Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Di atas meja kerjanya Siti menemukan dokumen yang tidak biasa. Dia mengambil lalu membukanya, tidak bisa diprediksinya kalau ini pasti akan dilakukan Teo dalam memenuhi permintaan terakhir Ayah. Siti harus berpisah dengan Gio bagaimanapun caranya.
Siti menaruh lagi dokumen itu di dalam laci. Tidak akan ada yang dilakukannya selain hanya mengabaikan surat itu karena dia dan Gio sudah sepakat untuk tidak berpisah. Mereka sudah membicarakan empat mata poin-poin penting yang harus dilakukan keduanya supaya bisa bertahan dalam menjalani bahtera rumah tangga.
Keputusan Gio untuk menjadikan hobi nge-DJ nya menjadi mata pencaharian tambahan di dukung olehnya sepenuhnya. Dia percaya suaminya bisa dipercaya, itu salah satu poin utama yang harus mereka pegang. Saling percaya satu sama lain.
Waspada perlu tapi jangan sampai mencurigai pasangan karena itu bisa memancing pertengkaran di antara mereka. Siti belajar untuk menutup mata dan telinganya dari kabar buruk tentang Gio selama belum menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.
Tatapan Siti langsung tertuju pada pintu yang dibuka oleh Teo. Pria itu langsung duduk tanpa dipersilakan.
"Sebentar lagi kamu akan bebas dari Gio."
Siti hanya diam sambil sibuk mengecek berkas dari Asih.
"Kalau sudah berpisah dari Gio, seperti yang Ayah kamu katakan. Kita akan menikah dan membangun keluarga yang bahagia."
Wajah Siti terangkat lalu menatap Teo yang tersenyum ke arahnya.
"Aku tidak pernah berpikir untuk menikah lagi kalau sampai terjadi perceraian di antara aku dan Gio. Tidak mudah membangun biduk rumah tangga lagi setelah kegagalan. Pasti akan membutuhkan waktu yang lama untuk pulih."
"Kamu tenang saja, aku akan selalu menunggumu. Kamu tahu, aku sudah jatuh hati sama kamu."
Walau sangat geram tapi Siti hanya bisa menghela napas panjang.
Siti segera menutup pintu setelah Teo pergi dari ruangannya kalau bisa dia mau menguncinya juga. Baru tiga langkah dari menjauh dari pintu sudah ada yang mengetuk pintunya.
Tok Tok
Siti berbalik dan membuka pintu, ternyata Asih membawa berkas yang kemudian diterimanya.
"Kamu sibuk, Sih?," tanya Siti menahan kepergian Asih.
"Lagi santai, ada apa?."
"Makan siang di sini, bisa?."
Lalu Asih mengangguk.
Dua bungkus makanan sudah di meja, Siti dan Asih mulai menyantap ketoprak langganan mereka. Sudah lama mereka tidak makan dan berdua seperti ini. Walau mereka tidak terlalu dekat namun ada bagian-bagian cerita yang dilalui bersama.
Keduanya lebih nyaman membicarakan pekerjaan, mereka bisa sharing apapun untuk ikut memajukan perusahaan.
"Teo tidak aneh-aneh dengan keuangan 'kan?," tanya Asih.
"Sejauh ini belum, ya, jangan sampailah."
Asih mengangguk.
"Aku dengar Teo selalu menemuimu."
"Tadi baru dari sini."
"Ke rumahmu juga."
"Iya, begitulah karena lagi ada yang diurusnya."
"Oh," kemudian Asih menatap Siti. Ada yang mau disampaikannya tapi masih merasa malu.
"Kenapa?," tanya Siti.
Asih tersenyum namun sambil menggeleng. "Tidak."
"Kamu suka sama Teo, ya?."
"Sssstt," Telunjuk Asih langsung menempel di bibirnya. Memberi kode pada Siti untuk bicara lebih pelan lagi.
Siti tertawa tapi tidak berlangsung lama karena melihat perubahan wajah Asih. "Maaf."
"Teo menyukaimu dan aku juga pernah melihatnya berpelukan dengan Liani."
"Oh, iya?. Mereka berpelukan di mana?."
"Di parkiran."
"Tidak apa, kamu masih bisa berusaha mendapatkan Teo. Dan aku juga mau minta tolong sama kamu."
"Apa yang bisa aku bantu?," Asih merasa penasaran.
Kemudian Siti berbisik pada Asih dan mulai menceritakan bantuan apa yang diinginkannya dari Asih. Siti merasa yakin kalau Asih bisa membantunya. Meski sempat ragu tapi akhirnya Asih bersedia juga membantu Siti.
Menjelang sore Teo mengajak Liani bertemu di cafe, pria itu merasa kecewa, marah dan kesal karena Liani masih belum juga membuat Gio menerima perjodohan yang telah diatur keluarga.
"Kamu niat tidak sih nikah sama Gio? Masa belum juga bisa meyakinkannya."
"Memangnya gampang menarik perhatian orang yang memang tidak cinta sama kita, susah tahu. Apalagi kalau aku lihat-lihat nih, Gio sudah peduli sama Siti. Bisa apa lagi aku selain mundur?."
"Jangan mundur! Kamu harus terus pepet Gio. Gunakan dong kesempatan yang kamu miliki saat di club bersama Gio!."
"Ada Leo dan Jun yang tidak pernah meninggalkan Gio. Jadi di sana aku tidak bisa berbuat apa-apa!."
Teo mengacak rambutnya frustasi, ternyata Liani tidak semenakutkan itu.
"Kamu saja, mana?. Siti saja malah semakin dekat dengan Gio."
"Setidaknya sudah ada surat gugatan perceraian, hanya tinggal menunggu waktunya saja."
"Ya sudah, aku tunggu dudanya Gio saja." Setelah mengatakan itu Liani pergi.
Di lain tempat, Gio sangat sibuk. Banyak sekali pelanggan yang datang. Dengan setia dan telaten Siti membantu Gio, kali ini istrinya yang duduk di depan layar komputer. Sementara Gio yang merapikan barang-barang, menyusun dan menaruhnya aman.
Setelah selesai keduanya lanjut makan yang dibuat Siti. Sebelum itu Gio menutup ruko dan memberi keterangan sedang istirahat. Karena dia ingin memberikan kenyamanan untuk sang istri melepaskan cadarnya. Dia pun ingin memandangi wajah cantik istrinya.
Selain menatap istrinya sesekali juga Gio menciumnya. Kalau tidak ingat sedang bekerja rasanya sudah ingin melahapnya.
"Mama besok mau ke sini."
Siti yang sedang mengunyah langsung diam, sejujurnya dia sangat takut karena kalau benar itu akan menjadi pertemuan pertama mereka sebagai mertua dan menantu.
"Jangan takut, Mamaku tidak menggigit."
"Aku tahu, Mamamu sangat baik. Tapi tetap saja aku takut, deg-degan." Lalu kemudian Siti memegangi dadanya sambil tersenyum.
Gio ikut tersenyum lalu mengusap bibir Siti.
"Ada apa?."
"Mau aku cium," sambil langsung mencium bibir istrinya.
*
Mama Agatha sudah duduk di antara Gio dan Siti. Langsung menyampaikan dukanya kepada Siti atas meninggal Ayahnya yang disebabkan oleh putranya. Sebagai seorang Ibu sekaligus istri, Mama Agatha bisa merasakan kesedihan dan kehilangan Siti.
Mama Agatha juga memohon maaf atas insiden yang terjadi atas kesalahan Gio. Mama Agatha baru tahu kalau kedua anak yang sedang berada di sana menikah dengan alasan yang tidak masuk akal.
Mama Agatha pun langsung mencubit kencang paha Gio karena sudah tidak tahan merasa geram, kesal bercampur marah.
"Maaf, Ma," sambil mengusap bekas cubitan Mamanya.
"Untung saja Papa tidak ikut, coba kalau ada sudah pasti kuping kamu panas di jewer Papamu."
"Iya, Ma, tapi pernikahanku dan Siti sudah baik-baik saja. Aku dan Siti ingin menikah sekali seumur hidup saja seperti orang tua Siti dan seperti Mama Papa."
"Awas saja kamu macam-macam!," ancam Mama Agatha.
"Siap, Ma."
Gio menerima ponsel sang Mama saat Papanya mau bicara dengannya. Kini hanya ada Siti dan Mama Agatha.
"Terima kasih sudah memaafkan dan menerima Gio."
Siti mengangguk. "Aku juga minta maaf karena aku bukan istri pilihan Mama, Papa."
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti