NovelToon NovelToon
Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Enemy to Lovers
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ayusekarrahayu

Maya, anak sulung yang doyan dugem, nongkrong, dan bikin drama, nggak pernah nyangka hidupnya bakal “dipaksa” masuk dunia yang lebih tertib—katanya sih biar lebih bermanfaat.

Di tengah semua aturan baru dan rutinitas yang bikin pusing, Maya ketemu Azzam. Kalem, dan selalu bikin Maya kesal… tapi entah kenapa juga bikin penasaran.

Satu anak pembangkang, satu calon ustadz muda. Awalnya kayak clash TikTok hits vs playlist tilawah, tapi justru momen receh dan salah paham kocak bikin hari-hari Maya nggak pernah boring.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayusekarrahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27 H-1 Sosialisasi Part 2

Suara musik tiba-tiba memenuhi aula. Dentuman ketukan tangan, tawa, dan teriakan ceria menggema lewat speaker besar. Semua mata tertuju ke layar proyektor yang kini menampilkan video Maya dan teman-temannya sedang berjoget di kamar asrama,dengan bantal beterbangan, lampu senter bergoyang, dan Maya berdiri paling depan sambil menari konyol bak pemandu konser.

Beberapa santriwati langsung terbelalak.

Sebagian menahan tawa, sebagian lain hanya menatap bingung.

Rita spontan menutup wajah dengan kedua tangan.

Sedangkan Nadia menunduk sedikit, bibirnya terangkat membentuk senyum dingin.

“Lihat aja sekarang...,” batinnya puas, “...lihat gimana wajah tak tau malu itu muncul.”

Namun, bukannya panik atau terisak, Maya justru melangkah maju, menatap layar lebar itu dengan mata berbinar.

Tangannya menepuk pelan pundak Rara sambil tertawa keras.

“WOOOWWW akhirnya ada dokumentasinya juga!! Guys akhirnya kegiatan kita ada kenangan nya juga! masih selamat, guys!! woyy siapa yang punya ni video plis gue mau berterima kasih."

Aula mendadak bergema oleh tawa.

Bahkan beberapa santriwati lain ikut terkikik. Rara sampai terjatuh ke lantai karena tak bisa menahan geli, sementara Zahra menutup mulut, setengah malu setengah bangga.

“Serius, May, ternyata kita tuh gila banget sumpah! Mana gayanya kayak penyanyi dangdut keislaman!”

“Yaaa iyaa lah kan konsepnya diskotik syariah, inget gak?” sahut Maya, dengan gaya santainya yang khas.

Azzam dan beberapa pengurus lainnya yang sejak tadi menatap layar akhirnya tak bisa menahan senyum. Azzam menggeleng pelan, kemudian berjalan ke depan aula.

Ketika musik berhenti dan layar kembali gelap, semua santri langsung menunduk setengah takut, setengah menahan tawa.

Azzam berdiri tegak, kedua tangannya disilangkan di depan dada.

Suasana mulai tenang.

“Baiklah…” suaranya tenang, tapi tegas. “Saya rasa tidak ada yang perlu diperpanjang. Tapi boleh saya tahu, siapa yang memutar file ini?”

Hening.

Hanya suara kipas angin yang terdengar.

Azzam memandangi seluruh ruangan, matanya tajam namun tetap lembut. Lalu ia melanjutkan,

“Saya tidak marah. Tapi semoga ini jadi pengingat untuk kita semua. Keceriaan itu boleh, asal tahu batas. Tawa tidak dilarang di pesantren, tapi jangan sampai menghilangkan rasa hormat kita pada lingkungan dan aturan.”

Beberapa santri mengangguk, suasana terasa damai lagi.

Azzam kemudian menatap Maya dengan sedikit senyum,

“Dan kamu, Maya…”

Maya yang tadinya pura-pura menyembunyikan wajah, langsung tegak dengan wajah polos.

“Iya, Ustadz?”

“Lain kali kalau mau konser dadakan, pastikan pintunya dikunci rapat,” katanya datar, tapi diikuti dengan senyum samar.

Aula langsung pecah oleh tawa.

Beberapa santriwati bersorak, bahkan ada yang menepuk tangan.

Maya menepuk dahinya, lalu ikut tertawa keras.

“Siap, Ustadz! Kali ini bakal versi eksklusif tanpa bocor keluar!”

Azzam menggeleng sambil menahan tawa. “Itu bukan maksud saya, Maya.”

“Tapi udah terlanjur, Ustadz,” jawab Maya, masih dengan ekspresi nakalnya.

Tawa kembali menggema, dan suasana latihan yang tadinya tegang kini berubah jadi hangat, bahkan menyenangkan.

Namun di antara tawa itu, hanya satu orang yang tidak ikut tersenyum.

Nadia.

Wajahnya mengeras, jemari tangannya mengepal erat.

Senyum puas yang tadi sempat muncul kini lenyap, digantikan tatapan gelap yang nyaris membara.

"Apa-apaan ini! seharusnya dia malu! tapi kenapa dia malah jadi pusat perhatian lagi… bukan dipermalukan, tapi disukai semua orang,termasuk Azzam,” pikirnya getir.

“Baiklah, Maya. Kalau cara halus gak berhasil… aku akan buat semua ini jadi serius.”

Ia berbalik meninggalkan aula, melangkah cepat tanpa menoleh lagi. Rita dan Putri saling berpandangan, mereka memang sengaja merekam Maya tempo hari. Sama sekali tak menyangka kalau ini adalah reaksi yang mereka dapatkan. Keduanya langsung mengikuti langkah Nadia,ikut menjauh dari riuhnya suasana aula siang itu.

Sementara di depan aula, Azzam masih memberi arahan dengan nada santai, dan Maya tertawa lepas bersama teman-temannya, benar-benar tak menyadari badai kecil yang sedang disiapkan untuknya.

...***************...

Sementara itu, jauh dari hiruk pikuk pesantren Nurul Hikmah…

Di sebuah rumah mewah milik keluarga Arman Wicaksono, suasana tengah riuh. Alin tampak mondar-mandir sejak pagi, sementara beberapa art sibuk menyiapkan barang-barang yang akan dibawa esok hari.

Rani menatap sang anak dengan wajah tak percaya sekaligus geli, dari jauh-jauh hari,Alin memang paling bersemangat saat akan mengunjungi sang kakak. Berbagai cemilan kesukaan Maya telah habis diborongnya.

Belum lagi koleksi gamis-gamis mahal yang baru ia beli. Para art nya pun bekerja dengan ekstra,ada yang mengemas, melipat bahkan hanya mondar mandir mengikuti perintah Alin.

Buk Rani menghela napas panjang lalu ikut duduk sembari melipat beberapa pakaian yang akan dibawa." Lin, ini beneran kita mau bawa barang sebanyak ini?."

Alin berhenti lalu memandang wajah sang ibu," Aduh Mah, kakak tuh kan udah lama ga shopping, di pesantren semuanya kan pasti serba ketat, jadi Alin mau beliin semua barang kesukaan kakak, ya walaupun Alin sempet bingung sih, soalnya kan sekarang style kakak pasti udah berubah, apa gamisnya Alin tambahin ya mah."

Buk Rani berdiri lalu memperlihatkan tumpukan gamis dengan berbagai model yang sudah ada disana. "Alin, coba lihat....kamu belanja gamis sebanyak ini, masa mau ditambahin sih,yang ada nanti mobilnya gak muat."

Alin cemberut, "Yaudah deh kalau gitu cemilan nya aja yang ditambahin ya mah?."

Para art yang sudah berjibaku sedari pagi itu saling berpandangan, jujur saja pekerjaan ini tidak selesai-selesai juga, membuat mereka cukup kelelahan.

"Alin...sudah cukup yaa,ini sudah terlalu banyak lagipula ini bukan satu-satunya jadi hari kunjungan kita, setiap bulannya kita akan terus mengunjungi kakakmu," Buk Rani mencoba membujuk Putri bungsunya itu.

Alin cemberut, "Mah plisss yaaa? bolehh kann sedikit lagi aja."

Belum sempat Buk Rani menjawab, suara Pak Arman lebih dulu terdengar. "Alin, kalau kamu niatnya mau berdagang silahkan bawa sebanyak mungkin, tapi ingat kita kesana bukan untuk berdagang, jangan terlalu berlebihan."

Alin menghembuskan napas kasar," Tapi pah..."

"Ga pake tapi-tapi, pokoknya barang yang dibawa tidak boleh lebih dari 3 dus," Pak Arman berbicara tegas.

"Whatt?! pah ini aja baru setengahnya udah 5 dus masa harus tiga dus doang si," Alin menahan dada kesal, ia sudah menghabiskan waktu seharian penuh untuk berbelanja semua ini.

Pak Arman menyilangkan tangannya di dada, "Bawa tiga dus saja, sisanya terserah mau di apakan, kalau kamu keberatan, lebih baik tidak usah ikut."

Buk Rani yang tak tega berusaha membela Putri bungsunya itu. "Pah...jangan gitu dong, Alin kan cum-"

"Cuma apa mah? mamah juga kalau tidak mau mendengarkan papah, mending tidak usah ikut besok," Pak Arman kembali mengancam.

Buk Rani langsung terdiam, lalu ia menatap wajah Alin yang tengah menatap ayahnya jengkel.

"Hufttt....okey-okey Pak Arman yang terhormat anda menang lagi hari ini," Alin langsung meminta para art untuk membongkar lagi barang lainnya lalu memilah mana saja yang penting untuk dibawa.

Buk Rani pun ikut membantu, sesekali ia menggoda Alin. Berusaha menghilangkan rasa kesal sang anak.

Pak Arman sendiri tampak kembali berjalan menaiki tangga, lalu masuk ke dalam ruang kantornya. Disana sudah berdiri Denis, asisten pribadinya. Mereka tengah memastikan bahan sosialisasi besok sudah dalam keadaan siap tampil.

Triingg....

Handphone Pak Arman tampak bersuara, sebuah pesan singkat dari pesantren Nurul Hikmah membuat kegiatannya terhenti sebentar.

Ia menatap dengan intens video yang dikirim itu, berdurasi dua menit, menampakkan sosok heboh yang amat ia kenal. Maya tengah berdiri sembari membacakan teks pembawa acara.

Suaranya tegas namun tetap santai, caranya berbicara membuat Arman seketika tersenyum tipis. Untuk pertama kalinya ia benar-benar merasa bangga. Ada juga video lainnya, berisikan suara merdu sang anak ketika melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

"Sangat tidak diduga, anak pembangkang itu bisa melakukan ini semua...aku benar-benar tidak sabar untuk menyaksikan nya secara langsung," gumamnya lirih.

.

.

✨️ Bersambung ✨️

1
Richboy I
semangat ka othor, ditunggu lanjutannya
Ayusekarrahayu: siappp makasihhh kakakk😍
total 1 replies
Hesty
bikin nadia ketauan thoor
Hesty
kalau bisa thoor jangan ada poligami... bikin nadia kena karmanya... dikeluarkandari pesantren
Ayusekarrahayu: siapp kakak masukan diterimaa😍🙏
total 1 replies
Rian Ardiansyah
di tunggu part selanjutnya kak👍
Ayusekarrahayu
Ayooo bacaa di jaminnn seruuu
Rian Ardiansyah
di tunggu kelanjutannya nyaa kak
Tachibana Daisuke
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Ayusekarrahayu: sudah up ya kak
total 1 replies
Rian Ardiansyah
wowww amazing
Rian Ardiansyah
ihh keren bngtttt,di tungguu kelanjutan nyaaaa kak😍
Ayusekarrahayu: makasiii😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!