Ratu Maharani, gadis 17 tahun yang terkenal bandel di sekolahnya, dengan keempat sahabatnya menghabiskan waktu bolos sekolah dengan bermain "Truth or Dare" di sebuah kafe. Saat giliran Ratu, ia memilih Dare sebuah ide jahil muncul dari salah satu sahabatnya membuat Ratu mau tidak mau harus melakukan tantangan tersebut.
Mau tahu kisah Ratu selanjutnya? langsung baca aja ya kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Ketemu mantan tunangan
Nathan dan Ratu kini sudah berada di cafe, mereka duduk berhadapan di sebuah cafe modern yang menjadi favorit anak muda, tepat di pojok jalan tak jauh dari sekolah Ratu.
Suasana sore menjelang senja menghangatkan ruangan dengan sinar oranye lembut yang menembus jendela kaca besar, memantulkan cahaya ke lantai kayu yang dipenuhi jejak langkah pengunjung yang berlalu-lalang.
Nathan mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, dengan senyum kecil mengembang di bibirnya yang lembut.
“Mau pesan apa, Nona Ratu?” ujar Nathan dengan nada penuh perhatian pada gadis cantik di hadapannya yang masih menyisakan secercah rasa kesal di wajah.
Ratu menyilang kan tangan dan membalas dengan suara ketus."Terserah.”
Lalu kembali berselancar dengan ponselnya jari-jarinya yang lentik menari lincah di layar ponsel, tampak mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa kesalnya.
Nathan tertawa pelan melihat kekesalan Ratu.
“Jangan merajuk dong, nanti cantiknya hilang.” goda Nathan, Ia menyipitkan mata sedikit, berharap bisa mencairkan dingin di hati Ratu.
Ratu menghela napas panjang, pandangannya menatap tajam ke arah Nathan.
“Mau lo apa sih? Aku capek, pengen pulang dan tidur, Lo malah bawa gue kesini!" keluh Ratu dengan nada tegas, memperlihatkan sisi bar-barnya sebagai tameng.
Nathan mengangkat bahu santai, tak terpengaruh dengan sikap bar-bar itu.
“Jangan marah dong, sesuai janji, kau adalah kekasihku. Jadi bersikaplah seperti kekasih yang baik,” ujar Nathan sambil tersenyum penuh kemenangan.
Ratu menoleh, menatap Nathan dengan mata yang masih menyimpan rasa kesal, tapi ada kilatan kehangatan yang sulit ia sembunyikan.
“Ogah,” katanya singkat, tapi nadanya melembut, seolah sedang berusaha mempertahankan pertahanannya meski hatinya mulai luluh.
Nathan tertawa pelan, matanya berkilat penuh kasih sayang. “Kau ini memang susah ditebak, tapi justru itu yang bikin gue nggak bisa jauh-jauh.”
Ia mengangkat ponsel, membuka aplikasi menu cafe, dan segera memesan beberapa hidangan favorit mereka berdua. Croissant hangat, es kopi susu, dan beberapa cake kecil.
Ratu masih dengan dunia novelnya tanpa memperdulikan sekitar.
Tak lama, hidangan mereka datang. Nathan meletakkan ponsel dan dengan lembut menarik ponsel Ratu dari tangannya.
“Ayo, kita makan dulu. Nanti lanjut lagi” ujar Nathan lembut dan penuh perhatian namun tetap santai.
Ratu sedikit kaget, tapi tak kuasa menolak. Dia melepaskan genggaman di ponselnya dan membiarkan Nathan meletakkannya di meja. Perlahan ia mulai menyicipi makanan yang tersaji, rasa lapar akhirnya mengalahkan kekesalannya.
Di ambang pintu tiga wanita muda memasuki ruangan dengan langkah percaya diri dan gaya glamor yang terlihat mencolok. Salah satu di antara mereka berbisik lirih saat mata mereka jatuh pada meja Nathan dan Ratu.
“Eh, Rina, itu bukannya mantan tunangan lo, Nathan?” ujar salah satu temannya, sementara Rina menghentikan langkah, matanya menyipit tajam mencoba mengenali sosok di meja itu.
“Iya, itu memang dia, tapi sama siapa, ya?” gumam Rina penasaran.
“Kita samperin aja, gue penasaran sama wajah wanitanya,” ajak teman yang lain dengan penuh percaya diri.
"Eh, Rina lo gak nyesel mutusin Nathan yang super ganteng itu?" tanya temannya heran.
"Untuk apa ganteng kalau kere, mending Leo meskipun tak seganteng Nathan tapi dia tajir dan gue cinta Leo," jawab Rina percaya diri.
Lalu ketiganya melangkah mantap menuju meja Nathan dan Ratu, angin yang berembus dari pintu terbuka ikut membawa aroma perfume mereka yang tajam. Rina duduk dengan angkuh di kursi kosong di sebelah Nathan, tanpa izin.
“Hy, Nathan, di sini juga ya?” sapa Rina dengan suara manja yang dibuat-buat, mencoba terlihat akrab.
Nathan mengernyit, tidak suka dengan kehadiran Rina. Matanya yang semula lembut berubah menjadi tajam. “Kau ngapain di sini?” tanyanya ketus.
Rina tertawa sinis sambil melirik ke arah Ratu yang masih tenang dan santai dengan makanannya.
“Wah, seleramu sekarang sudah berubah ya,” ejeknya, suaranya mengandung sindiran menusuk.
Nathan tidak mengalihkan pandangannya.
“Jelas lah, yang pasti dia lebih segala-galanya dari pada lo?" jawab Nathan dengan nada dingin, lalu menatap datu dengan lembut.
Ratu mengangkat dagu sedikit, memperlihatkan sikap tenangnya sambil melempar senyum tipis yang penuh arti, tanpa banyak kata membuat Rina semakin kesal.
Rina yang tersindir tak terima, lalu mengejek lagi.
“Cocok sih, kalian berdua sama-sama kere.”
Nathan kehilangan kesabarannya.
“Terserah, kau pergi sana,” ucapnya tegas, matanya menatap tajam ke arah Rina.
Rina mendongak, tidak percaya. “Kau ngusir aku?” suaranya sedikit bergetar, tapi masih sok berani.
“Ya, pergi sekarang juga,” balas Nathan dengan nada yang tak bisa ditawar.
Tatapan Nathan yang dingin dan tajam membuat nyali Rina runtuh perlahan. Ia mundur selangkah, lalu membalikkan badan pergi dengan langkah enggan dan wajah kesalnya.
Setelah Rina menjauh, Nathan menghembuskan napas leganya, melepaskan ketegangan yang ia tahan. Ratu peka dengan perubahan suasana langsung menoleh pada Nathan dengan rasa ingin tahu.
“Siapa tadi?” tanya Ratu penasaran.
Nathan menatap Ratu sejenak, matanya mengandung kelelahan dan sedikit luka. Ia menarik napas dalam sebelum akhirnya membuka suara.
“Mantan tunangan,” jawab Nathan jujur.
Ratu mengernyit, jiwa keponya muncul tiba-tiba.
“Tunangan? Kenapa bisa putus?” tanyanya Ratu ingin tahu lebih jauh tentang kisah masa lalu Nathan.
Nathan menghela nafas panjang, matanya menatap ke arah luar jendela.
“Dia memilih mantan pacarnya karena dia pikir aku cuma seorang sopir,” ungkap Nathan dengan nada datar, seolah ingin menyingkirkan masa lalu.
Ratu mencondongkan tubuh, bingung dengan ucapan Nathan. “Maksudnya?” lanjut Ratu lagi.
Nathan memandang sekilas lalu menjawab. “Aku dan dia dijodohkan, tapi karena aku selama ini nggak pernah menunjukkan siapa aku sebenarnya, dia pikir aku cuma pemuda miskin dan pengangguran.”
Ratu mengerutkan dahi, mencoba mencerna kata-kata Nathan. Nathan melanjutkan, “Dia menyerah dan memutuskan pertunangan kami," jelas Nathan lebih lanjut.
Ratu manggut-manggut tanda ia paham, lalu tersenyum tipis, penuh keyakinan. “Oh gitu. Gue yakin kalau dia tahu siapa lo sebenarnya, dia bakal nyesal banget,” ujar Ratu dengan nada hangat dan penuh dukungan.
Nathan menatap Ratu, senyum hangat mengembang di wajahnya. “Sudahlah, itu bukan hal penting lagi. Aku justru merasa lega lepas dari dia. Aku nggak pernah benar-benar mencintainya, hanya tak tega menolak permintaan orang tua,” ujarnya dengan jujur.