Tamara adalah seorang wanita muda yang independen dan mandiri. Ia bisa hidup bahagia dan kaya tanpa dukungan seorang laki-laki. Ia juga membenci anak-anak karena menurutnya mereka merepotkan dan rewel.
akan tetapi takdir membuatnya harus mencicipi kehidupan yang paling ia benci yaitu bertransmigrasi menjadi seorang ibu muda dari anak yang bernasib malang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Q Lembayun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istriku
Selama berbulan-bulan setelah berita kematian Vin, untuk pertama kalinya Dharma melihat saudara seperjuangannya lagi. Ia sangat terpukul saat pertama kalinya mendapatkan berita bahwa Vin dinyatakan gugur dalam sebuah misi berbahaya tanpa ada mayat yang bersisa.
Vin terpaksa dimakamkan dengan peti kosong sebagai simbolik kematiannya. Hal tersebut membuat semua orang merasa terpukul, apalagi Vin dikenal sebagai seorang prajurit yang tak segan mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan rekan-rekannya yang berada dalam bahaya. Vin bukan hanya menyelamatkan orang-orang pada umumnya, tapi ia juga telah banyak menyelamatkan tentara yang kesulitan termasuk Dharma.
Dharma awalnya tidak ingin menjadi seorang tentara, hanya saja keluarganya adalah keluarga militer yang terkenal sehingga ia dipaksa untuk mengikuti tradisi sebagai prajurit. Akan tetapi jiwa pengecutnya belum hilang, dan ia masih sangat takut pada kematian. Jadi saat melakukan misi berbahaya, ia banyak melakukan kesalahan dan membuatnya hampir mati sepanjang perjalanan. Beruntung Vin adalah rekannya, jadi ia selalu diselamatkan oleh laki-laki itu. Hal tersebut membuat Dharma mengagumi Vin melebihi rekan-rekannya yang lain. Jadi dapat digambarkan bahwa Dharma adalah salah satu orang yang paling bahagia saat mendengar bahwa Vin masih hidup saat ini.
Apalagi laki-laki itu berdiri di depannya tanpa kekurangan suatu apapun.
"Vin?"
Mendengar suara yang ia kenal, Vin pun segera berbalik. Ia datang pagi-pagi sekali dengan pakaian seragam lengkap dan tubuh yang segar. Ia ingin memberikan kejutan besar pada sang istri dan bersujud padanya untuk meminta maaf. Tapi betapa bodohnya ia saat mengingat bahwa ia tidak tau dimana kamar sang istri. Awalnya ia ingin bertanya pada perawat, tapi entah kenapa ia merasa malu dan menunggu di depan rumah sakit seperti orang bodoh.
Mungkin karena Vin berpisah dengan istrinya selama berbulan-bulan, sehingga ia merasa begitu gugup saat akan bertemu dengannya untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Sehingga ia menjadi begitu bodoh dan kesulitan untuk berfikir jernih. Beruntung saat ini ia bertemu dengan Dharma jadi Vin langsung bernafas lega.
"Dharma..."
"Vin?!" ucap Dharma bersemangat.
"Akhirnya bertemu denganmu." ucap Vin lega.
Ini pertama kalinya mereka bertemu setelah beberapa bulan lamanya. Hal tersebut membuat keduanya menjadi begitu bersemangat. Dharma meletakkan bubur bawaannya di sebuah kursi tunggu dan segera menghampiri Vin dengan antusias.
Dharma menegakkan badannya dan segera memberi hormat. "Siap, selamat datang kembali kapten."
Vin pun ikut memberi hormat. "Siap, terimakasih."
Setelah itu keduanya berpelukan. Dharma yang notabenenya laki-laki yang keras kepala tak kuasa menahan tangis. Air matanya bercucuran karena melihat teman seperjuangan kembali dari misi berbahaya dalam keadaan hidup.
"Aku pikir kamu benar-benar mati. Kami mengubur mu dengan peti kosong sambil berdoa semoga kamu masuk surga..."
Mendengar hal itu Vin pun tertawa, ia menepuk bahu Dharma dan menghiburnya. Akan tetapi laki-laki itu justru semakin menangis.
"Jangan menepuk bahuku, itu membuat air mataku jatuh lebih deras."
"Ok, ok. Aku tidak akan menepuknya."
Dharma masuk militer saat berumur belasan tahun, ia adalah anak yang paling manja di kemiliteran. Walaupun keluarga besarnya adalah keluarga militer, tapi Dharma entah kenapa justru lebih cenderung menjadi seorang tukang masak. Jadi selama di kemiliteran dapat dikatakan bahwa Dharma adalah anak semua orang, termasuk Vin.
Vin memanjakan Dharma dan mengajarkannya dengan begitu lembut dan telaten. Akan tetapi jika Dharma melakukan kesalahan secara berulang-ulang maka dapat dipastikan bahwa Vin akan memberinya hukuman yang berat. Hal itulah yang membuat Dharma sangat takut pada Vin jika laki-laki itu sedang marah.
"Kamu masih saja cengeng seperti biasanya. Bagaimana kamu bisa menikah kalau tingkah mu masih seperti ini. Kamu sudah menjadi tentara selama bertahun-tahun tapi tingkah masih saja sama."
"Kenapa aku harus menikah, perempuan jaman sekarang galak-galak. Apalagi wanita yang berasal dari satuan macan kumbang, para betinanya terlihat seperti macan sungguhan."
Mendengar keluhan Dharma, Vin pun tertawa kecil. Vin sebenarnya sangat jarang tertawa ataupun tersenyum, akan tetapi mungkin karena suasana hatinya sedang baik dan celetukan Dharma ia anggap lucu sehingga ia tak segan untuk tertawa tanpa beban.
Setelah keduanya berpelukan, Vin pun menanyakan terkait keadaan istrinya. "Bagaimana keadaan Tamara?"
Mendengar pertanyaan Vin, Dharma kembali berkeringat dingin. Ia lupa bahwa ia belum memberitahukan Tamara terkait berita kembalinya Vin dari kematian, jadi dapat dikatakan Tamara belum mengetahui bahwa Vin masih hidup.
Apalagi mengingat saat mereka bertemu sebelumnya, Tamara langsung pingsan saat ia menyebutkan soal Vin. Jika Vin saat ini datang secara tiba-tiba di depan Tamara, Dharma tak dapat memastikan apakah emosi Tamara akan tetap stabil atau tidak.
"Ehm, begini. Tamara kemarin pingsan dan masuk rumah sakit karena tidak stabil secara emosional. Jadi kamu tidak bisa menemuinya secara tiba-tiba."
Mendengar hal itu Vin pun terdiam untuk beberapa saat, ia membayangkan bagaimana keadaan istrinya setelah ia meninggalkan nya. Apalagi istrinya telah ia manjakan untuk waktu yang lama sehingga Tamara menjadi ketergantungan terhadap keberadaannya.
"Lalu, apakah dia baik-baik saja sekarang?"
"Ya, dia baik-baik saja sekarang. Keadaannya sudah stabil, begitu pula dengan putri kalian."
"Putri?!"
Vin sangat kaget saat mendengar kata putri keluar dari mulut Dharma. Ia tidak mengharap jenis kelamin apa-apa pada bayi yang dikandung Tamara. Ia hanya berharap bayi itu dapat terlahir sehat tanpa kekurangan apapun. Tapi Vin tidak menyangka bahwa ia akan mendapatkan seorang putri.
"Apakah bayi yang dikandung Tamara saat ini adalah seorang anak perempuan?"
"Ya, bayinya berjenis kelamin perempuan."
"Yes!!!"
Aura wibawa Vin langsung hilang seketika, ia berteriak kegirangan dan melompat seperti anak kecil. Hal tersebut membuatnya ditegur oleh beberapa perawat karena dianggap membuat keributan.
"Aku akan memiliki seorang putri yang mirip dengan Tamara, akhirnya... Ngomong-ngomong apa yang kamu bawa tadi?"
Saat Vin menyinggung soal bingkisan yang ia bawa, Dharma pun melupakan soal tujuan utamanya.
"Astaga, aku lupa memberi Tamara sarapan."
Mendengar hal itu, Vin pun menendang pantat Dharma dengan keras. "Berani sekali kamu membuat istriku menunggu, cepat bawa sarapannya. Kalau istriku pingsan karena telat makan bagaimana?"
Dharma pun segera berlari menuju kamar Tamara bersama dengan Vin yang menyusul dibelakangnya. Akan tetapi Vin berhenti dan enggan untuk masuk lebih dulu, ia tidak ingin mengganggu sarapan istrinya. Ia ingat apa yang dikatakan Dharma sebelumnya, jadi ia tidak ingin mengagetkan Tamara terkait kedatangannya yang mendadak.
Vin mengintip di celah jendela untuk melihat keadaan istrinya. Wanita itu masih sangat cantik, tapi lebih kurus dan pucat. Hanya saja perutnya membesar dan dia terlihat kesusahan saat duduk dengan santai. Hal tersebut membuat Vin ingin menampar dirinya sendiri karena tak bisa pulang dengan cepat. Ia benar-benar menyesal mengambil misi berbahaya saat istrinya sedang hamil. Vin juga melihat ke arah putranya yang terlihat lebih kurus dari sebelumnya, akan tetapi entah kenapa Vin merasa bahwa Dave terlihat jauh lebih tenang dan terkesan lebih dewasa dalam bersikap.
Setelah Tamara sarapan dan terlihat santai, Vin pun merapikan dirinya lagi dan mencoba untuk mengetuk pintu.
"Istri..."