NovelToon NovelToon
Ibu Susu Pengganti

Ibu Susu Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

"Aku akan menceraikan mu!".

DUAR!!!!!

Seakan mengikuti hati Tiara, petir pun ikut mewakili keterkejutannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Badu saja ia kehilangan putranya. Kini Denis malah menceraikannya. Siapa yang tak akan sedih dan putus asa mendapat penderitaan yang bertubi-tubi.

" Mas, aku tidak mau. Jangan ceraikan aku." isaknya.

Denis tak bergeming saat Tiara bersimpuh di kakinya. Air mata Tiara terus menetes hingga membasahi kaki Denis. Namun sedikitpun Denis tak merasakan iba pada istri yang telah bersamanya selama enam tahun itu.

"Tak ada lagi yang harus dipertahankan. Aju benar-benar sudah muak denganmu!'"

Batin Tiara berdenyut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Denis. Ia tak menyangka suaminya akan mengatakan seperti itu. Terlebih lagi,ia sudah menyerahkan segalanya hingga sampai dititik ini.

"Apa yang kau katakan Mas? Kau lupa dengan perjuanganku salama ini?" rintih Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak melupakannya Tiara,...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan masa lalu yang terus menghantui

Galang melangkah pelan ke arah mereka. Sepatu kulitnya menjejak lembut di atas batu taman, sementara angin malam berembus membawa aroma melati yang tumbuh di sisi pagar. Raisa tersenyum kecil melihat putranya mendekat.

"Akhirnya kau pulang juga, Nak," katanya dengan nada lega.

"Maaf, aku sedikit terlambat." jawab Galang singkat.

Ia menatap Tiara yang berdiri di samping kursi taman, mengayun pelan Reihan yang sudah tertidur pulas dalam gendongannya. Wajah Tiara terlihat lembut diterangi cahaya lampu taman. Sekilas, entah karena cahaya atau hatinya yang rindu, Galang seperti melihat bayangan Reina di sana, samar tapi hangat.

Raisa menatap keduanya bergantian, senyum di bibirnya makin lebar, seolah ada sesuatu yang tak diucapkan tapi diharapkan.

"Kalau begitu, ayo kita masuk, makan malam sudah siap. Reihan bisa kau baringkan di kamar tamu dulu, Tiara.”

"Baik, Nyonya,"

Tiara menunduk sopan lalu berjalan masuk, perlahan agar tidak membangunkan bayi di gendongannya. Begitu hanya tersisa Galang dan Raisa di taman, suasana berubah sedikit tegang. Raisa menatap anaknya dengan tatapan lembut tapi tajam.

"Galang…"suaranya pelan namun tegas.

" Ibu berharap kau membuka hatimu. Mulailah mendekati Tiara. Ibu ingin Reihan memiliki keluarga yang utuh" tambahnya lagi.

Galang menghela napas berat, menatap tanah, lalu menjawab lirih,

"Aku tidak butuh siapa pun lagi, Ma. Aku akan membesarkan Reihan dan menjaga nama baik Reina. Itu saja."

"Menjaga nama baik orang yang kau cintai bukan berarti mengubur dirimu hidup-hidup. Tiara itu gadis baik. Aku tahu dia tak akan menggantikan Reina, tapi setidaknya dia bisa menemanimu. Kau butuh itu, Galang." balas Raisa cepat.

Galang tak langsung menjawab. Matanya menatap jendela rumah, tempat Tiara tadi menghilang bersama Reihan. Dalam diam, hatinya bergetar. Ia tahu ibunya mungkin benar, tapi bayangan Reina masih terlalu kuat menahannya.

"Aku tidak ingin membuat kesalahan, Ma. Aku takut… kalau aku membuka hati, aku akan melupakan Reina. Dan aku tak ingin itu terjadi." ujar Raihan.

Raisa menatap menantunya lama, sebelum akhirnya berkata pelan,

"Kadang mencintai seseorang bukan berarti kau harus terus memeluk bayangannya, Nak. Kau hanya perlu belajar melepaskannya dengan tenang."

Galang terdiam. Angin malam kembali berembus pelan, membawa suara tiupan lembut dari pepohonan.

Dari dalam rumah, suara Tiara terdengar samar, menidurkan Reihan dengan lagu lembut yang dulu sering dinyanyikan Reina. Suara itu menghantam batin Galang seperti gelombang kenangan , menenangkan, tapi juga menyakitkan.

"Dengar itu, Galang. Mungkin Tuhan sedang memberimu cara lain untuk pulih." ucap Raisa sambil tersenyum kecil.

Galang menatap ke arah suara itu, dadanya terasa sesak. Ia tak tahu apakah itu awal dari sesuatu yang baru… atau akan membuat kenangan lama terulang kembali.

Di sisi lain, Saskia masih menatap Denis dengan wajah yang sulit diartikan. Namun seorang wanita cantik tiba-tiba menghampiri mereka.

"Bukannya ini kak Denis?" ucap Anindya menyapa.

Denis menoleh menatap gadis itu sementara Saskia hanya menatap mereka bergantian.

"Oh kau," jawabnya singkat.

"Boleh aku bergabung?" kata Anindya lagi sambil tersenyum tipis.

"Silahkan!" sahut Saskia.

Anindya duduk di antara mereka,

"Kak Denis, bagaimana kabar tante Nancy?" ucap Anindya.

"Baik,"

Saskia hanya diam sambil bermain dengan ponselnya, Anindya yang melihatnya pun menoleh sedikit ke arah Denis.

"Apa aku mengganggu kalian?" ucap Anindya lagi sambil tersenyum getir.

"Oh ya , kenal kan ini Saskia, Saskia ini..." balas Denis

"Anindya kak," potong Anindya cepat.

Saskia menjabat tangan Anindya sambil tersenyum getir. Lalu ia cepat-cepat bangkit karena kebetulan di saat yang sama ponselnya berdering.

"Kalau begitu aku duluan ya, aku masih ada urusan." ucap Saskia, menatap Denis yang seperti menahannya.

"Kau mau kemana?" tanya Denis.

Saskia tersenyum samar, berusaha menutupi getaran di suaranya.

"Tenang saja, bukan ke tempat yang jauh. Aku hanya... perlu udara segar," ujarnya ringan, tapi matanya menatap Denis dengan makna yang sulit dijelaskan.

Denis menatapnya lama, seolah ingin mengatakan sesuatu, namun bibirnya tak juga terbuka. Ia hanya mengangguk pelan.

"Baiklah. Hati-hati di jalan," katanya akhirnya.

Saskia berbalik, mengambil tasnya, dan melangkah pergi tanpa menoleh lagi. Ia tahu, jika ia menatap sekali saja ke arah Denis, mungkin langkahnya akan goyah.

Begitu Saskia menghilang di balik pintu kafe, Anindya menarik napas pelan, memecah keheningan yang tersisa.

"Dia terlihat... dekat denganmu, Kak Denis," ucapnya lembut, namun sarat dengan nada ingin tahu.

Denis menatapnya sekilas, lalu memalingkan pandangannya ke luar jendela.

"Dia rekan kerjaku. Kami sering mengurus proyek bersama," jawabnya singkat.

"Tapi... sepertinya dia bukan hanya sekadar rekan kerja," balas Anindya, suaranya menurun sedikit, seolah menggoda.

Denis tak langsung merespons. Ia mengusap pelipisnya, terasa lelah dengan semua percakapan malam itu.

"Aku tidak sedang ingin membahas hal pribadi, Anindya."

Anindya tersenyum kecil, menatap Denis dengan sorot yang berbeda, lembut tapi juga penuh perhitungan.

"Baiklah, aku mengerti. Tapi sepertinya kau sedang tidak baik-baik saja. Aku bisa lihat itu dari matamu. Kau masih mencari seseorang, kan?" katanya pelan.

Denis terdiam. Tatapan matanya menajam sesaat, tapi kemudian melembut.

"Aku hanya... kehilangan arah, mungkin."

"Kau tidak sendiri, Kak," ucap Anindya dengan nada menenangkan, tangannya hampir menyentuh tangan Denis di atas meja, tapi pria itu menarik diri lebih dulu.

"Aku menghargai perhatianmu, tapi aku masih punya urusan yang belum selesai," ucap Denis dingin.

Anindya tersenyum lagi, kali ini, lebih samar, lebih berbahaya.

"Urusan yang belum selesai... seseorang di masa lalu?" tanyanya lembut.

Pertanyaan itu membuat Denis menatapnya tajam.

"Dari mana kau tahu nama itu?"

"Kota ini kecil, Kak. Dan kabar berjalan cepat. Lagi pula... aku pernah melihat kalian dulu. Kau dan Tiara." katanya sambil menyandarkan tubuhnya ,menatap Denis dengan tatapan tenang.

Denis menggertakkan rahangnya, lalu berdiri.

"Aku rasa sudah cukup untuk malam ini."

Anindya hanya menatap kepergian Denis dengan tatapan penuh arti, lalu tersenyum tipis.

"Lari lagi, ya, Kak Denis? Sama seperti dulu, saat pertama kita bertemu."

Di luar, hujan mulai turun rintik-rintik. Denis berjalan cepat ke mobilnya, tapi langkahnya terhenti di depan kafe, di tempat yang dulu Tiara sering berdiri sambil menunggunya. Ia menatap kosong ke jalan yang basah, hatinya kembali sesak oleh kerinduan yang belum juga padam.

Sementara itu, di sisi lain kota, Saskia berhenti di trotoar. Ponselnya bergetar, nama Denis muncul di layar. Namun kali ini, ia tidak menjawab. Ia hanya menatapnya lama, lalu membisikkan,

"Kau tak pernah melihatku, bukan? Hanya bayangan dari orang yang kau rindukan."

Air matanya jatuh, bercampur dengan rintik hujan. Di kejauhan, lampu jalan memantulkan warna kuning lembut, seperti harapan yang perlahan memudar.

1
Lisa
Hati Galang mulai lembut dan dapat menerima Tiara dirmhnya..
Lisa
Pasti lama² Galang suka sama Tiara
Lisa
Puji Tuhan Tiara dipertemukan dgn Raisa..ini adl awal yg baik..yg kuat y Tiara..jalani hidupmu dgn penuh harapan..
Lisa
Ceritanya sedih..
Lisa
Aku mampir Kak
sunshine wings
Ceritanya bagus author..
❤️❤️❤️❤️❤️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️
Soraya
ku dh mampir thor lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!