaikan padanya.

“Apa? Tinggal serumah?” seru Meliana terkejut.

“Ya. Kalian mesti lebih mengenal satu sama lain,” kata Pak Kamal.

“Untuk apa? Hari-hari juga kami sudah terlalu sering bersama,” Meliana menolak.

“Itu hubungan pengawal dan CEO. Kalian butuh lebih dari itu. Aku ingin melihat hasilnya,” Pak Kamal meyakinkan.

“Meliana bersedia, tapi pertunangannya dibatalkan,” tawar Meliana.

“Itu bisa dipertimbangkan,” Pak Kamal mengangguk.

“Satu syarat lagi, Pah,” Meliana menambahkan.

“Apa itu?”

“Apa itu?” tanya Pak Kamal, penasaran.

“Thania ikut tinggal bersama kami,” ujar Meliana mantap, matanya menatap lurus ke arah ayahnya.

Aryo tersenyum tipis, sudah menduga hal ini. Ia tahu itu cara Meliana memastikan pertunangan tetap batal—Thania yang dekat dengannya akan menjadi penghalang jika ada pihak ketiga.

“Oke, deal,” Pak Kamal akhirnya menyerahkan keputusan. Ia menjulurkan tangan untuk dijabat Meliana, senyum tipis muncul di wajahnya.

Aryo menatap mereka berdua, menahan diri untuk tidak ikut campur. Dalam hatinya, ia menilai langkah ini cerdas, tapi sekaligus rumit. Tinggal serumah dengan Meliana akan membuat dinamika mereka semakin intens. Sedangkan Thania, yang akan menjadi penghuni tambahan, bisa menjadi sekutu atau penghalang bagi Aryo, tergantung bagaimana ia bersikap.

Bersambung.

1
Edana
Gak bisa tidur sampai selesai baca ini cerita, tapi gak rugi sama sekali.
Hiro Takachiho
Aku akan selalu mendukungmu, teruslah menulis author! ❤️
Oscar François de Jarjayes
Serius, ceritanya bikin aku baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!