Asti seorang gadis yang berusia 28 tahun, dan memiliki wajah yang baby face, banyak orang yang mengira bahwa Asti seperti gadis belia.
Asti memiliki otak yang cerdas, piawai dalam berkomunikasi dan mempunyai sifat penyayang.
Berjalannya waktu, Asti mengenal sosok pria bernama Tomi.
Asti terkenal dengan sifatnya yang cuek dan jutek.
Apakah sosok Tomi Berhasil meruntuhkan hati sang dosen cantik yang jutek?
Di balik sikap Asti yang cuek dan jutek, ia bersama-sama temannya memiliki wadah untuk saling bertukar informasi, berbanding terbalik keseruan pada saat dia bersama sama di geng bucin.
Keseruan apa yang ada di geng bucin?
mari kita bersama membaca keseruannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RADISYA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Curahan Isi Hati Tomi.
“Ibu telah berhasil menampilkan diri sebagaimana mestinya seorang dosen yang baik!” kata Tomi dengan bersemangat namun tetap dengan gaya cool nya.
“Tetapi kedatangan saya kemari bukanlah untuk memuji-muji Ibu. Saya datang kemari selain untuk pamit dan mengucapkan terimakasih, juga ingin memberi laporan bahwa tugas yang Ibu berikan kepada saya, belum selesai sama sekali.
Masih banyak hal yang perlu saya perbaiki didalam tugas saya tersebut. Nah, karena itulah saya memberitahu kepada ibu bahwa tugas itu belum dapat saya serahkan sekarang. Berhubungan besok saya sudah akan meninggalkan Jakarta ini.
Hal itu bukan karena kemalasan saya atau kesulitan saya dalam hal penyusunannya, tetapi karena kesibukan saya yang luar biasa menjelang keberangkatan saya ini. Jadi Bu Asti, tugas saya itu nanti akan saya kirimkan melalui pos ke rumah Ibu. Sebab tugas itu akan saya selesaikan si sela-sela kesibukan saya di luar kota nanti”
"Boleh saya tahu dalam rangka apa Saudara pergi keluar kota itu?” tanya Asti yang terdorong oleh perasaan dan rasa ingin tahunya. “Selama ini Saudara tidak pernah mengatakan alasan yang jelas untuk meninggalkan bangku kuliah sebelum hari libur tiba”
“Saya sudah melaporkan kepada dosen pembimbing saya dan juga sudah melapor ke sekretariat kampus Bu. Seperti tugas yang diberikan oleh Ibu dan dari beberapa dosen lain pun saya mendapatkan tugas yang serupa!” jawab Tomi. “Nah untuk urusan saya sampai harus meninggalkan studi selama beberapa bulan kedepan, itu karena saya diminta oleh seorang rekan saya untuk membantu proyeknya di luar kota tersebut Bu Asti”
Sebenarnya jawaban Tomi masih belum tepat sasaran dengan jawaban yang ingin Asti ketahui. Asti ingin tahu lebih jauh mengenai proyek apa yang akan digelutinya itu, tetapi karena tampaknya Tomi tidak begitu antusias untuk menjelaskan secara rinci kepadanya, pertanyaan itu disimpannya di dalam hati saja.
Pikirnya mungkin lelaki itu malu karena baru sekarang mulai memikirkan masa depannya untuk mencari pekerjaan dan penghasilan sendiri, apalagi di dalam pekerjaannya ini ia cuma membantu-bantu saja selama beberapa bulan kedepan saja, pikir Asti dalam hatinya.
“Jadi tugas Saudara nanti akan dikirim kemari?”
“Ya Bu. Ibu tidak keberatan kan?”
“Tidak... Yang penting tidak melebihi masa ujian akhir semester nanti,” sahut Asti. “Jadi sebelum itu, Saudara sudah harus menyerahkan tugas yang saya berikan!”
“Oh iya… Itu pasti Bu”
“Baiklah kalau begitu Tomi, apakah masih ada sesuatu lainya?” Asti bertanya dengan suara dingin dan dengan nada yang mengandung pengertian supaya Tomi segera mengakhiri kunjungannya.
Tomi tahu itu, tetapi ia tidak mau mengalah begitu saja. Sikap Asti yang belakangan ini begitu dingin dan acuh tak acuh terhadapnya, hendak disampaikannya. Ia ingin mengetahui apa yang sesungguhnya ada di balik itu semua.
“Masih ada Bu!” sahutnya kemudian menjawab pertanyaan Asti tadi. “Tetapi ini mengenai sesuatu permintaan dan saya tidak tahu apakah Ibu akan mengabulkannya atau tidak.
“Permintaan apa itu?”
“Karena besok saya sudah akan meninggalkan kota ini, saya ingin sekali meminta kesediaan Ibu untuk makan malam bersama saya di suatu tempat” Tomi menyahuti pertanyaan kepada Asti dengan tegas dan nekat. Pikirnya kalau tidak nekat ia tidak akan tahu bagaimana reaksi Asti dan untuk melihat apa yang ada di balik semua sikapnya yang dingin belakangan ini terhadap Tomi.
“Asti terdiam sejenak mendengar permintaan mahasiswanya itu. Betapa beraninya lelaki itu mengajaknya pergi. Memang dia itu siapa?
“Bagaimana Bu? Apakah saya boleh mengajak Ibu pergi?” Tomi mengulangi lagi pertanyaannya tadi, ketika melihat Asti yang hanya berdiam diri saja.
“Tidak,”
Asti terpaksa menjawab.
“Saya sedang tidak ingin pergi. Jadi maafkanlah kalau ajakan Saudara itu saya tolak”
“Tidak ada kompromi atau negosiasi sedikit pun Bu?”
“Tidak”
“Kalau begitu ijinkanlah saya duduk lebih lama lagi di sini dengan Ibu” Tomi semakin nekat.
“Untuk apa?”
“Hanya untuk berbincang- bincang saja”
“Kok kedengarannya seperti seorang yang sedang kesepian tidak mempunyai teman. Saudara kan masih muda dan pasti ada banyak gadis yang akan senang sekali jika Saudara ajak berbincang - bincang di luar sana. Apalagi diajak pergi makan malam!” tanpa sadar Asti berucap dengan nada yang semakin tinggi dan tidak bisa di kontrol olehnya, seperti seorang pacar yang sedang cemburu dengan pasangan lelakinya.
“Kebetulan saya memang kesepian dan tidak mempunyai teman yang bisa diajak berbincang- bincang. Dan apakah ada gadis-gadis yang akan senang saya ajak pergi ataukah tidak, itu tidak pernah saya pikirkan karena saya tidak berminat untuk memikirkannya!” Tomi menjawab kata-kata Asti dengan suara yang tegas dan mengandung keyakinan.
“Sebab yang saya inginkan untuk menemani saya adalah Ibu Asti, wanita yang sekarang duduk di hadapan saya. Dan kalau ada orang bertanya mengapa demikian? Jawabannya adalah seperti apa yang sudah pernah saya katakan kepada Ibu, walaupun Ibu pura-pura tidak pernah mendengarkan perkataan saya itu. Sekali lagi saya katakan karena saya mencintai Bu Asti!”
Mendengar perkataan Tomi seperti itu, Asti bingung tidak tahu harus bagaimana. Waktu seakan berhenti seketika.
Melihat hal itu Tomi segera mendesaknya lagi. “Bagaimana Bu, apakah saya boleh berbincang- bincang di sini menemani Ibu?”
“Tidak”
“Mengapa tidak, kalau saya boleh tahu alasannya?”
“Karena saya tidak menyukainya!”
“Tidak menyukai kegiatannya ataukan tidak menyukai orangnya Bu?” Tomi menatap tajam mata Asti.
“Kedua-duanya…” Asti menjawab dengan nada suaranya yang terdengar tidak meyakinkan.
Tomi tertawa perlahan. Tetapi matanya tetap bersinar tajam.
“Saya tidak mempercayai kata-kata Bu Asti!” sahutnya setengah mendesis. “ Bu Asti tidak bersikap dan tidak berkata jujur. Saya tahu Bu, ketidaksukaan Bu Asti bukan itu alasan sebenarnya!”
“Anda mengada-ada!” Asti mulai merasa kesal didesak seperti itu. “Jangan mengarang, Saudara!”
“Saya merasa yakin, perkataan saya tidak jauh dari kebenarannya. Ibu tidak menyukai saya dan tidak menyukai berbicara dengan saya karena Ibu merasa khawatir berdekatan dengan saya!”
Apa yang dikatakan oleh Tomi memang tidak keliru. Sebab sebenarnya memang Asti merasa takut berdekatan dengan Tomi. Lelaki itu selalu membuatnya bingung dan resah. Lelaki itu selalu membuat ketenangan batinnya terobek-robek. Berdekatan dengan Tomi membuat akal sehatnya bisa jadi buram bahkan bisa menjadi tidak berfungsi.
Tetapi tentu saja Asti tidak mau mengakuinya. Sebab justru karena hal itulah ia bersikap dingin dan memperlebar jarak yang ada di antara mereka berdua. Ia ingin tetap rasional dan mampu berpikir tentang segala sesuatunya sehingga emosi-emosinya menjadi reda. Sedangkan apabila berada di dekat Tomi, situasi semacam itu rasanya hampir mustahil.
“Saudara terlalu kepedean!” katanya kemudian, menyembunyikan kenyataan.
“Begitukah menurut Ibu?”
“Ya. Jadi maaf kalau saya berterus-terang bahwa berbicara dengan Saudara memang betul- betul tidak saya kehendaki!” sahut Asti lagi. “Apa lagi saya sedang sibuk saat ini”
“Dengan kata lain, Ibu ingin supaya saya segera pulang sekarang?”
“Saya tidak bermaksud mengusir Saudara. Saya hanya sedang tidak suka duduk berbincang- bincang karena mempunyai banyak kegiatan lain yang lebih bermanfaat.” Ujar Asti sambil memalingkan wajah nya yang bersemu merah.
sangat keren