Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15.
“Wid, terus bagaimana ini jadi masak masak buat bancakan tidak?” tanya Retno sambil terus melangkah masuk ke dalam rumah, menuju ke kamar.
“Kalau Langit dan Lintang yang akan dibancaki saja tidak ada, siapa yang mau dibancaki Mbak, hu... hu... hu... “ ucap Widowati yang masih menangis tersedu sedu.
Widowati masih duduk di tepi tempat tidur. Dia menunduk sambil mendekap erat dan menciumi kain gendongan. Bagai mendekap dan menciumi anak anak yang sangat dia cintai tapi sudah raib semua dari pelukannya.
Namun tiba tiba, Retno yang sudah melangkah masuk ke dalam kamarnya. Berteriak sangat keras hingga mengagetkan Wido wati dan Bu Edi yang masih melongok longok menatap dahan dahan pohon besar di pinggir sungai.
“Wid! Itu mereka sudah ada!” teriak Retno sambil melangkah cepat mendekati tempat tidur.
Widowati yang tadi menunduk menciumi kain gendongan, langsung membuka muka nya dan menoleh ke belakang.
“Langit, Lintang..” teriak Widowati saat melihat dua bayi nya terbaring lagi di tempat tidur.
Dua bayi itu tampak membuka kedua matanya, tangan dan kaki kaki mungil mereka bergerak gerak, bagai minta dipeluk oleh Widowati yang begitu merindukan mereka.
“Langit, Lintang..” ucap Widowati lagi sambil memeluk dan menciumi Langit dan Lintang.
“Syukurlah mereka sudah kembali lagi Wid. Sekarang aku pulang dulu. Nanti kamu yang buat bumbu urap nya. Masakan kamu kan enak Wid.” Ucap Retno sambil menatap Widowati yang masih melepas rindu pada Langit dan Lintang.
Widowati yang sudah terbiasa membantu memasak sejak kecil. Memang masakannya sangat enak. Awalnya dia punya rencana di kontrakan rumahnya akan jualan lauk dan sayur matang. Tapi entahlah sekarang karena sudah punya dua bayi apa rencananya akan terlaksana.
“Iya Mbak, semoga sebelum maghrib sudah selesai.” Ucap Widowati sambil memangku Langit dan Lintang satu persatu untuk di su sui.
“Insya Allah selesai Wid, cuma merebus sayuran, telur dan buat nasi. Tempatnya aku beli besek bambu saja di warung sambil memarutkan kelapa, biar cepet.” Ucap Retno sambil melangkah ke luar dari kamar.
Bu Edi yang sudah berada di dalam kamar tampak ikut senang karena Langit dan Lintang sudah kembali di pangkuan Widowati.
“Mbak Wiwid nanti saya antar saja ke rumah Bu Retno, saya juga akan membantu masak masak Mbak..” ucap Bu Edi menawarkan diri.
“Iya Bu, terima kasih banyak.. selesai Langit dan Lintang me nyu su kita ke rumah Mbak Retno ya Bu..” ucap Widowati sambil mengusap usap kepala Langit dan Lintang penuh kasih sayang.
“Iya Mbak, sama sama kalau begitu saya pulang dulu, mau ganti baju dulu..” ucap Bu Edi sambil membalikkan tubuhnya.
Akan tetapi baru saja Bu Edi ke luar dari kamar, mereka dikagetkan lagi oleh suara teriakan Retno.
“Wid!” teriak Retno dengan suara keras dari belakang.
“Bu, tolong Mbak Retno ada apa itu, kok teriak teriak lagi. Agak sudah saya berdiri.” Pinta Widowati yang sedang me nyu sui Langit dan Lintang.
“Iya Mbak.” Ucap Bu Edi sambil melangkah cepat menuju ke belakang.
“Ada apa Bu Retno?” tanya Bu Edi sambil terus melangkah menuju ke pintu belakang yang sudah terbuka lebar.
Bu Edi membulat kedua matanya, saat melihat lahan di belakang rumah Widowati yang tidak luas itu penuh dengan hasil bumi.
“Ini Bu, sudah ada telur padahal tadi pagi tidak ada telur. Saya dan Wiwid tadi sedang rasan rasan mau beli telur.. eee kok sudah diantar telur. Seratus butir saja ada ini Bu..” ucap Retno sambil memasukkan kelapa dan sayuran ke tas plastik besar.
Bu Edi menatap satu keranjang yang berisi telur telur, ada telur ayam, ada telur bebek dan ada pula telur angsa.
“Mbak kalau begitu telur telur saya rebus di sini saja ya. Saya rebus di rumah saya dan di rumah Mbak Wiwid, agar tidak pecah di perjalanan.” usul Bu Edi.
“Benar itu Bu, biar cepat juga. Tidak apa apa telur beda beda, telur bebek juga enak dan malah besar besar. Yang telur angsa buat kita kita saja.” ucap Retno sangat setuju karena mengejar waktu.
Waktu pun terus berlalu. Jam lima sore, di rumah Retno, sudah terhampar tikar yang diatasnya sudah ada seratus besek bambu yang berisi nasi urap plus telur rebus dan buah pisang. Orang orang yang tadi membantu memasak pun bersiap siap untuk pulang, bersih bersih badan dulu, sebelum nanti ikut acara sembahyang.
“Tante nama lengkap Langit dan Lintang siapa?” tanya seorang remaja laki laki, anak pertama Retno.
Widowati yang duduk di atas tikar memangku Langit dan Lintang tampak berpikir pikir..
“Iya Wid, siapa nama lengkapnya. Rizki mau membuatkan ucapan yang ditaruh di besek itu.” Ucap Retno yang siap siap akan mandi.
Bibir Widowati kini tersenyum karena sudah mendapatkan dua buah nama lengkap buat Langit dan Lintang.
“Langit Bayu Samudra dan Lintang Agni Bumi.” Ucap Widowati sambil menatap Rizki anak pertama Retno.
“Wah bagus sekali nama lengkapnya..” ucap orang orang yang masih ada di rumah Retno.
Mereka semua menatap wajah Langit dan Lintang yang ada di pangkuan Widowati. Bibir mungil dua bayi itu tampak tersenyum..
“Langit Bayu Samudra.. Lintang Agni Bumi.. mengucap nama itu saja bergetar hatiku..” gumam Retno yang mendengar riwayat betapa kuatnya dua bayi itu sejak masih janin muda.
“Iya Tan, keren namanya.. macam nama jagoan yang memiliki kekuatan dari alam..” Ucap Rizki dan segera melangkah menuju ke kamarnya untuk membuatkan keras ucapan yang ditaruh di besek.
🌸🌸🌸
Habis magrib acara sembahyang pun berjalan dengan lancar. Seratus besek pun sudah dibagi bagikan pada orang orang.
Setelah isya, suasana di dusun Argo Pura benar benar sunyi senyap. Warung warung sudah tutup karena sudah tidak ada pembeli. Warung mie ayam dan warung mie Pak Manto juga sudah tutup.
Semua warga mematuhi himbauan Pak Kadus Hardi. Selain mereka takut akan Nyi Ratu yang diperkirakan masih berkeliaran di dusun Argo Pura. Mereka pun takut jika Tugiyo menjadi hantu karena arwahnya masih penasaran sebab meninggal tidak dengan semestinya.
“Wid kamu ke kamar saja jagain Langit dan Lintang. Biar Mak dan aku yang bersih bersih..” ucap Retno pada Widowati yang berada di dapur ikut cuci cuci perkakas.
“Langit dan Lintang sudah dijaga Rizki dan Putri, Mbak.. tidak enak aku kalau tidak bantu bantu..” ucap Widowati.
Akan tetapi tiba tiba sosok Pak Sigit suami Retno muncul di pintu dapur, membawa hand phone dengan ekspresi wajah panik nya.
“Ma, lihat ini perempuan itu ada di depan pintu gerbang.” Ucap Pak Sigit sambil mengulurkan hand phone nya yang menampilkan rekaman CCTV di rumahnya.
“Haduh Pa, bagaimana Rizki dan bayi bayi itu...” teriak Retno dengan sangat panik dan bingung.
Kapokk hancur lebur acaranya
ternyata ilmunya blm seberpaa mkne masih kalah sm om wowo
secara om wowo mah lg tmpil mode gamteng maksimal atuhh 😍😍😍
coba mode 👻👻👻
ngacir dehhh
makin seru g bksa di tebak dehh