Aku yang membiayai acara mudik suami ku, karena aku mendapat kan cuti lebaran pada H-1. Sehingga aku tidak bisa ikut suami ku mudik pada lebaran kali ini, tapi hadiah yang dia berikan pada ku setelah kembali dari mudik nya sangat mengejutkan, yaitu seorang madu. Dengan tega nya suami ku membawa istri muda nya tinggal di rumah warisan dari orang tua mu, aku tidak bisa menerima nya.
Aku menghentikan biaya bulanan sekaligus biaya pengobatan untuk mertua ku yang sedang sakit di kampung karena ternyata pernikahan kedua suami ku di dukung penuh oleh keluarga nya. Begitu pun dengan biaya kuliah adik ipar ku, tidak akan ku biar kan orang- orang yang sudah menghianati ku menikmati harta ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leni Anita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Aku sedang fokus bekerja, tapi ponsel ku tidak berhenti berdering. Aku merasa terganggu dan aku melihat siapa yang sudah menelepon ku.
"Ibu? ngapain lagi di telepon aku!" Aku mengubah ponsel ku menjadi diam agar tidak terganggu.
Aku sedang sibuk dan males meladeni ibu mertua ku yang mulut nya seperti comberan menurut ku. Ponsel ku terus berkedip tanpa suara dan ibu mertua ku terus menelepon ku hingga puluhan kali, tapi selalu aku abaikan.
Aku melihat jam di pergelangan tangan ku dan sudah masuk waktu istirahat dan makan siang. Aku malas untuk keluar, jadi aku putus kan memesan makanan saja.
"Sudah ku duga, pasti masalah uang lagi!" Aku tersenyum tipis saat melihat ada puluhan pesan beruntun dan juga puluhan panggilan tak terjawab dari ibu nya mas Randi.
Inti nya ibu mertua ku menanyakan masalah uang yang hingga saat ini tidak kunjung di terima nya, aku sengaja tidak mengirim kan lagi uang untuk nya. Tidak hanya uang kuliah Kinan yang aku hentikan tapi juga uang bulanan untuk mertua ku juga ku stop sejak mas Randi menikah lagi.
Aku segera makan siang saat makanan yang aku pesan tiba, aku butuh amunisi untuk meladeni ibu mertua ku. Saat ini ponsel ku kembali berdering, tapi aku menerus kan makan siang ku. Aku baru akan mengangkat nya setelah aku selesai makan, aku tidak ingin kehilangan selera makan ku karena mulut busuk nya.
"Hallo,,,,,,,,,!" Belum selesai aku mengucap salam tapi ibu mertua langusng memotong ucapan ku.
"Kurang ajar kamu Arin, ibu telepon dari tadi tidak kamu angkat, pasti kamu sengaja kan sama ibu!" Bu Siti, ibu mertua ku langung bicara panjang lebar saat panggilan nya ku jawab.
"Aku lagi kerja bu, ibu yang gak tahu waktu!" Aku berkata dengan ketus.
"Ibu gak akan telepon kamu jika kamu ingat sama kewajiban mu, kamu udah kurang ajar ya sama ibu sekarang!" Terdengar nada kesal dan marah dari seberang sana.
"Maaf bu, aku tidak punya kewajiban apa pun terhadap kalian!" Aku berkata sambil tersenyum sinis walaupun ibu mertua ku tidak bisa melihat senyuman ku.
"Arin, bulan ini kamu belum ngirimi ibu uang bulanan untuk ibu, begitu pun dengan uang kuliah nya Kinan!" Bu Siti mengingat kan akan uang bulanan untuk nya dan juga anak nya.
"Mulai sekarang ibu bisa minta langsung sama anak ibu, mas Randi. Karena itu adalah kewajiban nya mas Randi, bukan kewajiban ku!" Aku langsung memberi tahu ibu mertua ku untuk minta lansung pada anak nya.
"Gak bisa gitu dong. Kamu kan istri nya Randi, jadi itu sudah jadi kewajiban mu. Berbakti pada orang tua dari suami mu!" Bu Siti terdengar kesal karena ucapan ku.
"Ibu harus ingat, bahwa istri nya mas Randi bukan cuma aku tapi juga Mia. Silah kan minta uang pada mas Randi dan juga Mia, karena mulai sekarang aku tidak akan membantu para penghianat!" Aku berkata dengan tegas.
"Kurang ajar kamu Arin, dasar wanita mandul. Randi menikah lagi karena kamu mandul, harus nya kamu bersyukur tidak di cerai kan oleh Randi walaupun kamu mandul!" Ibu mertua mengeluarkan kata- kata pedas nya.
"Aku tidak mandul bu, mungkin saja anak ibu yang mandul sehingga aku tidak kunjung hamil!" Aku membalas ucapan ibu nya mas Randi.
"Anak ku tidak mungkin mandul, pasti kamu yang mandul. Pokok nya ibu gak mau tahu, kirim kan uang bulanan ibu sama uang Kuliah Kinan sekarang juga!" Ibu mertua memaksa ku untuk mengirim kan uang pada mereka.
"Apakah ibu tidak punya malu? sudah mencaci ku dengan kata - kata kasar sekarang meminta uang pada ku. Dasar tidak tahu diri!" Aku pun membalas ucapan dari ibu mertua ku dengan tidak kalah pedas.
"Berani nya kau Arin bicara kasar pada ku, dasar menantu durhaka. Cepat kirim kan uang nya pada ku, wanita mandul!" Lagi dan lagi ibu mertua ku mengatakan bahwa aku mandul.
"Jangan pernah bermimpi untuk bisa menikmati uang ku lagi, karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah memberikan uang sepeser pun pada mu dan keluarga mu!" Aku membalas ucapan dari ibu mertua ku dan langsung mematikan telepon secara sepihak.
"Enak saja, sudah menghina ku dengan kata - kata mandul, tapi masih meminta uang pada ku!" Aku pun geram dengan hinaan dari ibu mertua ku.
Ponsel ku kembali berdering dan ibu mertua kembali menelepon ku, tapi aku abaikan. Aku harus bisa membuktikan pada nya bahwa tuduhan nya salah, aku akan membungkam mulut busuk nya.
Tiba - tiba aku mendapat kan ide, hari ini aku akan membawa mas Randi untuk melakukan pemeriksaan. Selama 3 tahun menikah, mas Randi selalu menolak jika aku ajak memeriksa kan diri ke dokter. Tapi sekarang malah ibu nya menuduh ku mandul.
"Hari ini aku harus membawa mas Randi untuk periksa, bukan kah tadi dia meminta ku untuk mengantar kan diri nya ke dokter. Sekarang aku akan membawa nya!" Aku pun tersenyum puas karena kali ini aku akan membuat mas Randi menuruti permintaan ku.
Aku segera meminta izin untuk pulang lebih cepat, tidak lupa aku memberi tahu mas Randi agar segera bersiap. Aku akan segera menjemput nya. Ketika aku tiba di rumah, aku melihat Mas Randi dan juga Mia sudah siap. Keadaan kulit mereka tidak sejarah tadi pagi.
"Ayo mas!" Aku langsung mengajak mas Randi.
"Ayok!" Mas Randi dan Mia langsung berdiri dan bergandengan tangan.
"Tunggu!" Aku berkata ketika baru 2 langkah mereka berjalan.
"Ada apa Rin? kita mau ke dokter kan buat ngobatin kulit aku dan Mia yang gatal - gatal!" Mas Randi heran kenapa aku menghentikan mereka.
"Iya, kita akan ke dokter, tapi cuma aku dan kamu saja mas, aku tidak mengizinkan Mia untuk ikut!" Aku berkata dengan tegas.
"Gak bisa gitu mbak, aku juga mau ke dokter. Kulit ku gatal - gatal semua!" Mia tidak terima karena aku tidak mau membawa nya.
"Kau bukan siapa - siapa di dalam hidup ku, aku tidak sudi untuk membawa mu ke dokter, aku hanya akan membawa suami ku!" Aku menegaskan lagi.
"Mas, aku mau ikut. Aku juga mau di obati!" Mia merengek pada mas Randi.
"Rin, kita obatin Mia juga ya!" Mas Randi membujuk ku.
"Kau punya uang mas untuk membayar biaya nya?" Aku bertanya pada mas Randi.
"Tidak dek, mas belum gajian. Mungkin siang ini!" Mas Randi menggeleng kan kepala nya.
"Kau denger sendiri kan Mia, suami mu tidak punya uang. Jadi siapa yang akan membayar biaya nya?" Aku tersenyum sinis pada Mia.
Mia tampak sangat kesal karena aku tidak mau membawa nya berobat, sementara mas Randi tidak bisa menolong nya.
"Ayo mas, dan kamu Mia. Bereskan rumah ini sekarang juga, aku tahu sejak pagi tadi kau tidak melakukan apa pun di sini. Hanya bi Sri yang bekerja! Kalau kau tidak mau, silah kan pergi dari rumah ku!" Aku berkata dengan tegas pada Mia.
Mia segera pergi ke belakang sambil menghentak - hentak kan kaki nya, dia begitu marah tapi tidak bisa melawan ku. Aku pun langsung membawa mas Randi ke rumah sakit, tapi bukan untuk mengobati gatal - gatal nya. Aku membawa mas Randi ke rumah sakit untuk menjalani tes kesuburan, aku ingin tahu siapa yang bermasalah di antara kami berdua.
Jika memang benar mas Randi yang bermasalah maka aku punya bukti untuk membungkam mulut busuk ibu nya. Akan ku lempar kan hasil tes itu tepat di wajah nya suatu saat nanti.