NovelToon NovelToon
BABYSITTER KESAYANGAN CEO

BABYSITTER KESAYANGAN CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Pengasuh / Ibu Tiri / Chicklit
Popularitas:12.6k
Nilai: 5
Nama Author: Melon Milk

Kiandra Pravira, baru saja kembali ke Jakarta dengan hati yang hancur setelah dikhianati mantan kekasihnya yang menjalin hubungan dengan adiknya sendiri. Saat berusaha bangkit dan mencari pekerjaan, takdir membawanya bertemu dengan Axton Velasco, CEO tampan dari Velasco Group. Alih-alih menjadi sekretaris seperti yang ia lamar, Kiandra justru ditawari pekerjaan sebagai babysitter untuk putra Axton, Kenric, seorang bocah enam tahun yang keras kepala, nakal, dan penuh amarah karena kehilangan Ibunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28

Ketika Kiandra masuk ke kamar Axton, ia melihat pria itu berbaring dengan mata tertutup. Ia meletakkan nampan yang dibawanya di meja samping tempat tidur. Bagaimana caranya membangunkan pria ini? Kiandra menggaruk kepalanya, bingung.

“K-Kenapa kau menatapku? Terpesona lagi?” Kiandra mundur sedikit. Sudah beberapa kali ia kena prank tidur-tiduran dari pria ini.

“Tuan bicara omong kosong lagi. S-saya sudah membawakan makanan dan obat untukmu. Saya akan keluar sekarang,” ucapnya, merasa sangat malu.

“Tinggal di sini.” Seperti biasa, Axton memegang tangan Kiandra. Ia duduk di kursi kecil sambil melipat tangan di dada.

“Tuan makan dulu. Saya akan tinggal di sini,” ucap Kiandra sambil menunduk. Ia tidak bisa menatap Axton secara langsung. Bayangan kejadian kemarin membuatnya malu sendiri.

“Tanganku terlalu lemah untuk memegang sendok,” keluh Axton. Kiandra menatapnya dengan kesal.

“Sungguh, Tuan? Kau bukan anak kecil lagi!” Axton hanya mengangkat bahu. Tak ada pilihan lain bagi Kiandra. Ia mengambil sop dari nampan.

Axton bertingkah seperti Kenric! Padahal anak asuh Kiandra tidak ada di sini. Sekarang malah Axton yang menggantikan perannya. Kiandra pasrah. Pria itu sedang sakit, dan ia harus sabar menemaninya. Rasanya jantungnya mau copot.

Kiandra menunduk, menyuapi pria itu. Pipi Kiandra merona karena jarak mereka begitu dekat. Tinggal satu suap lagi.

“Aku sudah kenyang. Terima kasih, Kiandra.” Kiandra menggigit bibir. Tenang, Kiandra… dia hanya mengucapkan terima kasih!

“T-tterima kasih kembali, T-Tuan. Minum obatnya sebelum tidur.” Kiandra hendak berdiri, tapi Axton menangkap tangannya. Apa lagi sekarang?!

“Mau ke mana?” tanya Axton.

“T-tidur.” Pasti ada kamar lain di sini.

“Tidak ada kamar lain selain ini. Pak Herman tidur di sofa. Kau bisa tidur di sini.” Axton menepuk tempat tidurnya. Astaga! Kiandra harus tidur di sampingnya?! Tidak!

“Aduh, Tuan! T-tidak usah! Di lantai ruang tamu saja. Saya sudah biasa tidur di lantai. L-lepaskan tangan saya…” Axton tetap tidak mau melepaskan.

“Tidak. Kau akan tidur di sini. Aku tidak akan membiarkanmu tidur di lantai,” jawab Axton. Kiandra malah makin enggan tidur di sampingnya. Bagaimana ia bisa tidur dengan keadaan ini?

“Tuan, tidurlah di sini saja! Saya benar-benar tidak apa-apa tidur di lantai ruang tamu.” Axton masih memegang tangannya dengan kuat.

“Aku akan mengizinkanmu tidur di lantai, tapi di sini.” Axton menunjuk lantai di bawah tempat tidur. Gila!

“A-aapa?! Tuan!” Axton hanya menatapnya.

“Kau bisa memilih. Tidur di tempat tidur atau di lantai?” Tidak ada pilihan lain bagi Kiandra.

“Baiklah!” teriak Kiandra kesal.

“Baiklah. Ini bantal dan selimutnya.”

Kiandra menangkap bantal dan selimut yang dilemparkan Axton.

Ia menggelar selimut di lantai, lalu berbaring membelakangi Axton. Terserah dia. Kiandra mencoba tidur, tapi perasaan ini sungguh aneh. Tidak terbiasa, apalagi penyebabnya ada di sampingnya. Sial sekali!

**

“Kiandra… kau masih terjaga?” bisik Axton.

“Sudah tidur,” jawab Kiandra.

“Ada yang ingin aku minta.” Kiandra tidak menoleh.

“Apa?” tanya Kiandra.

“Jangan panggil saya Tuan. Terlalu formal. Panggil saja Axton kalau kita berdua. Aku sudah melamarmu, ingat?” Kiandra memutar mata.

“Kapan aku setuju kamu melamar? aku tidak ingat,” jawab Kiandra. Memang tidak ada.

“Kamu tidak pernah bilang ya atau tidak. Aku berada di tengah-tengah. Setidaknya aku punya kesempatan, kan?”

Kiandra diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Membingungkan.

“Hei… kau sudah tidur?” tambah Axton.

“Diam sa--” Kiandra menoleh, tapi terhenti. Wajah mereka terlalu dekat.

“M-menjauh! Aku B-bisa ketularan demam…” Axton tersenyum, lalu kembali ke tempat tidur.

“Mari tidur. Selamat malam.” Kiandra menoleh ke arah lain, mencoba menghindari tatapan pria itu. Bagaimana bisa tidur begini? Menyebalkan, Axton!

**

Kiandra terbangun karena ponselnya bergetar. Ia menoleh, Axton masih tertidur. Penelponnya ternyata ayahnya. Pagi-pagi benar.

“Halo, Yah?”

“Nak! Apa aku mengganggu tidurmu?”

“Tidak, Yah. Baru bangun. Kenapa Ayah menelepon?”

“Gavin wisuda besok di sekolah. Ada sedikit perayaan di rumah. Bisa kau pulang besok?”

“Besok? Aku tidak bisa janji, Yah. Nanti aku kabari.”

“Begitu ya? Iya, kabari Ayah kalau bisa pulang. Hati-hati selalu di sana.”

“Iya, Yah. Ayah juga hati-hati.”

Kiandra mengakhiri panggilan. Sudah dua bulan ia tidak pulang. Ia tidak tahu apakah sanggup pulang ke sana. Meskipun mereka tidak lagi berpengaruh padanya, Kiandra takut menghadapi sendiri. Tapi hari itu adalah hari spesial adik bungsunya. Seharusnya ia ada di sana.

“Kau bisa pulang.” Kiandra hampir menjatuhkan ponselnya.

“Tuan Axton, mengagetkan saja!” gerutu Kiandra.

“Kan sudah kubilang tadi malam, jangan pakai embel-embel Tuan kalau kita berdua.” Kiandra mengangguk.

“Belum terbiasa. Kau dengar? Jadi tukang nguping sekarang?” tanya Kiandra sarkastik.

“Dengan suara kerasmu, tidak mungkin aku tidak mendengar. Ngomong-ngomong, ini waktu yang tepat untuk pulang. Selama dua bulan ini kau terus bekerja. Keluargamu pasti merindukanmu, Kiandra.”

Kiandra tersenyum pahit. Gampang sekali Axton bicara, karena dia tidak tahu apa-apa.

“Terima kasih, tapi aku lebih suka tidak pulang. Hanya wisuda adik bungsuku. Mereka pasti mengerti kalau aku tidak bisa datang,” jawab Kiandra.

“Aku rasa ini saat yang tepat menghadapi ketakutan terbesarmu, Kiandra. Katakan juga pada mereka apa pekerjaanmu yang sebenarnya di sini. Cukup menghindar. Maju dan temukan di mana kau akan bahagia.” Axton benar.

“Jujur, aku takut. Kalau melihat mereka bahagia, aku malah terpengaruh. Aku tidak mau mereka melihat aku menyedihkan. Aku ingin mereka tahu aku tidak terpengaruh,” Kiandra mengepalkan tangan.

“Boleh aku ikut? Kalau kau tidak mau memberitahu mereka yang sebenarnya, biar aku yang bicara.”

Kiandra bodoh kalau menolak. Ia memang tidak sanggup pulang sendiri. Lagipula Axton yang menawarkan diri.

“Boleh. Bawa juga Kenric,” kata Kiandra.

1
Rohana Omar
up date .....up date jgn di gantung seperti baju di jemuran athor
Melon: Update terusss ko tiap harii, 1 hari 3 bab yaa☺️
total 1 replies
kayahhh
lanjut thierr
kayahhh
rame
Anonymous
🩵
Lina ayuu
oke
Silvi
gud
Sania Anugrah
👍👍
Anonymous
lanjut 🤭
Lira
God
Diana sabila
lanjut 😍😍😍
Dewi sartika
bagus
sumiati
la jut
sumiati
bagus
erin
lanjut 😍
Asyatun 1
lanjut
Mira Hastati
bagus
Asyatun 1
lanjut
Sastri Dalila
👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!