Wati seorang istri yang diperlakukan seperti babu dirumah mertuanya hanya karena dia miskin dan tidak bekerja. 
Gaji suaminya semua dipegang mertuanya dan untuk uang jajannya Wati hanya diberi uang 200ribu saja oleh mertuanya.
Diam-diam Wati menulis novel di beberapa platform dan dia hanya menyimpan gajinya untuk dirinya sendiri. 
Saat melahirkan tiba kandungan Wati bermasalah sehingga harus melahirkan secara Caesar. ibu mertua Wati marah besar karena anaknya harus berhutang sama sini untuk melunasi biaya operasi Caesar nya. 
Suaminya tidak menjemputnya dari rumah sakit. saat Wati tiba dirumah mertuanya dia malah diusir dan suaminya hanya terdiam melihat istrinya pergi dengan membawa bayinya. 
Bagaimana nasib Wati dan bayinya? Akankah mereka terlantar dijalanan ataukah ada seseorang yang menolong mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
Saat itu dirumah orang tua Dony ibunya mulai uring-uringan. Dia menyediakan makan malam sambil mulutnya terus mengoceh.
“Kurang ajar si Wati anakku yang biasanya selalu menurut sekarang berani membangkang demi dia jangan-jangan kena pelet sampai seperti kerbau dicucuk hidungnya” omelnya sambil terus mondar mandir mengambil sayur ditaruhnya di mangkok, kembali ke dapur mengisi piring dengan ayam goreng lalu balik ke dapur lagi mengambil dan meletakkan lauk yang lain.
Fitri yang saat itu baru selesai mandi masih dengan rambut basah tertutup handuk, mencomot satu tempe goreng dan melahapnya. Lalu ia bertanya “ibu kenapa mulai uring-uringan lagi, biar semalam mau ngomel ga akan bisa mengembalikan mereka bu.”
“Coba tadi tidak ada Ines sudah kuseret pulang anakku.” Keluh ibu.
“Emang ibu ketemu Dony?” Tanya Fitri.
“Iya ibu ketemu Dony di depan restoran Chinese food dia hendak menyeberang jalan mau bertemu dengan klien katanya.” Jawab ibu.
“Kalau dia sedang bekerja ya ga bisa dong ibu seret pulang. Lagipula dia pasti balik lagi ke istrinya.”
“Pasti sudah dipelet itu sama Wati sekarang berani menentang ibunya sendiri dan sudah kayak kerbau dicucuk hidungnya sama istrinya.” Geram ibu.
“Aku tidak percaya kalau Wati melakukan pelet ke Dony. Kalau sekarang Dony nurut sama istrinya itu karena dia mulai sadar. Tanggung jawab utamanya sebagai suami dan ayah adalah istri dan anaknya. Ibu dulu juga punya mertua kan? Apakah gaji ayah juga mertua ibu yang mengelola? Bukankah dulu kita juga pernah tinggal serumah dengan nenek dan kakek alm?” Fitri mencoba membalikkan situasi Dony ke ibunya sambil menatap ibunya dengan tajam.
Ibunya diam tidak menjawab….dia nampak salah tingkah dan menundukkan kepalanya tapi mulutnya mencang mencong ingin menjawab tapi tidak sepatah pun keluar dari mulutnya.
“Untung suamiku baik dan tidak perhitungan, semua gajinya direlakan dipegang ibu dan cuma dijatah 500 ribu untuk uang jajan nya. Dia mengandalkan uang lembur, uang makan dan uang bensin dari kantor. Coba menantu ibu orang lain mungkin aku sudah menjanda bu.” Tutur Fitri.
“Seandainya Dony dan istrinya mau kembali ke rumah ini apakah ibu juga ingin mengambil semua gajinya Wati? Ibu tidak seperti itu padaku karena aku anak kandung ibu. Aku punya keberanian untuk menolak tapi menantu mana tahan diteror masalah gaji terus. Sekarang ya ga bakal mau pulang.” Kata Fitri.
Ibunya diam seribu bahasa. Dia mendengarkan semua yang dikatakan anak perempuannya tapi di hatinya tetap saja tidak terima gaji anaknya dikelola istrinya.
“Sudahlah ayo kita makan mumpung masih hangat,” ibunya mencoba mengalihkan pembicaraan sambil duduk dan menggamit piring dan mengisinya dengan nasi dan lauknya. Dia makan sendirian tanpa menghiraukan yang lainnya.
Fitri mengikuti suaminya masuk ke kamarnya. Dia mengeringkan rambutnya dengan hair dryer sambil memandangi suaminya yang berganti pakaian.
“Mau kemana mas, kok rapi?” tanya nya.
“Mau kencan,” jawab suaminya sambil menyemprotkan parfum ke tubuhnya.
“Kencan sama siapa? Kening Fitri berkerut.
“Kencan dengan istriku, nih pakai dan cepatlah berdandan.” Kata suaminya sambil mengulurkan totebag kearah istrinya.
Fitri tersenyum sambil meraih totebag dari tangan Tono dan mengeluarkan isinya. Gaun hitam elegan dan ada bungkusan kecil di dalam. Dia membukanya ternyata sebuah kalung berlian. Mata Wati terbelalak.
“Mas apa ini tidak terlalu mahal? Duit dari mana buat beli kalung ini mas” tanya Fitri.
“Tidak usah merisaukan duitnya dari mana yang penting halal dan kau pantas mendapatkannya. Pakailah gelang dan cincin pemberianku kalung itu adalah pelengkap nya.” Kata Tono.
Fitri segera memakai gaun hitam itu dan Tono memakaikan kalung itu di leher istrinya tak lupa dikecupnya leher istrinya.
Tono menyisir rambut istrinya tanpa make up yang mencolok pun dimatanya istrinya tampak cantik.
“Kalau sudah siap kita segera berangkat hari ini kita pergi berdua saja. Sudah lama kita tidak berkencan” ujarnya.
“Kalian mau kemana? Kok seperti mau ke pesta” tanya ibu.
“Titip anak kami ya bu hari ini saya ingin kencan dengan istriku.” Pamit Tono.
“Dih…inget umur anak sudah besar kayak masih pacaran aja.” Teriak ibu.
“Ibu iri ya….tenang malam Minggu yang akan datang giliran ibu dan bapak yang berkencan kami yang jaga rumah” jawab Fitri.
“Dasar anak kurang ajar. Awas kau.” Ketus ibu.
Mobil yang dikendarai Tono berhenti di sebuah restoran yang romantis. Tono sudah membuat reservasi untuk mereka berdua.
“Tempat apa ini mas, apa uang mu cukup untuk membayar makan disini?” Fitri merasa cemas.
“Jangan khawatir, nikmati saja momen yang ada. Mulai sekarang kau harus membiasakan diri berada di tempat seperti ini.” Jawab Tono.
Seorang waiter datang membawa buku menu. Tono memesan makanan untuk mereka berdua.
Musik mengalun lembut. Tono mengulurkan tangannya dan menarik istrinya untuk berdansa dengannya.
“Kau masih ingat gerakan yang dulu kita sering mainkan saat kita berpura-pura kencan romantis kan?” tanya Tono
“Iya aku masih ingat, dulu aku sering membayangkan berdansa denganmu di restoran yang romantis dengan iringan musik yang lembut.” Balas istrinya.
“Sekarang aku ingin mewujudkan semua yang selama ini cuma ada di angan-angan mu, nikmatilah sayang.” Bisik Tono.
Mereka semakin melekatkan tubuhnya satu sama lain dan saat pipi mereka saling bergeser Tono mengecup ringan pipi istrinya dan berbisik “I love you Fit.”
“I love you too Ton.” Balas Fitri.
Musik berhenti dan mereka kembali ke meja yang dipesan Tono.
Tak lama hidangan pembuka datang berupa salad sayur dan satu keranjang kecil French bread di tengah meja dan sepiring kecil butter di samping piring-piring mereka.
Sebelum mereka menyantap hidangan pertama waiters memakaikan celemek pada tubuh mereka, mengisi red wine pada gelas-gelas masing-masing dan mempersilahkan mereka menikmati hidangannya.
“Apa ini Ton?” Tanya Fitri.
“Ini namanya red wine kau tidak boleh meneguknya dalam jumlah banyak, minumnya pelan-pelan seperti ini.” Tono memperagakan bagaimana meminum wine.
Setelah hidangan pembuka selesai mereka menyajikan kotak kayu dialasi dengan besi dan sebuah batu panas di atasnya lalu meletakkan daging mentah di atas meja. Lalu waiters mempersilahkan mereka menikmati hidangan tersebut.
“Ton kok dagingnya mentah?” Tanya Fitri.
“Kita harus memasaknya sendiri diatas batu ini Fit, begini caranya perhatikan aku ya”. Tono memperagakan bagaimana caranya menikmati hidangan yang baru pertama kali dimakan oleh istrinya.
Fitri mengikuti cara Tono dan mulai menikmatinya.
Terakhir mereka menyediakan dessert ice kesukaan Fitri.
Selesai romantic dinner Tono mengajak Fitri ke sebuah rumah yang cukup luas. Seorang security membuka pintu pagar dan Tono memasukkan mobilnya kedalam.
Tono membukakan pintu mobil istrinya dan digandengnya istrinya keluar dan dibimbingnya masuk kedalam.
Rumah itu sepi tak berpenghuni. Hanya ada security yang membukakan pintu untuk mereka.
“Rumah siapa ini Ton,” Fitri melangkahkan kakinya ragu-ragu.
“Welcome home sayang, ini rumah kita.” Jawab Tono.
“Haah serius….kau jangan bercanda Ton.” Fitri tidak mempercayai semua hal yang dia alami hari ini.
“Rumah ini sudah lama menunggu kita Fit. Tapi ibumu tidak pernah mengijinkan kita keluar dari rumahnya.” Jawab Tono.
“Aku kini sudah cukup matang untuk menjadi penerus papa ku almarhum mengelola usahanya. Selama ini pamanku lah yang mengelola usaha papa karena aku belum cukup umur. Kau sekarang nyonya direktur utama, bukan istri manager lagi.” Kata Tono.
“Aku harap kau mulai belajar menjadi pendamping seorang direktur Fit, aku ingin semua orang tahu aku sudah menikah dan tugasmu sebagai istri direktur harus siap mendampingiku aku tidak ingin ada yang merendahkan mu.. keluarlah dari pekerjaanmu jadilah asistenku di kantor kau akan didampingi oleh sekretaris senior tapi saat masih belajar tidak ada seorangpun yang boleh tahu kalau kita suami istri supaya kau bisa menilai mana yang pantas berada dikantor dan mana yang tidak. Kau akan menyamar sebagai pegawai magang.”
Akhirnya bisa damai