Irene Brilian Ornadi adalah putri sulung sekaligus pewaris keluarga konglomerat Ornadi Corp, perusahaan multi-nasional. Irene dididik menjadi wanita tangguh, mandiri, dan cerdas.
Ayahnya, Reza Ornadi, menikah lagi dengan wanita ambisius bernama Vania Kartika. Dari pernikahan itu, lahirlah Cassandra, adik tiri Irene yang manis di depan semua orang, namun menyimpan ambisi gelap untuk merebut segalanya dari kakaknya, dengan bantuan ibunya yang lihai memanipulasi. Irene difitnah dan akhirnya diusir dari rumah dan perusahaan.
Irene hancur sekaligus patah hati, terlebih saat mengetahui bahwa pria yang diam-diam dicintainya, bodyguard pribadinya yang tampan dan cekatan bernama Reno ternyata jatuh cinta pada Cassandra. Pengkhianatan bertubi-tubi membuat Irene memilih menghilang.
Dalam pelariannya, Irene justru bertemu seorang pria dingin, arogan, namun karismatik bernama Alexio Dirgantara seorang bos mafia pemilik kasino terbesar di Asia Tenggara.
Ikuti perjalanan Irene menuju takdirnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percikan Darah dan Badai Peluru
Irene yang menyaksikan semua itu terpaku. Namun dalam pandangan kaburnya, ia melihat wajah pria itu dan dalam delusi yang samar ia mengira itu Reno. Reno yang diam-diam ia cintai. Reno yang dulu menjadi tempatnya berlindung.
"Reno..."
Tubuhnya bergerak sebelum pikirannya sempat mencegah. Langkah kakinya cepat. Nafasnya berat. Tapi ia terus berlari dan saat pisau itu hampir menembus punggung pria itu, Irene memeluknya dari belakang.
Pisau itu tertanam di perutnya. Waktu seakan berhenti. Tubuh Irene terhuyung, lalu jatuh dalam pelukan pria itu. Matanya setengah terbuka. Napasnya pendek.
"Re... no..."
Pria itu menatap Irene yang terkulai lemah di lengannya. Mata lelaki itu melebar, bukan karena luka yang baru saja ditimbulkan, tapi karena sosok yang kini memeluknya tanpa alasan.
"Kau... siapa?"
Tapi Irene tak menjawab. Kesadarannya perlahan surut. Namun sebelum segalanya gelap, ia sempat melihat siluet wajah pria itu sekali lagi dan tahu, bukan, itu bukan Reno. Namun sudah terlambat.
Darah mengalir deras dari luka di perutnya dan pria asing itu, untuk pertama kalinya, menunjukkan ekspresi terguncang.
Malam menjelang dengan langit Jakarta yang kelam dan hujan gerimis tipis seperti melukis duka di udara. Di salah satu sudut kota, dalam bangunan tua dan terlupakan, denting pertempuran membara. Irene Brilian Ornadi yang sebelumnya hanya ingin mencari tempat berteduh, justru menjadi saksi sekaligus korban dari sesuatu yang jauh lebih gelap.
Darah mengalir dari luka di perutnya, tetapi kesadarannya tetap bertahan dalam kabut rasa sakit. Ia tergeletak di pelukan pria misterius yang sebelumnya ia selamatkan dan mengira itu adalah Reno Wiratmaja. Pria itu, berdiri dengan tubuh tinggi menjulang, mengenakan jas merah maron yang kini tercabik sebagian. Rambutnya basah oleh hujan dan keringat, mata tajamnya menatap musuh-musuhnya dengan amarah yang hampir tidak manusiawi. Itu adalah tatapan binatang buas dingin, kejam, namun terluka oleh pengkhianatan dunia.
Dialah Alexio Dirgantara.
Bos mafia paling ditakuti di Asia Tenggara. Pemilik kasino bawah tanah terbesar dan penguasa jaringan bisnis gelap yang merentang lintas negara. Pria itu bukan hanya ahli bela diri, tetapi juga ahli strategi. Kepalanya dingin, tangannya cepat, dan keputusannya mematikan. Tidak ada satu pun lawan yang mampu bertahan lebih dari lima menit dalam pertarungan dengannya. Alexio bukan manusia biasa. Dia legenda hidup.
Geng mafia asing yang menjebaknya malam itu mengira mereka berhasil menyingkirkannya. Mereka yakin jebakan yang dirancang akan memusnahkan Sang singa dalam hutan. Namun mereka salah besar.
Saat tubuh Irene jatuh ke dalam pelukannya, darahnya mengalir dan menghangatkan jas Alexio. Dunia Alexio yang selama ini dingin dan tenang seketika meledak. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. Sorot matanya menyala. Ia bangkit perlahan, mendudukkan Irene dengan lembut pada tiang beton tua, lalu menoleh ke arah gerombolan musuh yang masih mengacungkan senjata.
"Kalian akan menyesal menyentuhnya," ucap Alexio pelan, namun mengandung bara api.
Seketika tubuhnya melesat seperti panther. Tendangan pertama menghantam dada seorang pria berbadan besar, melemparkannya menabrak tumpukan peti kayu. Dua lawan berikutnya menyerang bersamaan dengan pisau dan tongkat besi. Alexio menunduk, memutar tubuh, dan mengaitkan kaki salah satu dari mereka, membuat pria itu terguling dan mencium tanah dengan satu gerakan cepat, Alexio mencengkeram leher pria lain, menghentakkan kepala ke tembok hingga pingsan. Pukulan datang dari kanan Alexio menangkapnya, memelintir lengan lawan, lalu melemparkannya ke lantai dengan tenaga penuh. Suara tulang retak menggema di antara hujan dan denting besi.
Empat pria menyerbu bersamaan. Alexio menyambut mereka dengan serangan cepat seperti bayangan. Tinju menghantam ulu hati, siku menghajar pelipis, lutut mengangkat ke dagu, hingga satu persatu mereka roboh. Darah mulai membasahi lantai. Namun Alexio belum berhenti.
Tatapannya kosong. Tapi tubuhnya menari dalam amarah. Setiap gerakannya seperti koreografi maut. Pisau yang melesat ke arahnya dia tangkis dengan sabuk logam yang ia rampas dari salah satu musuh. Kemudian ia berputar dan menghajar pemilik pisau dengan hantaman brutal ke wajah.
"Alex! Kami datang!" suara berat datang dari arah gang belakang.
Seorang pria tinggi dengan jaket kulit dan tatapan galak muncul—Jay Tanaka, tangan kanan Alexio. Wajahnya sangar, ucapannya kasar, namun kesetiaannya tidak pernah diragukan.
Di belakangnya, sosok pria berkacamata bulat mengenakan hoodie lusuh melangkah santai sambil mengunyah permen karet.
"Apakah ini semacam konser pertarungan?" ujar Davin Lie dengan nada jenaka dan wajah tak serius. Davin adalah jenius sosial yang nyeleneh, hacker andalan Alexio yang dapat membobol sistem apapun hanya dengan jari-jarinya.
"Kalian terlambat," ucap Alexio dingin, darah masih mengalir dari pelipisnya.
"Selesaikan sisanya. Jangan biarkan satu pun dari mereka berdiri."
"Dengan senang hati," jawab Jay sambil memutar pisau lipatnya.
"Aku akan matikan lampu jalan untuk membuat suasana lebih dramatis," tambah Davin sembari menekan sesuatu di ponselnya.
Namun, pertarungan telah usai. Musuh semua tumbang. Alexio kembali memeluk Irene yang mulai menggigil, tubuhnya basah kuyup dan pucat.
"Jay, panggil Dita. Sekarang. Bawa dia ke ruang isolasi di markas. Suruh dia siapkan semua peralatan. Ini darurat."
Jay mengangguk dan segera menghubungi kontak rahasia.
Dita Kusumawardhani datang tak lama kemudian, mengenakan jaket panjang hitam. Tatapannya tenang dan tertutup. Ia tidak banyak bicara, namun gerakannya cepat dan tepat. Seorang perawat profesional dunia bawah tanah, Dita dikenal karena ketelitiannya dan keberaniannya menyimpan rahasia bahkan dari aparat penegak hukum sekalipun.
"Aku akan pastikan dia bertahan," ucap Dita singkat setelah memeriksa Irene.
Tanpa membuang waktu, Alexio mengangkat Irene ke dalam pelukannya. Genggamannya kuat namun penuh kehati-hatian. Ia memasuki mobil hitam yang telah menunggu di ujung gang.
"Alex, siapa dia?" tanya Davin pelan.
"Gadis yang menyelamatkanku," jawab Alexio lirih, matanya tetap menatap Irene yang terbaring lemah di pelukannya.
"Untuk pertama kalinya... ada seseorang yang rela terluka demi aku."
Mobil hitam itu melesat menembus hujan malam. Di dalamnya, ada kisah yang baru dimulai—antara dua jiwa yang luka dan takdir yang mempertemukan mereka dalam percikan darah dan badai peluru.
*Alexio Dirgantara