CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Saat ini Dimas dan juga Velove sudah pulang dari lokasi survei yang tadi, kini mereka berdua sudah ada di dalam mobil yang melaju menuju kota. Malam ini keduanya akan bermalam di hotel, tapi sebelum itu Dimas memerintahkan sekretarisnya itu untuk membooking hotel lewat aplikasi saja.
Lelaki itu menolehkan kepalanya sebentar lalu berbicara pada sang sekretaris yang ada di sebelahnya itu. “Vel, kamu pesenin hotel buat malam ini.”
Mendengar perintah yang diberikan eh Dimas, perempuan itu lantas menganggukan kepalanya dan mulai melakukan apa yang diperintahkan oleh sang atasan, tapi kegiatannya terhenti saat lelaki itu kembali berbicara.
“Pesen satu kamar aja.” Ucapnya dengan santai.
“Ya?” Velove sedikit kebingungan dengan apa yang Dimas ucapkan. “Terus nanti saya tidur dimana?” Perempuan itu kemudian bertanya.
“Kita tidur satu kamar.” Balas lelaki itu.
Ah, Velove baru teringat soal kontrak keduanya. Tidak ingin banyak protes dan memperpanjangnya, perempuan itu lantas menuruti permintaan Dimas, perempuan itu menyalakan ponsel miliknya dan mulai memesan kamar hotel sesuai dengan kemauan Dimas untuk memesan satu kamar hotel saja untuk mereka berdua tempati malam ini.
“Udah saya pesenin satu kamar, Pak.” Ucap perempuan itu seraya mematikan kembali ponsel miliknya.
Dimas kemudian mengangguk sebagai jawab, dia kembali fokus pada jalanan sore hari yang ramai. Sedangkan Velove di sebelahnya sedang bersandar sambil menatap ke luar jendela yang ada di sampingnya, menimbulkan suasana hening di dalam sana.
Keheningan kembali menyelimuti di dalam mobil, tapi hal itu tidak berlangsung lama ketika ponsel milik Velove yang masih perempuan itu genggam terdengar bersuara, tanda seseorang menghubunginya.
Velove segera melihat siapa pelaku yang menelponnya saat ini, nama sang adik tertera di atas layar. Lantas perempuan itu segera menggeser layarnya pada tombol hijau untuk menjawab panggilan tersebut.
“Halo, Ze?” Perempuan itu memanggil nama sang adik terlebih dulu.
“Kak, kakak masih si kantor?”
Dimas yang ada di kursi pengemudi diam-diam memperhatikan apa yang sedang dilakukan oleh sang sekretaris, begitu Velove memanggil nama ‘Ze’, Dimas tahu jika yang menelpon perempuan itu saat ini adalah adiknya. Karena memang beberapa kali Velove pernah berteleponan dengan adiknya ketika sedang bersama dengan Dimas.
“Kakak lagi ada tugas di luar kota, lagi nggak kerja di kantor.” Jawab perempuan itu dengan jujur.
“Oh gitu… kak, soal operasi Ibu, dokter udah kasih tahu jadwal operasinya.”
“Kapan Ibu bakalan dioperasi?” Tanya perempuan itu penuh rasa penasaran.
“Ibu dioperasi besok lusa, ngomong-ngomong kakak lagi di kota mana sekarang?”
“Kakak lagi di Bandung, terus kondisi Ibu sekarang gimana?” Perempuan itu menanyakan soal kondisi Ibunya saat ini.
“Ibu udah lumayan membaik dari yang kemarin, kakak nggak ada rencana buat pulang?”
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang adik membuat Velove menghela napasnya sendu. “Nanti kakak pulang ya, tapi nggak bisa kalo dalam waktu deket ini, di kantor kakak lagi banyak banget kerjaan soalnya akhir-akhir ini.” Sebisa mungkin perempuan itu menahan suaranya yang mulai bergetar bergetar.
Bukan keingin Velove untuk tidak pulang ke kampung halamannya, dia sangat ingin untuk pulang kampung. Rindu pada Ibu dan juga adiknya di sana, hanya saja dia masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan juga keluarganya, belum lagi di kondisi Ibunya yang sekarang pasti memerlukan banyak biaya.
Dimas yang menyadari perbedaan suara milik Velove saat mengucapkan kalimat tadi menoleh sebentar ke arah sang sekretaris yang ada di sampingnya, lelaki itu dapat melihat wajah sendu Velove dan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata perempuan itu.
“Ya udah kalo kakak belum bisa pulang deket-deket ini, nanti kabarin aja kalo kakak mau pulang. Kak Velo jangan lupa istirahat ya.”
“Iya kamu juga jangan lupa istirahat, tolong nanti kabarin kakak lagi ya soal Ibu.”
“Iya kak, teleponnya aku tutup ya.”
Setelah itu panggilan kakak beradik itu berakhir, Velove cepat-cepat mengusap matanya yang mulai berair, untung saja air matanya tidak sampai terjatuh, dia tidak ingin terlihat lemah di depan siapapun, termasuk di depan Dimas yang kini ada di sebelahnya.
Begitu mobil hitam itu sampai di parkiran hotel, kedua orang itu langsung keluar dari dalam mobil. Velove dengan satu tangan membawa paperbag dan juga tas miliknya berjalan ke belakang mobil untuk mengambil koper, tapi ternyata Dimas sudah mendahuluinya.
Lelaki itu membuka bagasi mobil miliknya dan mengeluarkan koper itu dari dalam sana, lalu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dan juga Velove yang hanya terdiam di tempatnya mendapati sang atasan sudah terlebih dulu mengambil koper itu, Dimas membawa langkah kakinya sambil menyeret koper tersebut dan diikuti oleh Velove dari belakang.
Mereka berdua ke lobby hotel untuk meminta kunci kamar yang sudah keduanya pesan melalui aplikasi. Setelah mendapatkan kunci itu, Dimas dan juga Velove masuk ke dalam lift untuk naik menuju lantai dimana kamar mereka berada.
***
Velove baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan tubuh yang sudah terbalut piyama tidur, perempuan itu mendapati Dimas yang tengah berbaring di atas kasur sambil memainkan ponsel di tangannya, lelaki itu belum mandi, saat ini Dimas hanya mengenakan kaos dalam untuk menutupi tubuh bagian atasnya.
Dengan langkah gontai perempuan itu mendekat ke arah ranjang dimana sang atasan berada. “Pak, mandi dulu. Nanti rebahannya dilanjut lagi pas udah mandi.”
Mendengar perintah dari Velove, Dimas lantas mematikan ponselnya dan meletakannya di atas meja nakas yang ada di dekat ranjang. Lelaki itu bisa melihat sang sekretaris yang sekarang nampak lebih segar karena baru selesai mandi. Kemudian lelaki itu beranjak dari atas ranjang.
“Kamu mau makan malam di bawah atau di kamar?” Dimas bertanya seraya membuka kaos dalamnya yang membuat Velove segera mengalihkan pandangan dari lelaki itu.
“Di bawah aja.” Ucap perempuan itu yang sekarang sedang mengeluarkan pompa ASI dari dalam paperbag yang dia bawa tadi.
“Ya udah tunggu saya mandi sebentar, nanti kita turun bareng ke bawah.” Ucap lelaki itu seraya beranjak dari sana.
Baru saja lelaki itu hendak membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam kamar mandi, suara milik Velove sudah lebih dulu menahannya.
“Pak Dimas, sebentar!” Velove menahan langkah kaki lelaki itu.
Karena suara barusan, Dimas menolehkan kepalanya pada sang sekretaris. “Ada apa?” Dia bertanya.
“Saya mau nyuci ini dulu sebentar di kamar mandi.” Ucap Velove seraya menunjukan alat pemompa ASI-nya yang tadi pagi dia pakai dan belum sempat dirinya cuci.
“Ya udah sana masuk.” Balas Dimas.
Mendengar jawaban itu membuat Velove membawa langkah kakinya dengan sedikit berlari masuk ke dalam kamar mandi dengan alat pemompa ASl di tangannya, Dimas yang melihat sang sekretaris berlari kecil lantas memperingati perempuan itu.
“Nggak usah lari-lari, Vel.” Lelaki itu mencoba untuk mengingatkan sang sekretaris agar tidak harus berlari seperti itu.
“Iya, Pak.”
Tanpa perempuan itu ketahui kalau ternyata Dimas ikut ke dalam kamar mandi tersebut untuk menyusul dirinya. Velove yang sedang mencuci pompa ASl-nya itu terkejut ketika melihat sosok Dimas dari pantulan cermin di depannya, lantas perempuan itu segera berbalik menatap lelaki itu.
“Pak Dimas! Ngapain masuk sekarang?” Velove bertanya dengan suara yang lebih tinggi daripada yang sebelumnya karena rasa terkejut.
“Keburu kemaleman, kamu lanjutin aja nyucinya.” Jawab lelaki itu dengan santai.
Velove dibuat melongo di tempatnya ketika mendengar jawaban dari lelaki itu, bagaimana bisa Dimas berbicara seenteng itu di depannya? Perempuan itu kembali berbalik dengan mata yang terpejam ketika melihat sang atasan yang mulai melucuti celananya.
“Pakk! Kan masih ada saya disini! Kenapa malah buka ceIana?!” Suara perempuan itu terdengar bergema di dalam kamar mandi.
“Emangnya ada orang mandi sambil pake celana bahan?” Tanya lelaki itu dengan santai seperti hal yang dia lakukan saat ini bukanlah sesuatu yang salah.
Benar juga sih apa yang dikatakan oleh lelaki itu, tapi bukan itu yang Velove maksud. Dengan perasaan kesal perempuan itu segera menyelesaikan kegiatannya mencuci pompa ASl tanpa melirik sedikitpun pada cermin di depannya yang memantulkan sosok Dimas di belakangnya.
Sedangkan Dimas saat ini dengan santainya menyalakan shower dan mandi di sana seolah tidak ada Velove di dalam kamar mandi itu. Setelah selesai mencuci pemompa ASl-nya, perempuan itu berbalik ingin keluar dari dalam kamar mandi dengan mata yang tertutup.
Dengan langkah yang perlahan dan tangan yang meraba-raba di tembok perempuan itu hampir tiba di pintu kamar mandi, tapi ternyata tidak semudah itu karena bahunya yang menabrak tempat sabun. Hal itu tentu tidak luput dari perhatian Dimas yang saat ini tengah menahan tawanya.
Lelaki itu lantas mendekat ke arah sang sekretaris yang terlihat meringis dengan mata yang masih terpejam. “Hati-hati, Vel. Sini saya arahin.” Ucap Dimas seraya memegang lengan perempuan itu.
“Ih nggak mau, lepasin Pak! Saya bisa sendiri.” Perempuan itu berusaha melepaskan lengannya dari tangan sang atasan.
Setelah terlepas, dia kembali membawa langkahnya dengan perlahan sampai akhirnya dia berhasil meraih gagang pintu kamar mandi. Lantas matanya yang tadi terpejam kini sudah terbuka, dan perempuan itu seger membuka pintu di depannya lalu keluar dari sana.
Karena kesal dengan Dimas, saat menutup pintu itu Velove sengaja menutupnya dengan keras. Dimas yang melihat tingkah laku sekretarisnya itu hanya tertawa di dalam sana, Velove bahkan bisa mendengar suara tawa lelaki itu yang menurutnya sangat menjengkelkan saat ini.
Seraya menunggu Dimas selesai mandi, Velove memilih untuk memompa ASl-nya dulu yang terakhir dia pompa tadi pagi. Perempuan itu seakan sengaja tidak memberikan waktu untuk Dimas menikmati dadanya, Velove memompa ASl-nya di saat-saat lelaki itu tidak ada atau sedang menyetir di mobil seperti tadi yang tidak memungkinkan lelaki itu untuk meraba-raba dadanya.