Karya ini orisinal, bukan buatan AI sama sekali. Konten *** Kencana adalah sang kakak yang ingin menikah beberapa waktu lagi. Namun kejadian tak terduga malah membalikkan keadaan. Laut Bening Xhabiru, menggantikannya menjadi istri pria dingin berusia 30 tahun yang bahkan belum pernah berciuman dengan wanita lain sebelumnya. Akankah mereka bahagia dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Air Chery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengunjungi rumah Mertua
Hari ini setelah kembali berkerja Bening memutuskan untuk langsung pulang ke mansion. Beberapa waktu ia duduk di kursi balkon kamarnya. Menikmati teh bunga telang yang diolahnya sendiri.
Setelah merasa sudah bosan di sana, ia memutuskan untuk keluar dari kamar. Bening ingat mainan barunya yang baru 1 minggu ia pajang di ruang tengah mansion.
Sebuah rangkaian bunga ikebana yang ia pelajari sudah dari lama namun baru bisa ia lakukan sekarang. Rupanya sungguh asyik dan membuatnya bahkan lupa waktu.
Beberapa waktu kemudian ponselnya berdering. Ia melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Bunda. Dengan cepat Bening mengangkatnya. Terdengar suara bunda yang khas, namun agak berbeda dari biasanya. Suara parau dan juga terdengar sedikit lemah.
“Bunda lagi sakit?” tanya Bening.
“Hanya demam, Sayang. Minum obat nanti pasti langsung sembuh,” jawab suara di seberang telepon.
“Nggak bisa, Bun. Bening akan ambil cuti besok. Setelah ini Bening akan siap - siap untuk pergi ke sana,” kata Bening.
“Ya sudah, tapi ajak suamimu, ya. Ayah ingin ngobrol dengan Segara,”
“Hah! Em, ya sudah deh. Bening akan ajak pak Segara.”
“Bening, kamu ini apa - apaan, sih! Masa manggil suami dengan sebutan bapak - bapak. Suamimu tampan dan masih muda begitu,” kata bunda.
“Ih, Bening anggap dia kaya dosen Bening tau, Bunda. Dosen Bening dulu hampir seumuran dia tuh. Lagian, Bening baru 22 tahun, sedang pak Segara sudah 30 tahunan, sudah tua,” kata Bening berusaha menolak permintaan sang bunda.
“Ehem,”
Suara deheman milik Segara yang baru saja duduk di sofa dan tentu saja ia mendengar jelas pembicaraan Bening yang hanya berjarak sepuluh meter darinya.
Bening yang membelakanginya sembari menata ikebana tidak menyadari kehadiran suaminya. namun setelah mendengar deheman itu, ia spontan memutar tubuhnya dan membelalakkan mata ketika melihat Segara duduk tenang sambil menatapnya itu.
“Bunda, sudah dulu ya, bye Bunda sayang.” Bening salah tingkah karena baru saja membicarakan suaminya yang ia anggap tua. “Pak Segara sejak kapan di sini?” tanya Bening.
“Sejak ibumu menyuruh aku ikut ke rumah mertuku,” jawabnya dengan nada datar. Mendengarnya membuat Bening semakin bertambah merasa bersalah.
“Kalau Pak Segara nggak mau, nggak apa - apa, kok. Nanti Bening bilang bunda dan ayah,” kata Bening ingin mencairkan suasana.
“Bersiaplah!” kata Segara seraya ia beranjak dari duduknya.
“Hah! Maksudnya?” tanya Bening yang tidak mengerti.
“Kamu bilang ingin berangkat hari ini juga, bersiaplah! Kita akan pergi sekarang!”
“Oh, oh ya, oke siap!” Bening berlari ke kamarnya.
...🍵🍵🍵...
Sudah dua jam mereka di perjalanan. Bening dan Segara masih terdiam tanpa mengeluarkan suara masing - masing.
Bening menelan salivanya di tengah keheningan mereka. Melihat Segara hanya lewat sudut matanya. Tentu ia tidak punya nyali untuk menolehkan kepalanya ke arah Segara.
“Apa mau saya hidupkan musik?” tanya supir.
Mungkin sang supir dapat merasakan ketegangan yang ada di dalam mobil. Bahkan suara batuk atau bersin pun tidak terdengar juga.
“Tidak!” jawab Bening dan Segara bersamaan.
Keduanya lalu saling bertukar tatapan. Lalu dengan cepat Bening membetulkan tatapannya kembali. Ia menelan salivanya. Melihat wajah Segara barusan membuatnya semakin deg - deg an.
“Baiklah,” kata sang supir dan menguatkan niatnya untuk tidak bertanya apapun lagi.
“Apa tempatmu masih jauh?” tanya Segara.
“Sekitar 30 menit lagi,” jawab Bening.
“Mulai sekarang jangan panggil aku bapak lagi, aku bukan dosenmu!” kata Segara membuat Bening menundukkan kepala karena sudah pasti ia merasakan perasaan bersalah lagi.
‘Dia pasti amat tersinggung dengan kata - kataku tadi,’ batin Bening.
“Kalau gitu, Bening harus manggil apa?” tanya Bening hati - hati.
“Panggillah yang enak didengar,” kata Segara masih dengan nadanya yang terdengar dingin.
“Om?”
“Aku tidak mau dilihat sebagai sugar baby gara - gara panggilanmu itu!”
“Mas?”
“Terserah,” jawab Segara singkat.
“Baiklah, Mas Segara,” kata Bening mencoba panggilan barunya yang ia rasa terdengar agak kurang cocok karena ia sudah terbiasa dengan panggilan lamanya.
Sementara Segara merasakan ada perasaan senang ketika mendengar panggilan baru itu. Ia membuang pandangannya ingin menyembunyikan senyumannya.
...🍼🍼🍼...
Sesampai di halaman rumah 2 lantai ber- cat abu - abu muda itu. Bening sudah melihat ayah dan bundanya yang sudah menunggu mereka di teras rumah.
Bening membuka pintu mobil dengan semangat. Menghamburkan pelukannya pada ayah dan bunda. Rasa rindu yang benar - benar sudah menjulang.
Sementara Segara sedari tadi hanya terheran melihat istrinya yang begitu semangat sampai terlihat seperti anak kecil saja. Ia tidak pernah melihat Bening versi ini selama bersamanya.
“Bunda, bagaimana demamnya? Apa sudah baikan?” tanya Bening.
“Bunda sudah bilang, satu obat saja sudah bisa menyembuhkan Bunda. Kamu saja yang terlalu berlebihan,” kata Bunda. Bening memanyunkan bibirnya.
“Anak Ayah bagaimana kabarnya? Bening bahagia, sayang? Maafkan ayah …,” kata ayah.
“Ayah, Bening nggak apa - apa, kok. Bening happy. Mas Segara baik, Bening dimasakin terus dan dibawain bekal tiap hari,” kata Bening sambil melirik ke arah Segara yang berdiri menyaksikan mereka.
“Benarkah, Sayang? Ya ampun, terima kasih banyak, Nak Segara,” kata bunda yang sangat merasa terharu.
“Ya, sama - sama,” balas Segara yang masih merasa canggung.
“Segara, terima kasih banyak atas perlakuan baikmu kepada Bening. Saya bahkan tidak menyangka kamu mau mengikuti Bening ke rumah kami yang sederhana ini,” kata ayah.
“Sama - sama, Pak. Bening juga cukup baik,” kata Segara.
“Baiklah, mari kita masuk. Bunda sudah siapkan makan malam dan Bunda sudah masakin rendang kesukaan Bening,” kata bunda yang membuat mereka semua ikut masuk. Bening melirik suaminya yang berjalan dengan ragu - ragu, ia pun menarik tangan Segara.
“Nak Segara, apa makanan kesukaanmu? Besok Bunda akan coba memasaknya,” kata bunda seraya menyendoki nasi.
“Kepiting Alaska panggang,” jawab Segara singkat.
Jawaban itu membuat semua orang saling berpandangan. Bening melirik suaminya yang sama sekali tidak bergeming. Ia tahu laki - laki itu memang menjawab pertanyaan ibunya dengan jujur dan seadanya. Tapi dimana ibunya akan mendapatkan kepiting alaska yang langka itu?
“Mas Segara, di kulkas bunda hanya ada kepiting biru,” kata Bening.
Bunda dan ayah terkekeh mendengar perkataan anak mereka. Sedang Segara hanya diam karena heran dengan respon keluarga barunya itu.
“Ya sudah, cobalah rendang ini. Ini adalah menu kesukaan istrimu,” kata ayah sembari menyendoki rendang dan meletakkannya di piring Segara. Segara menganggukkan kepalanya lalu mulai mencoba potongan daging rendang.
“Gimana, Mas?”
“Enak,” jawab Segara yang dengan instens memandang potongan daging di garpunya. Ia benar - benar menyukai rasa daging yang penuh rempah - rempah itu.
“Kalau begitu makanlah yang banyak, Nak. Setelah ini kalian istirahatlah. Kamar Bening sudah Bunda bereskan dan tidak akan berdebu lagi karena ditinggalkan Bening 1 bulan lalu,” kata Bunda.
“Maaf ya, Bun, Yah. Bening baru bisa pulang sekarang, Bening sedang bekerja keras di kantor,” kata Bening.
“Oh iya, anak Ayah sudah jadi seorang jurnalis sekarang. Selamat ya, Sayang.”
“Iya, Ayah. Terima kasih.”
...🍪🍪🍪...
“Maaf ya, Mas. Kamar Bening nggak sebesar kamar di mansion,” kata Bening.
Segara memandangi seluruh sudut kamar Bening. Ia cukup nyaman dengan kamar istrinya yang bersih dan tidak banyak barang - barang terlihat. Karena di sana banyak lemari penyimpanan yang disusun dengan estetika.
“Mas, Bening lupa. Di sini hanya ada kursi ini. Nggak ada sofa di kamar Bening,” kata Bening sembari memegang kursi belajarnya. “Tapi baiklah, Bening akan mencoba tidur dengan gaya duduk saja.”
“Tidurlah di ranjang juga,” kata Segara.
“T-tapi …,”
“Aku tidak akan tergoda dengan dirimu,” kata Segara dengan percaya diri.
“Baiklah. Bening mandi dulu,” kata Bening lalu beranjak masuk ke kamar mandinya.
Segara duduk di tepi ranjang. Ia membuka iPadnya untuk melanjutkan pekerjaannya. Hari ini ia juga sudah menghubungi Shaka untuk menggeser semua jadwalnya besok ke hari berikutnya.
“Mas, bisa minta tolong ambilkan handuk? bening lupa membawanya,” kata Bening dengan setengah berteriak.
“Ya, di mana handukmu?” tanya Segara lagi.
“Di dalam lemari nomor 3 dari kiri.”
“Ya,” kata Segara yang sudah menemukan handuk itu. Ia lalu berjalan ke arah kamar mandi.
“Mas, mana?”
Bening mengeluarkan tangannya dari balik pintu kamar mandi. Segara memberikan handuk itu di tangan Bening. Sekilas ia melihat paha Bening dari balik pintu yang terbuka sedikit. Karena tidak ingin dirinya terbawa suasana lagi, Segara dengan cepat menarik gagang pintu tanpa menyadari tangan Bening tersangkut di sana.
“Awww!” pekik Bening.
Segara melihat tangan Bening yang terjepit karena ulahnya. Karena panik, ia mendorong pintu kamar mandi lalu ikut masuk ke dalam dan dengan cepat memegang tangan Bening kemudian meniup - niupi tangan Bening yang sudah terlihat memar. Kejadian yang begitu cepat, Bening terpaku karena begitu terperanjat dengan situasinya. Ia bahkan lupa dirinya berdiri di hadapan Segara dengan hanya memakai bra dan celana dalam saja.
“Mas,” gumam Bening.
Hanya itu kata yang bisa keluar dari mulutnya. Segara akhirnya juga menyadari situasi mereka berdua yang berada di dalam kamar mandi. Segara melihat tubuh istrinya tanpa di balik baju lagi. Ia terpana dan diam membisu.
Kejantanannya seketika bangkit dan segera ingin minta disalurkan. Dada keduanya bergejolak tanpa bisa mereka kendalikan. Bening bahkan tidak merasakan sakit di tangannya lagi. Yang ada hanya detakan jantungnya yang berdetak sangat cepat.
Segara dengan cepat keluar dari kamar mandi. Ia keluar dengan ter engah - engah bagai baru saja berlari sekuat tenaga. Ia memejamkan matanya berusaha menahan dirinya yang sedang dalam pengaruh nafsunya.
Sementara Bening terdiam lesu di kamar mandi. Rasanya ia tidak ingin keluar dari sana dan tidak mau melihat Segara lagi.
...🍯🍯🍯...
...Karya Orisinal bukan Hasil AI...