NovelToon NovelToon
Sang Pianis Hujan

Sang Pianis Hujan

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:567
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Namanya Freyanashifa Arunika, gadis SMA yang cerdas namun rapuh secara emosional. Ia sering duduk di dekat jendela kafe tua, mendengarkan seorang pianis jalanan bermain sambil hujan turun. Di setiap senja yang basah, Freya akan duduk sendirian di pojok kafe, menatap ke luar jendela. Di seberang jalan, seorang pianis tua bermain di bawah payung. Jemari hujan menari di kaca, menekan window seolah ikut bermain dalam melodi.

Freya jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Shani-seseorang yang tampak dewasa, tenang, dan selalu penuh pengertian. Namun, perasaan itu tak berjalan mulus. Shani tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan mereka.

Freya mengalami momen emosional saat kembali ke kafe itu. Hujan kembali turun, dan pianis tua memainkan lagu yang pelan, seperti Chopin-sebuah lagu perpisahan yang seolah menelanjangi luka hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 17 : Pecahnya Ilusi, Robohnya Cinta

Freya masuk kedalam rumahnya setelah Shani mengantarkannya pulang. Freya sempat menawarkan Shani untuk mampir, tapi pemuda itu menolak secara halus, ia beralasan memiliki urusan yang lain. Sebagai kekasih yang baik, Freya tidak ingin terlalu mengekang kekasihnya.

Setibanya di dalam kamar, Freya meletakkan Tas di tempatnya, menyambar handuk yang tergantung lalu berjalan ke kamar mandi.

Air mengalir di atas tubuh Freya, menyapu lelah hari ini bersama serpihan pikiran yang belum tuntas. Ia menutup mata, membiarkan air hangat menenangkan tubuhnya yang terasa berat. Namun, benaknya tetap aktif. Kata-kata Shani di kafe tadi terus berulang—tentang kesalahan, dan tentang ketakutan. Freya membuka mata. Memandangi pantulan dirinya sendiri pada dinding basah.

Setelah mandi, Freya duduk di pinggir tempat tidur, mengenakan hoodie putih dan celana pendek. Rambutnya masih setengah basah. Ia mengambil ponsel, lalu mencari sesuatu. Sebuah nomor telepon. Freya menghubungi nomor tersebut, berharap tersambung. Tidak lama kemudian, suara seorang pria tua terdengar berat dari balik telepon.

"Sayang, Gimana kabar kamu?" Ucap pria tersebut.

"Aku baik-baik aja, pah. Papah dan mamah gimana kabarnya?" Tanya Freya.

"Papah dan mamah baik-baik saja di sini. Kami akan pulang bulan depan. Kamu mau oleh-oleh apa?"

"Apa aja, pah. Tapi, sebelum itu Freya ingin minta tolong sama papah." Pinta Freya.

...***...

"Tumben datangnya lebih lambat, Frey?" Ucap Azizi. Ia yang sedang berbucin ria dengan Danni menoleh ke arah Freya.

"Kemalaman tidurnya." Freya meletakkan tasnya di atas meja, kemudian duduk dengan anggun di kursinya.

Azizi dan Zheng Danni saling melirik satu sama lain. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu mereka kebenaran mengenai Shani. Beberapa menit kemudian, bel pelajaran pertama berbunyi. Pak Vino yang merupakan guru sejarah memasuki kelas. Selama pelajaran berlangsung, Freya sama sekali tidak Fokus. Ia mengalihkan pandangannya keluar jendela. Tiba-tiba sebuah notifikasi pada handphone-nya berbunyi.

"Pak," ucap Freya mengangkat tangan.

Pak Vino yang tengah menerangkan unsur sejarah dari masa lampau, menoleh. "Ya, Freya?"

"Saya ijin ke toilet sebentar..." Pinta Freya.

"Tentu, silahkan." Balas Pak Vino.

"Mau di antar?" Tawar Azizi.

"Tidak usah." Balas Freya singkat.

Freya melangkah keluar kelas dengan ponsel di tangan. Di layar, notifikasi yang tadi muncul berasal dari sebuah pesan singkat, dari nomor seseorang.

"Mereka belum menikah, tapi gadis itu memang sedang hamil. Dan memang benar, kalau dia yang menghamilinya."

Freya menghentikan langkah. Dahi berkerut. Ia berdiri di lorong yang sepi, hanya terdengar gema langkah kakinya sendiri. Ponselnya ia kunci, lalu ia melanjutkan perjalanan menuju toilet perempuan, tapi detik itu juga, rasa was-was mulai mengendap di dalam dadanya. Setibanya di toilet, Freya masuk kedalam bilik. Sejujurnya ia tidak sedang ingin buang air. Ia hanya ingin sendiri saja saat ini. Tidak ada tempat yang lebih baik selain toilet, menurut Freya. Akan merepotkan jika ia ke kantin di saat jam pelajaran berlangsung. Freya memutuskan untuk tetap di dalam bilik toilet beberapa saat lagi. Sampai suasana hatinya tenang.

Freya menaikan kedua kakinya ke atas toilet yang saat ini dia duduki. Kemudian menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut yang di ikat oleh kedua tangannya. Tubuhnya bergetar, jelas sekali kalau dia sedang menangis. Isakan kecil terdengar samar-samar. Untuk beberapa saat Freya tetap menangis di dalam sana. Sampai suara yang Familiar terdengar dari bilik sebelahnya. Suara seorang pria yang sangat dia kenal. Pria itu terdengar sedang menelpon seseorang, tapi dari nada suaranya, sepertinya dia sedang kesal.

"Gracia, sampai berapa lama lagi kau akan melibatkan Freya dalam masalah kita? Aku akan bertanggung jawab atas kehamilanmu, tapi hentikan permainan konyol ini. Dia sama sekali tidak tau apapun."

"Permainan ini baru saja di mulai, Shani. Waktunya sampai ujian nanti. Tidak menarik jika mengakhirinya sekarang. Aku masih ingin melihat ekspresi bahagia Freya, sebelum menghancurkan hatinya."

"Kenapa kau sangat membencinya, dia hanya gadis polos yang tidak tau apapun. Jangan melibatkan dia dalam masalah kita lagi!" Shani sedikit menaikan intro suaranya.

Dari bilik sebelah, Freya mendengarkan suaranya. Air matanya kembali tumpah. Informasi yang ayahnya berikan sudah cukup menyakitkan baginya, ditambah dengan apa yang dia dengar sekarang. Sejak awal, Shani memang tidak pernah mencintainya. Semuanya hanyalah permainan. Perasaan cintanya pada Shani, hanya dibalas oleh kepalsuan.

Freya tidak ingin mendengar lebih banyak lagi. Dia sudah tau semuanya. Tapi, perasaan pada Shani masih ada, dan sangat kuat. Lebih kuat dari rasa sakit yang sekarang dia alami. Freya keluar dari bilik Toilet, menuju wastafel untuk mencuci wajahnya yang sembap. Jika Azizi ataupun Zheng Danni tau Freya menangis karena Shani, bisa dipastikan kedua orang itu akan menghajar Shani dengan brutal. Mereka bertiga sudah seperti keluarga. Satu saja dari mereka disakiti, maka yang lain tidak akan tinggal diam.

Beberapa menit kemudian, bilik toilet di sebelah Freya terbuka. Shani tercekat, tubuhnya membeku saat melihat Freya yang berdiri di dekat wastafel. Freya tidak menoleh. Ia masih berdiri menghadap cermin, mengusap air di wajahnya, mencoba menghapus jejak-jejak air mata secepat mungkin. Tapi matanya merah, dan tangannya gemetar. Shani hanya berdiri di ambang pintu bilik, seolah tak tahu harus melangkah atau mundur.

"Freya…" suara Shani pelan, hampir tak terdengar.

Freya menatap cermin, menatap dirinya sendiri, lalu pelan-pelan memutar tubuhnya menghadap Shani. Tatapan mereka bertemu. Dan untuk pertama kalinya, Shani melihat mata Freya yang tidak lagi hangat. Tidak lagi berkilau. Hanya ada luka.

"Aku salah masuk toilet, permisi." Ucap Freya dingin. Ia berjalan melewati Shani. Tapi langkahnya terhenti saat tangan Shani menyentuh pundaknya.

"Freya, tunggu dulu.." cegah Shani.

"Lepas." Ucap Freya semakin dingin.

Shani menunduk, "Itu… bukan seperti yang kamu pikir."

"AKU BILANG LEPAS!!" Sentak Freya.

Shani tercekat, ini pertama kalinya dia mendengar Freya berbicara dengan intonasi setinggi itu.

"Aku tahu apa yang aku dengar." Ucap Freya. Bibirnya bergetar.

"Freya, aku minta maaf. Aku memang melakukan kesalahan. Tapi aku enggak pernah niat nyakitin kamu," Shani mendekat satu langkah.

Freya mundur satu langkah.

"Jadi sejak awal, kamu sama Gracia mainin aku, ya? Semua perhatianmu... ciuman kita... semuanya cuma bagian dari rencana kalian?" Suara Freya mulai bergetar, tapi ia tetap berusaha berdiri tegak.

"Enggak semuanya bohong," Shani terdengar putus asa. "Aku memang sayang sama kamu. Tapi aku juga... Dijebak."

Freya tertawa getir. "Dijebak? Maksudmu, hamilin cewek lain terus pacaran sama aku itu bentuk keterjebakan?"

Shani terdiam. Freya mendekat. Sangat dekat. Sampai Shani bisa mencium wangi dari rambutnya yang masih sedikit lembap. "Kamu tahu rasanya gimana, denger orang yang kamu sayang ngomong ke cewek lain bahwa kamu enggak tahu apa-apa? Seolah aku ini boneka yang bisa diatur dan ditipu sesuka hati?" Shani menahan napas.

"Aku bukan korbanmu. Aku bukan objek dramamu. Kalau kamu benar-benar sayang, kamu enggak akan membiarkan aku jatuh sejatuh ini."

"Freya—"

"Kamu udah hancurin semua," potong Freya. "Termasuk bagian dari diriku yang masih cinta sama kamu."

Shani menggenggam tangan Freya, tapi gadis itu langsung menepisnya.

"Jangan sentuh aku." Freya menatapnya untuk terakhir kali, lalu berjalan keluar dari toilet tanpa menoleh sedikit pun. Sementara Shani hanya bisa berdiri diam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!