NovelToon NovelToon
Wanita Milik Bos Mafia

Wanita Milik Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Mafia / Nikah Kontrak / Persaingan Mafia / Dark Romance
Popularitas:672
Nilai: 5
Nama Author: Muhamad Julianto

Rika, mahasiswi sederhana, terpaksa menikahi Rayga, pewaris mafia, untuk menyelamatkan keluarganya dari utang dan biaya operasi kakeknya. Pernikahan kontrak mereka memiliki syarat: jika Rika bisa bertahan 30 hari tanpa jatuh cinta, kontrak akan batal dan keluarganya bebas. Rayga yang dingin dan misterius memberlakukan aturan ketat, tetapi kedekatan mereka memicu kejadian tak terduga. Perlahan, Rika mempertanyakan apakah cinta bisa dihindari—atau justru berkembang diam-diam di antara batas aturan mereka. Konflik batin dan ketegangan romantis pun tak terelakkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhamad Julianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 19

Di Perusahaan Rayga.

Rayga mendongak dan mendapati ayahnya sedang berusaha menerobos masuk ke ruang kantornya sambil bergulat dengan dua bodyguardnya yang bertugas di depan. Ia mengernyit, bertanya-tanya apa yang membuat pria tua itu datang mencarinya sekarang.

“Maaf, Tuan Muda. Kami tak bisa menghentikannya,” ucap dua bodyguard yang berjalan masuk di belakang ayahnya sambil menunduk minta maaf.

Rayga mengusap wajahnya, lalu melambaikan tangan menyuruh mereka keluar. Pandangannya beralih tajam pada ayahnya. “Apa lagi sekarang? Aku sedang tidak ingin bertengkar,” gumamnya dingin.

Setiap kali ayahnya datang, suasana pasti berubah menjadi medan perang. Ryandra akan memerintah seakan-akan semua orang harus tunduk, dan Rayga sebagai pemimpin kelompoknya sendiri jelas akan menolak. Lalu terjadilah pertikaian, suara tinggi, argumen yang tak pernah selesai. Drama yang tak berkesudahan.

“Ada baiknya ayah pergi!” lanjut Rayga, menunduk kembali menatap berkas-berkas di hadapannya yang sangat menumpuk, seolah keberadaan pria tua itu tidak berarti.

Ryandra berdiri tegak, rahang dan tinjunya mengeras. Wajahnya menunjukkan rasa tidak dihargai, tapi Rayga tidak peduli.

“Itukah caramu berbicara pada ayahmu?” suara Ryandra akhirnya terdengar, tajam namun menahan emosi.

Rayga tetap tak mengangkat wajahnya.

“Ayah akan abaikan sikap tidak sopan mu kali ini karena aku datang membawa hal penting. Boleh aku duduk?” tanya Ryandra datar.

“Kau tidak minta izin saat masuk ke sini, jadi kenapa harus peduli pada izinku sekarang?” balas Rayga dingin.

Ryandra memejamkan mata, menahan amarah yang mulai menguar. Ia duduk di kursi seberang meja, menatap Rayga tajam. “Ayah ingin kau menikahi Rika dengan benar, Rayga!!!.”

Rayga mendesah pelan, tapi tidak menoleh. Tentu saja itu alasannya datang ke sini.

“Rayga...” Suara Ryandra mulai mengeras. "Ayah sedang bicara padamu.”

“Ayah, aku sudah bilang aku tak ingin bertengkar...” Rayga belum sempat menyelesaikan kalimatnya saat Ryandra menyela.

“Ayah tidak datang untuk bertengkar, ayah ingin bicara,” ucapnya tegas.

Rayga hanya mendengus, enggan menanggapi.

“Kesabaranku bukan tak terbatas, dan kau terus menguji batas itu,” Ryandra mengingatkan, suaranya mulai terdengar frustrasi.

Rayga menghela napas berat, menutup berkas di tangannya dan menatap ayahnya lurus. “Apa kau ingin aku mengabaikan pekerjaanku hanya karena kau ingin bicara soal hal yang telah kulakukan untuk memenuhi keinginan mu, Ayah?”

Ryandra mendekat, matanya menyala. “Apa kau pikir cukup dengan upacara pernikahan yang datar dan wajah pasrah mu itu? Kau bahkan tak menghargai momen penting ini! Dan sekarang kau malah masih berhubungan dengan si Rita?!”

Rayga mengangkat alis, tapi tidak menyangkal. “Aku bisa urus siapa yang kupilih untuk kucintai. Pernikahan ini hanya kontrak dan kesepakatan, Ayah. Jangan bawa-bawa perasaan ke dalamnya.”

Ryandra tertawa miring, suaranya mengandung jijik. “Kau memang bodoh. Tak bisa membedakan mana wanita yang layak dijadikan istri, mana yang hanya permainan. Rika sudah jadi milikmu secara hukum, dan kau malah sibuk memeluk wanita seperti itu.”

Rayga terdiam. Rahangnya mengeras, tapi secara perlahan seringai kecil muncul diwajahnya.

“Rika bukan milikku,” Rayga berkata dingin. “Aku hanya menikahinya untuk membantu melunasi utang mereka, Aku sudah berbaik hati membantu nya bukan?. Kau sendiri yang menekan ku untuk ini, jadi jangan harap lebih, Dan satu lagi, semua urasan dokumen pernikahan Rika , semuanya telah ku pegang. Aku memegang kendali penuh atas pernikahan ini Ayah, bukankah ini Bagus kan?"

Ryandra menyipitkan mata. “Rayga... Rayga... Kau pikir Ayah akan membiarkanmu lepas tangan begitu saja? Heh. Jangan harap kau lepas dari pantauan Ayah. Untuk urusan dokumen Ayah tidak peduli—yang terpenting, kau harus berbuat layaknya suami-istri sungguhan, Rayga! Ayah ingin cucu. Penerus darah D’Amato dari Rika, perempuan yang Ayah pilih. Dan kau—satu-satunya yang bisa mewujudkannya.”

Rayga mengatupkan rahangnya. “Jika itu permintaan Ayah, aku telah menanam benih di rahimnya. Jadi, Ayah tenang saja. Dan untuk urusan berikutnya… jangan libatkan aku.”

Ryandra terdiam sejenak, lalu tertawa kecil—tawa yang tak terdengar lucu sama sekali. Lebih mirip ejekan.

“Kau pikir hanya dengan menanam benih semuanya selesai? Bodoh.” Nada suaranya berubah tajam. “Seorang D’Amato bukan hanya tentang darah, tapi juga dominasi. Tentang kendali. Tentang kehormatan! Kau bahkan tak bisa membedakan mana yang harus kau kuasai dan mana yang bisa kau lepaskan. Kau bertindak seperti bocah yang menyelinap di balik selimut lalu kabur setelah puas.”

Rayga menahan napasnya, tapi Ryandra belum selesai.

“Kau sudah terlanjur melakukan bagianmu. Sekarang tanggung jawabmu bukan hanya membuatnya hamil, tapi memastikan dia tidak bisa kemana-mana. Pastikan dia tahu, tubuhnya, hidupnya, bahkan napasnya… sudah jadi milikmu. Pastikan dia nyaman Rayga.”

“Aku tidak tertarik dengan perintah mu lebih lanjut , Ayah. Dan aku tekankan bahwa pernikahan ku ini hanya sebatas kontrak di atas materai. Aku hanya mencintai Rita dan hanya dia satu-satunya!”

Keheningan menyelimuti ruangan. Untuk sesaat, Rayga merasa ayahnya sudah menyerah dan akan pergi. Tapi ketika ia mendongak, tatapan mata itu kembali menatapnya—kali ini disertai senyuman sinis yang sangat ia kenal.

“Jangan melawan Ayah terlalu keras, anakku. Ayah adalah seorang Don. Ayah selalu mendapatkan apa yang kuinginkan… kapan pun ayah menginginkannya,” ucap Ryandra pelan namun menekan, seolah setiap katanya ditanamkan di dada Rayga.

Tawa pelannya menggema, serak dan dingin, penuh keyakinan bahwa dialah penguasa permainan ini. “Dan kau tahu, ayah tidak pernah mengeluarkan ancaman kosong.”

Ia melangkah menuju pintu, lalu berhenti sejenak dan menoleh setengah, suaranya menjadi tajam, menusuk langsung ke dasar hati Rayga.

“Kau boleh mengatakan kau tak tertarik, tapi sekuat apapun kau menolak... akhirnya kau akan tunduk. Karena bukan hanya hidupmu yang dalam genggamanku—tapi hidup wanita yang kau cintai juga. Pikirkan baik-baik, karena kali ini… yang akan hancur bukan ayah Nak.”

Keduanya saling menatap tajam, saling mengunci tanpa kata, hingga akhirnya Ryandra melangkah pergi meninggalkan ruangan.

---

Sementara itu, di mansion, Rika baru saja terbangun dari tidurnya.

Ia menggerakkan tubuh pelan ke samping dan sontak mendesah pelan karena rasa ngilu yang muncul dari antara kedua pahanya.

Ia mencoba mengubah posisi, berharap rasa sakitnya akan berkurang, namun justru semakin terasa menusuk. Beberapa adegan dari malam sebelumnya berkelebat cepat di kepalanya dan wajahnya langsung memerah.

‘Bagaimana mungkin aku membiarkan tubuhku mengkhianati aku seperti itu?’ pikirnya dengan malu. Ia bahkan berusaha menghindari Rayga, memilih film paling membosankan yang bisa ia temukan, sempat mencari alasan ke luar ruangan ... tapi semua usahanya sia-sia. Ia tetap disentuh, dipermainkan... dan bahkan diarahkan untuk menyentuh dirinya sendiri—dengan Rayga sebagai pemandu.

Wajah Rika makin merah saat berjalan ke depan cermin, sambil menahan nyeri di langkahnya. “Dia benar-benar binatang,” gumamnya sambil memegang bagian tubuh yang masih terasa perih.

Dia menggeleng, melangkah ke kamar mandi. “Aku harus menjauh dari dia bagaimanapun caranya. Sangat berbahaya jika kami berdua berada di tempat yang sama tanpa pengawasan.”

Dia membuka kran dan menunggu air memenuhi bak, lalu duduk di toilet sambil merenung. “Aku harus belajar menolak... kalau tidak, aku akan terus melakukan hal yang tak aku inginkan.”

Setelah air cukup, ia mematikannya lalu perlahan masuk ke dalam bak. Kehangatan air membuatnya mendesah lega.

“Ya Tuhan... rasanya nikmat sekali...” bisiknya pelan, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam ketenangan sesaat.

**********

Setelah berendam di bathtub, Rika teringat bahwa sekarang ada jadwal kuliahnya yang akan dimulai beberapa jam lagi.

Mengingat itu, Rika langsung membilas seluruh tubuhnya dan memakai handuk mengeringkan seluruh tubuhnya.

Ia keluar dengan langkah tergesa, "Shhhh.." lirih Rika yang merasakan bagian intinya berdenyut. Akhirnya Ia berjalan sedikit santai menuju lemari.

Ia membuka lemari dan sibuk memilih pakaian apa yang digunakan.

"Aku pakai baju apa hari ini? Kenapa otakku kosong banget sih sekarang?" gumam Rika, bingung. Ia berdiri di depan lemari dengan tatapan hampa, waktu sudah mepet dan ia masih belum menentukan pilihan.

Akhirnya, tanpa terlalu berpikir panjang, ia mengambil celana jeans dan kemeja lengan panjang yang biasa dipakai ke kantor. Setidaknya itu tidak terlalu kasual, masih terkesan rapi dan sopan.

Setelah selesai berpakaian dan merapikan diri, Rika keluar dari kamarnya. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan lebih dulu, memastikan situasi aman. Lalu menghela napas panjang.

Dalam hati, ia melontarkan doa singkat, meminta pada Tuhan atau siapa pun yang berkuasa agar hari ini tidak harus berpapasan dengan Rayga. Ia benar-benar tak ingin bertemu dengannya pagi-pagi begini.

Rika menarik napas pelan lalu berjalan dengan langkah ringan, hampir seperti mengendap-endap. Ia bersandar di balik pilar, berjaga-jaga kalau Rayga tiba-tiba muncul di sekitar lorong. Dengan begitu, ia bisa cepat menghindar sebelum terlihat.

Beberapa detik berlalu, dan saat merasa cukup aman, "Apa mungkin Rayga masih bekerja ya?" Gumam Rika.

Rika pun meninggalkan pilar itu dan menuruni tangga menuju lantai bawah. Ia sempat mampir ke dapur, mengambil sebuah apel, lalu langsung berlari kecil keluar rumah.

“Mobilnya sudah siap, Nona,” ujar seorang sopir yang sudah menunggunya di depan.

Rika hanya mengangguk dan segera masuk ke mobil.

********

Sesampainya di depan gerbang kampus, Rika langsung turun dari mobil dan berlari kecil menuju gedung perkuliahan. Nafasnya memburu, jantungnya berdetak cepat. Ia seperti diburu waktu.

Tubuhnya masih terasa nyeri dan remuk—sisa dari malam sebelumnya bersama Rayga. Bahkan hanya berlari kecil seperti ini saja membuat kakinya ngilu dan perutnya nyeri. Tapi ia tidak punya pilihan.

Setibanya di depan pintu kelas, Rika mengambil napas panjang sebelum masuk. Saat membuka pintu, semua mata langsung menoleh ke arahnya. Suasana kelas yang tadinya riuh pelan-pelan hening. Bahkan Bu Ruli, dosen mereka, sudah berdiri di depan papan tulis sambil membolak-balik buku panduan.

“Maaf, Bu… saya terlambat,” ujar Rika cepat, sambil sedikit membungkukkan tubuh.

Bu Ruli menoleh dan hanya mengangguk pelan. “Silakan duduk, Rika. Lain kali, datang lebih awal.”

“Baik, Bu… terima kasih.”

Rika menghembuskan napas lega. Untungnya tidak ada hukuman lari keliling lapangan seperti biasanya. Ia melangkah cepat ke tempat duduknya dan langsung menjatuhkan diri ke kursi yang sebelah nya adalah Rani, sahabat nya.

“Hei, Rika! Kamu ngapain aja sih? Kita udah nunggu dari tadi!” bisik Rani sambil memeluk lengan Rika dari samping.

“Begitu lah Rani, kau sudah tau kan jawabannya,” balas Rika lesu, membuat Rani terkekeh pelan.

"Btw bagaimana malam pertama nya hmm?" Bisik Rani sambil terkekeh. Rika mendengar itu melotot tajam dan memukul pelan lengan sahabat nya itu.

Lalu tak jauh dari mereka, Raka menyeletuk dari belakang mereka berdua . “Wah, lihat siapa yang baru datang. Nyonya Rayga yang tersohor.”

Beberapa mahasiswa langsung tertawa kecil.

Rika mendengar itu seketika tercengang, 'Kenapa mereka bisa tau pernikahan ku, setau ku , aku hanya memberitahu Rani.'

Rani yang berada disampingnya memberitahu bahwa sebenarnya dirinya dan beberapa mahasiswa dikampus tau kalau Rika telah menikah dengan Anak Direktur D'Amato Corporation, sebelum Rika memberi tau. Ini dikarenakan Direktur nya sendiri yang mengumumkan itu.

Mendengar penjelasan itu, Rika hanya mendengus dan memilih tak menggubris tertawaan kecil dari yang lain.

Di sisi lain, Ranu membalikkan badan dan melotot ke arah Raka.

“Raka! Sekali lagi aku mendengar kalimat seperti itu, tak jamin mulutmu ku tempel pake lem!” bisik Rani tajam.

“Yeh Jangan dong, Tapi kalo dicium boleh lah,” balas Adam santai.

Rani hanya memutar bola mata nya malas mendengar gombalan receh temannya ini.

Tawa kembali pecah pelan, tapi langsung dihentikan oleh suara Bu Ruli yang memanggil. “Baik, cukup bercandanya. Sekarang kita masuk ke evaluasi tugas akhir. Kita mulai dari Rika.”

Rika menegakkan tubuh, kaget.

“Silakan, Rika. Presentasikan progres tugasmu sejauh ini,” ujar Bu Ruli sambil menatap langsung ke arahnya.

Rika berdiri pelan, mencoba tetap tenang meski dadanya berdegup cepat. “Sejujurnya, Bu… saya belum banyak menyelesaikan tugas. Ada beberapa kendala pribadi yang cukup berat yang harus saya tangani beberapa hari terakhir…”

Beberapa orang mulai berbisik-bisik pelan disekitar Rika. Mereka cukup kaget, karena biasanya Rika selalu menyelesaikan segala tugas tepat waktu.

Rani yang disampingnya sempat meliriknya dengan tatapan khawatir. Tapi suara nyaring— Renka dari barisan tengah memotong.

“Kalau kendalanya itu karena nempel suami gantengnya terus, sih… sudah pasti melalaikan tugas,” celetuk Renka, setengah tertawa sinis.

Suasana kelas nyaris gaduh lagi, tapi Bu Ruli mengangkat tangan, menghentikan semuanya.

“Renka, jangan bicara seperti itu. Dan Rika… meskipun saya paham setiap mahasiswa punya masalah pribadi, evaluasi ini tetap bagian dari penilaian akhir. Saya tidak bisa menerima alasan yang sama dua kali.”

Rika menunduk, mengangguk pelan. “Saya mengerti, Bu.”

“Baiklah. Hari ini kita lanjutkan ke tahap riset literatur. Silakan pindah ke perpustakaan. Rika, saya harap kamu bisa mulai mencicil progressmu hari ini di perpustakaan.”

“Baik, Bu.”

Rika duduk kembali, matanya menerawang. Wajahnya panas. Bukan hanya karena ucapan Renka yang membuatnya malu, tapi karena semua ini—semuanya—berasal dari satu sumber: Rayga.

Andai pria itu tidak terus-terusan membuat kekacauan dalam hidupnya, mungkin sekarang ia bisa fokus… dan merasa seperti hidup nya normal lagi.

********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!