NovelToon NovelToon
Teperdaya Maharani Merindu

Teperdaya Maharani Merindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Sci-Fi / Misteri / Romansa Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat
Popularitas:280
Nilai: 5
Nama Author: OMIUS

Di tengah masalah pelik yang menimpa usaha kulinernya, yang terancam mengalami pengusiran oleh pemilik bangunan, Nitara berkenalan dengan Eros, lelaki pemilik toko es krim yang dulu pernah berjaya, namun kini bangkrut. Eros juga memiliki lidah istimewa yang dapat membongkar resep makanan apa pun.
Di sisi lain, Dani teman sedari kecil Nitara tiba-tiba saja dianugerahi kemampuan melukis luar biasa. Padahal selama ini dia sama sekali tak pernah belajar melukis. Paling gila, Dani tahu-tahu jatuh cinta pada Tante Liswara, ibunda Nitara.
Banyak kejanggalan di antara Dani dan Eros membuat Nitara berpikir, keduanya sepertinya tengah masuk dalam keterkaitan supernatural yang sulit dijelaskan. Keterkaitan itu bermula dari transfusi darah di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OMIUS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang Keenam Belas

“Yang begitu itu bukan aksi heroik, tapi aksi konyol. Kamu sudah enggak waras, Dan!”

Bukannya berterima kasih usai kuceritakan aksiku dalam menggagalkan perampokan di rumah ibunya, Nitara yang waktu itu tengah membesukku di rumah sakit malah mengumpatku. Di matanya aku tak lebih seorang idiot yang sok berlaga pahlawan.

Nitara tak salah mengumpat kebodohanku. Tak dapat dimungkiri olehku sendiri, adalah benar jika aksi gilaku tiga minggu lalu bukan didorong akal sehat. Lebih dikarenakan spontanitas akibat letupan emosi dadakan.

Ketika itu Tante Liswara mencoba merebut kembali brankas yang dijarah seorang perampok. Padahal untuk sekedar berjalan pun beliau kadang masih sempoyongan. Menyaksikan bagaimana seorang perampok sampai mendorong Tante Liswara, amarahku spontan meledak hebat. Kewarasanku sebagai manusia normal serta-merta dinihilkan.

Perampok itu tak tahu, perempuan paruh baya yang harus jatuh terguling-guling di lantai itu tengah menjadi api jiwaku.

Amuk, begitulah diriku kala amarah menihilkan kewarasan otakku. Bak banteng yang malah semakin beringas menyeruduk usai ditombak, demikian pula dengan diriku saat sabetan senjata tajam kawanan perampok merobek bagian tubuhku. Sampai-sampai kawanan perampok itu malahan ketakutan sendiri, menyaksikan bagaimana aku yang sudah berdarah-darah, namun malah terus membabi-buta.

Sungguh, aku sendiri sebenarnya heran memikirkan kemampuan ilmu bela diriku. Sekonyong-konyong aku menjelma bak pendekar sakti mandraguna. Aku yang hanya tangan kosong mampu melayani enam kawanan perampok.

Mungkin jika hanya sama-sama tangan kosong, masih tersisa satu penjelasan atas perlawananku, kendati secara nalar sehat amat sulit diterima karena aku melawan enam perampok sekaligus. Sementara yang terjadi waktu itu justru teramat gila, aku harus melayani mereka yang masing-masing menggenggam senjata tajam.

Bukannya segera jatuh terkapar terkena sabetan senjata tajam mereka, dua perampok bahkan sempat kulumpuhkan, sehingga menjadi bulan-bulanan tetangga karena tak sempat kabur seperti empat temannya. Padahal dalam sejarah hidupku tiada sekali-kalinya aku pernah berkelahi, atau sempat berlatih ilmu bela diri.

 Ajaib, aku kurang merasakan pedih, sedangkan tiga sayatan sudah tertoreh di lengan dan paha kiriku. Seakan-akan telah dibekali ilmu kebal, yang dirasakanku kala itu hanyalah rasa puas. Terutama saat menyaksikan salah seorang perampok─yang telah mendorong Tante Liswara hingga jatuh terjengkang─ tersungkur terkena bogem mentahku. Semakin puas manakala perampok itu lalu ramai-ramai dihajar para tetangga yang berdatangan.

Baru setelah tetangga membawaku ke rumah sakit, rasa pedih akhirnya mulai terasa tubuhku. Aku pun mulai merasakan lemas akibat kehilangan banyak darah. Beruntung bank darah di RS. PMI Bogor masih menyediakan dua labu golongan darah B rhesus negatif. Sepertinya dua labu darah tersebut tak lain darahku sendiri. Empat bulan yang lalu aku memang sempat mendonorkan darahku ke RS. PMI Bogor.

Enam tahun belakangan aku rutin mendonorkan darahku. Menariknya selain diriku sendiri, konon hanya satu orang yang pernah menerima darahku. Tapi, aku bisa memakluminya, mengingat pemilik golongan darah B rhesus negatif di negeri ini amatlah langka.

Setelah mendengar cerita Tante Liswara, tentang kematian teman akrabnya yang berprofesi sebagai pelukis akibat kecelakaan lalu-lintas, aku lantas tergerak untuk mencari tahu sosok penerima darahku. Berdasarkan penuturan Tante Liswara juga, kiranya teman dekatnya memiliki golongan darah B rhesus negatif sepertiku. Bahkan sebelum meninggal sempat menjalani operasi jantung, yang tentunya membutuhkan transfusi darah.

Juanda Effendi, nama itu kemudian didapatkanku dari petugas bank darah RS. PMI Bogor sebagai penerima darahku. Nama yang sama disematkan pula pada teman dekatnya Tante Liswara. Semakin aku tergerak untuk mengetahui lebih lanjut sosok Pak Juanda.

Patut disesalkan, semangatku ternyata tidak dibarengi informasi berlimpah. Begitu pula harapanku pada mulut Tante Liswara. Informasi yang kudapatkan akan sosok Pak Juanda ternyata tak berbeda jauh dari cerita Tante Liswara sebelumnya.

Pada akhirnya aku enggan tertarik lebih dalam lagi mengetahui sosok Pak Juanda. Meski begitu aku tetap menuding, perubahan janggal karakterku saat ini ada sangkut pautnya dengan penerima darahku. Begitu darahku mengalir di tubuhnya, kami berdua lalu menyatu lewat satu keterkaitan. Seperti apa bentuk keterkaitan tersebut, malah hanya akan semakin memusingkanku andai terus kudalami.

Memang tidak ada dasar ilmiahnya tudinganku ini. Malahan mungkin hanya terjadi pada diriku seorang saja. Mana ada kehendak dua manusia berbeda,─ salah satunya malah sudah meninggal─ bisa-bisanya lalu berjalan seiring dan seirama hanya karena mengalirnya darah yang sama di tubuh masing-masing.

Persoalannya, andai bukan menghubungkannya dengan satu keterkaitan, lantas dari mana asalnya bakat melukisku?

Bukan hanya bakat melukis saja, karakterku kini semakin berwarna akibat limpahan sifat-sifat yang sebelumnya tak pernah melekat pada diriku. Tiba-tiba saja mulutku hanya mau menghisap rokok kretek, padahal aku terbilang fanatik dengan rokok putih. Jam biologisku pun berubah. Aku yang senantiasa tertib, biasa tidur paling lambat pukul sebelas malam dan bangun di waktu Subuh tahu-tahu berubah. Sekarang aku kerap begadang hingga dini hari.

Paling parah aku yang peduli rapi dan bersih kini berganti tak peduli. Rumahku sekarang kondisinya berantakan. Apalagi setelah kembali hidup membujang, aku enggan memperkerjakan pembantu lagi. Entah kenapa tanganku yang biasanya gatal dengan suasana kotor, sekarang malah terasa malas untuk membersihkannya. Kalau dipikir-pikir kemudian, ternyata aku menikmati kondisi rumahku saat ini.

Aku akhirnya percaya, kemunculan jiwa pendekarku sewaktu melawan para perompak diwarisi dari Pak Juanda. Barangkali semasa hidup beliau pesilat tangguh yang kebal senjata tajam, atau malah mantan preman terminal. Tak heran bila aku mampu meladeni keroyokan para perampok.

Menariknya aku sekarang tak lagi mendadak dirasuki kuasa misterius seperti sebelumnya. Kalaupun hasrat melukisku muncul adalah murni karena keinginanku sendiri. Sama sekali bukan karena dorongan kuasa dari luar. Setelah kucermati, kiranya kuasa luar yang kerap membajak pikiran dan tubuhku itu menghilang usai kematian Pak Juanda.

o16o

1
Asnisa Amallia
Enak banget karya ini, aku nggak sabar nunggu kelanjutannya!
Yusuf Muman
Menyentuh hati.
Mich2351
Aku suka banget sama karakter-karakternya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!