Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Di hadapan Xin Lan terhampar jelas gundukan tanah merah yang baru saja ditimbun. Aroma tanah basah bercampur dengan wangi dupa yang baru dibakar, menciptakan suasana sendu yang menusuk kalbu. Sebuah papan kayu sederhana berdiri tegak, diukir dengan nama "Jenderal Liu yang Terhormat" oleh tangan Xin Lan sendiri. Tulisan itu masih tampak baru, kontras dengan kayu yang sudah mulai lapuk.
Gadis itu bersujud, dahinya menyentuh tanah yang dingin. Ini adalah penghormatan terakhir yang bisa ia berikan kepada keluarga yang baru saja ia ketahui. Keluarga yang hadir dalam hidupnya secara tiba-tiba, mengisi kekosongan yang selama ini menganga dalam hatinya.
Wajah Xin Lan datar, namun matanya sembab dan merah. Tangannya gemetar saat ia mencoba menopang tubuhnya yang lemas. Ia terduduk di depan makam sederhana itu, pikirannya melayang jauh ke masa lalu, mencoba merangkai kembali kepingan-kepingan memori yang kini terasa begitu berharga.
flashback on...
Xin Lan selalu terbangun ditengah karena mendengar suara teriakan dari kamar Kakek Liu. Ia segera berlari ke kamar Kakek Liu dan melihat lelaki tua itu sedang meracau tidak jelas.
"Jangan ambil dia dariku!" teriak Kakek Liu sambil memeluk bantal erat-erat. "Dia adalah cucuku! Jangan sakiti dia!"
Xin Lan mencoba menenangkan Kakek Liu, namun lelaki tua itu justru semakin histeris. Ia terus berteriak dan meracau, menyebut-nyebut nama seorang gadis kecil.
"Kakek? tenanglah." tanya Xin Lan dengan lembut.
Kakek Liu berhenti meracau dan menatap Xin Lan dengan tatapan kosong.
"Dia adalah cucuku," jawab Kakek Liu lirih. "Mereka mengambilnya dariku. Mereka juga membunuh putriku."
Xin Lan hanya terdiam mendengar Racauan Kakek Liu yang sudah biasa ia dengar semenjak ia tinggal bersamanya.
"Kakek,Ini Xin Lan,Aku cucu mu," kata Xin Lan sambil memeluk Kakek Liu. Begitulah cara Xin Lan menenangkan kakek Liu.
"Kau sungguh cucuku?!," kata Kakek Liu sambil membelai rambut Xin Lan. "Wajahmu sangat mirip dengannya,Kau mengingatkanku padanya."
"Iya iya,ini Xin Lan , cucumu,Anak dari putrimu, Sekarang,Xin Lan sudah disini, Beristirahat lah,kakek."Ucap Xinlan.
Ingatan lain muncul.....
Pertarungan Xin Lan dan kakek Liu,Yang membuatnya kalah telak, Terlebih lagi,kakek Liu merebut kalung gioknya.
"Kalung itu," kata Kakek Liu dengan suara gemetar. "Dari mana kau mendapatkannya?"
Xin Lan terkejut dengan pertanyaan Kakek Liu. Ia tidak tahu mengapa Kakek Liu begitu tertarik dengan kalung gioknya.
"Itu sudah ada sejak aku lahir," jawab Xin Lan. "Kenapa kakek begitu tertarik dengan kalung usang itu?."
Kakek Liu mendekati Xin Lan dan memeriksa kalung giok itu dengan seksama. Matanya berkaca-kaca saat ia melihat ukiran naga dan phoenix yang membentuk huruf hanzi Mandarin "Liu" di kalung itu.
"Ini adalah kalung keluarga Liu," kata Kakek Liu dengan suara tercekat. "Hanya anggota keluarga Liu yang memakainya."
Xin Lan terkejut mendengar pengakuan Kakek Liu. Ia tidak mungkin menjadi bagian dari keluarga Liu. Ia adalah anak yatim piatu yang dibesarkan di organisasi Mo Hui dan ia sama sekali tidak tahu asal-usulnya.
"Omong kosong!," kata Xin Lan. "Bagaimana mungkin aku menjadi bagian dari keluarga Liu?"
Kakek Liu menatap kearah Xinlan dengan tatapan penuh selidik.
"Mata itu....,Mata itu mirip sekali dengan mata Mei lan ku." jawab Kakek Liu. "Kenapa? Kenapa kau bisa memiliki mata yang sama dengan putriku? Mungkinkah kau adalah cucuku yang hilang."
Xin Lan memasang ekspresi aneh, Sedangkan yu zhang menahan tawanya melihat ekspresi Xin Lan.
"Xin lan....,Keluarga Liu telah hancur," kata Kakek Liu dengan nada sedih. "Hanya tinggal aku yang tersisa. Tapi sekarang aku tahu bahwa aku tidak sendiri. Aku memiliki kau, Xin Lan. Kau adalah harapan terakhir keluarga Liu."
Kakek Liu juga mengungkapkan kebohongan Xin Lan yang pernah menggunakan marga Liu Yang ia buat buat untuk menutupi identitas aslinya sebagai seorang pembunuh. Kake Liu juga tahu kalau Xin Lan sebenarnya bermarga Feng,marga Dari keluarga ayahnya yang telah membunuh habis keluarga ibunya dan marga yang sangat dibenci oleh banyak orang terutama warga kota Mingyue.
"Kau harus tahu Xin Lan,Marga Feng adalah marga terkutuk," kata Kakek Liu. "Jika orang-orang Tiandu tahu kau adalah keturunan klan Feng, mereka sangat membencimu dan bahkan ingin membunuhmu."
Xin Lan mengerti mengapa ia harus menyembunyikan identitas aslinya. Ia tidak ingin menjadi sasaran kebencian dan balas dendam. Ia ingin hidup tenang dan damai.
"Terima kasih sudah mengizinkanku menggunakan marga Liu dan mengingatkan ku," kata Xin Lan dengan tekad bulat. "Aku akan menghormati keluarga Liu dan menjaga nama baik mereka."
Kakek Liu tersenyum bangga mendengar ucapan Xin Lan. Ia tahu bahwa Xin Lan adalah gadis yang baik dan bijaksana. Ia percaya bahwa Xin Lan akan mampu membawa kembali kejayaan keluarga Liu.
Ingatan lain muncul lagi....
Kakek Liu menceritakan tentang kisah pembantaian keluarga Liu di kota Mingyue 18 tahun yang lalu.
ingatan ingatan singkat muncul seolah menutup cerita.
"Kau punya kakak laki laki,Dia seorang ksatria yang hebat, Namanya Liu Xin kai, dia mengunakan marga keluarga ibu dan kau Xin Lan menggunakan marga ayahmu.
Ayahmu Feng Tianming adalah pangeran di wilayah kekaisaran Tiandu,Kakekmu adalah Kaisar Tiandu saat ini,Ibumu bernama Liu Mei lan,Dia gadis secantik dirimu saat Tersenyum, Matamu itu mirip ayahmu, Tatapan Tajam bagaikan mata elang.......
Flashback end.
Xin Lan mengusap air mata yang menetes di pipinya. Ingatan tentang Kakek Liu begitu kuat dan jelas, seolah baru terjadi kemarin. Ia merindukan Kakek Liu, merindukan senyumnya, merindukan cerita gilanya, merindukan semua hal tentangnya.
"Kakek," bisik Xin Lan. "Aku janji akan membalas dendam atas kematianmu. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah menyakitimu dan keluargamu. Aku akan membuat mereka membayar atas semua kejahatan yang telah mereka lakukan."
Xin Lan berdiri tegak dan menatap makam Kakek Liu dengan tatapan penuh tekad. Ia tidak akan menyerah sampai ia berhasil membalas dendam dan mengembalikan kehormatan keluarga Liu. Ia akan menjadi pahlawan yang selama ini diimpikan oleh Kakek Liu.
Gadis itu berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan makam sederhana itu di belakangnya. Ia berjalan menuju masa depan yang penuh dengan bahaya dan tantangan, namun ia tidak takut. Ia memiliki tekad yang kuat dan semangat yang membara. Ia adalah Xin Lan, keturunan keluarga Liu, dan ia akan berjuang sampai akhir.
Sepanjang perjalanan,air Mata terus mengalir di pipi Xin Lan, meski ia berusaha keras untuk menahannya. Yu Zhang, yang berdiri tak jauh darinya, merasa canggung. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya menenangkan seorang gadis yang sedang berduka. Ia hanya bisa berdiri diam, merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa.
"Xin Lan..." panggil Yu Zhang ragu-ragu, mendekat dengan langkah pelan. "Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Kakek Liu pasti ingin kau bahagia."
Xin Lan tidak menjawab, Yu Zhang menghela napas, merasa semakin tidak berdaya.
"Bagaimana kalau... bagaimana kalau kita pergi ke Sekte Teratai?" usul Yu Zhang, mencoba mencari cara untuk mengalihkan perhatian Xin Lan. "Di sana, kau bisa berlatih dan menjadi lebih kuat. Kau juga bisa bertemu dengan teman-teman baru."
Xin Lan menoleh, menatap Yu Zhang dengan mata merahnya. Ada keraguan di matanya, tapi juga ada sedikit harapan.
"Sekte Teratai?" gumam Xin Lan.
"Ya," jawab Yu Zhang, mengangguk mantap. "Di sana, kau akan aman dan bisa fokus untuk membalas dendam. Aku akan menemanimu."
Xin Lan terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran Yu Zhang. Akhirnya, ia mengangguk pelan.
Yu Zhang menghela napas lega. Ia tersenyum tipis, merasa senang karena Xin Lan akhirnya setuju.
Gadis itu berjalan menuju masa depan yang penuh dengan bahaya dan tantangan, namun ia tidak takut. Ia memiliki tekad yang kuat dan semangat yang membara. Ia adalah Xin Lan, keturunan keluarga Liu, dan ia akan berjuang sampai akhir. Yu Zhang mengikuti dari belakang, ekspresi canggung masih terpancar di wajahnya, namun ada tekad yang sama di matanya. Mereka akan pergi ke Sekte Teratai bersama-sama, dan bersama-sama mereka akan menghadapi semua rintangan yang menghadang.
Perjalanan menuju Sekte Teratai terasa panjang dan sunyi. Xin Lan berjalan di depan, langkahnya cepat dan penuh tekad, seolah ingin segera melarikan diri dari kesedihan yang masih mencengkeram hatinya. Yu Zhang mengikuti di belakang, mencoba menjaga jarak yang sopan, namun tetap memastikan bahwa Xin Lan tidak sendirian.
Udara pegunungan yang sejuk seharusnya menyegarkan, namun bagi mereka berdua, suasana terasa berat dan canggung. Yu Zhang, yang biasanya penuh dengan lelucon dan cerita, kini kehilangan kata-kata. Ia tidak tahu harus memulai percakapan dari mana, atau bagaimana cara menghibur Xin Lan tanpa membuatnya merasa tersinggung.
Beberapa kali, Yu Zhang mencoba membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, namun kata-kata itu selalu tertahan di tenggorokannya. Ia merasa bodoh dan tidak berguna, tidak mampu melakukan hal yang seharusnya mudah bagi seorang teman.
"Xin Lan..." akhirnya Yu Zhang bersuara, memecah kesunyian yang mencekam.
Xin Lan tidak berhenti, hanya menoleh sedikit ke arah Yu Zhang, menunggu kelanjutan kalimatnya.
"Apa kau... apa kau baik-baik saja?" tanya Yu Zhang, merasa konyol dengan pertanyaannya sendiri. Tentu saja Xin Lan tidak baik-baik saja, pikirnya dalam hati.
Xin Lan menghela napas pelan, lalu menggelengkan kepalanya. ia tetap memandang lurus ke depan.
Yu Zhang merasa semakin bersalah. Ia tahu bahwa pertanyaan bodohnya tidak membantu sama sekali. Ia seharusnya mengatakan sesuatu yang lebih bermakna, sesuatu yang bisa menghibur Xin Lan, namun ia tidak tahu apa.
"Aku... aku turut berduka atas kehilanganmu," kata Yu Zhang, akhirnya menemukan kata-kata yang tepat. "Kakek Liu adalah orang yang baik. Ia pasti sangat menyayangimu."
Xin Lan terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.
Yu Zhang merasa hatinya terenyuh mendengar reaksi Xin Lan. Ia tahu bahwa Xin Lan adalah seorang yatim piatu karena mereka sempat bercerita tentang diri mereka masing masing di masa lalu, dan Kakek Liu adalah satu-satunya orang yang memberikan cinta dan perhatian kepadanya. Kehilangan Kakek Liu pasti sangat menyakitkan bagi Xin Lan.
"Hey,kau tidak sendirian lagi sekarang," kata Yu Zhang, mencoba memberikan semangat. "Sekarang kau memiliki aku, dan teman-temanmu barumu di Sekte Teratai. Kami akan selalu ada untukmu."
Xin Lan berhenti berjalan dan menoleh ke arah Yu Zhang. Ia menatap mata Yu Zhang dengan tatapan yang dalam dan penuh terima kasih.
"Terima kasih, Yu Zhang," kata Xin Lan, tersenyum tipis. "Aku menghargai itu."
Yu Zhang tersenyum lega melihat senyum Xin Lan. Ia merasa bahwa suasana canggung di antara mereka sedikit mereda. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, dan kesedihan Xin Lan tidak akan hilang begitu saja, namun setidaknya ia telah berhasil memberikan sedikit penghiburan.
Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam, namun kali ini suasana terasa lebih nyaman. Yu Zhang tidak lagi merasa canggung, dan Xin Lan tampak lebih tenang. Mereka berjalan bersama, bahu-membahu, menuju masa depan yang tidak pasti, namun dengan tekad yang sama untuk membalas dendam dan mengembalikan kehormatan keluarga Liu.
Sesekali, Yu Zhang mencoba melontarkan lelucon atau cerita lucu, namun Xin Lan hanya tersenyum tipis. Yu Zhang sampai pasrah, ia tahu bahwa Xin Lan masih berduka, dan ia tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman.tapi ia ingin menghibur nya namun semua itu hanya berakhir lelah,Yu zhang hanya menghela nafasnya,Ia tidak tahu bagaimana caranya menghibur Xin Lan.
...
Tiba di puncak tebing curam, Sungai Liusha mengalir deras di bawah mereka. Sebagai mantan jenderal organisasi pembunuh bayaran Mo Hui, Xin Lan tidak pernah membiarkan satu detail pun luput dari perhatiannya. ia diam diam memperhatikan raut wajah Yu Zhang, yang entah kenapa membuat firasatnya bergejolak; lembah ini bukanlah lembah biasa.
Yu Zhang, dengan nada menguji sekaligus menyembunyikan sesuatu, bertanya, "Xin Lan, apa kita yakin bisa menyeberangi sungai ini? Alirannya cukup deras, kau tahu."
Xin Lan menatap sungai dengan tatapan seorang analis. Ia mengamati aliran air, bebatuan di sekitarnya, dan vegetasi yang tumbuh di tepi sungai. Semuanya tampak alami, namun ada sesuatu yang janggal. Instingnya berteriak.
"Lembah ini... terasa berbeda," ucap Xin Lan, lebih pada dirinya sendiri.
Yu Zhang mlihat sekeliling . "yah,Kau benar ,Xin Lan. Lembah ini Memang indah, tapi berbahaya karena sungai yang deras." Nada bicara nya seolah olah berusaha meyakinkan, namun Xin Lan tahu, ada yang disembunyikan pria ini.
"Apa Kau mengujiku?," kata Xin Lan datar, menatap tajam Yu Zhang.
Yu Zhang tertawa kecil, mencoba meremehkan tuduhan itu. "Mengujimu? Kenapa aku harus melakukan itu? Kita hanya mencari jalan pintas menuju sekte Teratai, Xin Lan. Kau terlalu curiga." Ia menjeda, menunjuk sungai dengan gestur meyakinkan. "Sungai ini memang terlihat menantang, tapi aku yakin kau bisa melewatinya. Kau kan jagoan."
Xin Lan tidak terpengaruh. Ia tahu Yu Zhang berbohong. Namun, ia memutuskan untuk tidak memperpanjang perdebatan. Ia ingin melihat sejauh mana pria itu akan membawanya.
"Ujian apa yang harus kulalui?" tanya Xin Lan, langsung ke intinya.
Yu Zhang terkejut sesaat, namun dengan cepat menutupi keterkejutannya. "Ujian? Tidak ada ujian disini,Kau kira ini sekolah?"
Xin Lan menatap tajam kearah yu zhang.
"Ba..baiklah, Baiklah aku mengakuinya,Xin Lan. Aku hanya ingin melihat mu tersenyum lagi ,Yah mungkin ini agak bodoh tapi,* Yu Zhang terkekeh* Hanya ini yang bisa ku pikirkan." Ia tersenyum, senyum yang menurut Xin Lan terasa dipaksakan. "Tapi, jika kau merasa ini adalah tantangan, maka anggap saja ini adalah tantangan dariku."
Xin Lan mengangguk, menerima tantangan itu. Ia tahu, Yu Zhang tidak akan mengakuinya secara langsung. Ia harus membuktikan dirinya sendiri.
"Baiklah,Aku anggap ini adalah tantangan dan aku menerimanya," kata Xin Lan.
Yu Zhang tersenyum lebar, kali ini senyumnya terasa lebih tulus. "Baiklah, Silahkan nona Liu."
Xin Lan tidak membalas senyum itu. Ia melangkah maju, menuju tepi sungai. Ia tahu, sungai ini lebih dari sekadar sungai biasa. Ini adalah ujian yang sesungguhnya. Dan ia, Xin Lan, mantan jenderal Mo Hui, tidak akan gagal.
Xin Lan berdiri di tepi Sungai Liusha, matanya menyipit, menganalisis setiap detail. Yu Zhang, dengan senyum yang terasa dipaksakan, entah kapan sampai nya ia sudah menunggunya di seberang. Xin Lan tahu, ini bukan sekadar sungai. Ini adalah labirin jebakan, dirancang untuk menguji, atau mungkin, untuk membunuh.
Sebagai mantan jenderal Mo Hui, Xin Lan terlatih untuk melihat apa yang tidak terlihat. Ia merasakan tekanan halus di udara, perubahan kecil dalam pola angin. Lembah ini, meskipun tampak alami, dipenuhi mekanisme perangkap yang tidak kasat mata namun mematikan.
Xin Lan menarik napas dalam-dalam, merasakan angin lembah yang lumayan mengganggu pergerakannya. Angin ini bukan sekadar angin biasa; ia membawa partikel-partikel halus yang bisa memicu jebakan tersembunyi. Ia harus sangat berhati-hati.
Namun sepertinya Xin Lan ceroboh pada langkah nya karena terlalu meremehkan mekanisme ini, tubuh Xin Lan Terjatuh ke dalam aliran deras sungai dibawahnya . Airnya dingin, menusuk tulang. Mungkin karena benturan keras saat mendarat di sungai ia tidak bisa merasakan kakinya,
Tiba-tiba, sebuah anak panah melesat dari balik bebatuan, nyaris mengenai kepalanya. Xin Lan dengan sigap menghindar, tubuhnya bergerak secepat kilat. Ia tahu, ini baru permulaan.
Ia mengamati bebatuan di sekitarnya. Ada pola yang aneh, garis-garis halus yang menunjukkan adanya mekanisme tersembunyi. Ia menggunakan kerikil kecil untuk memicu jebakan, melemparnya ke arah bebatuan yang mencurigakan. Beberapa anak panah melesat keluar, yang lain memicu ledakan kecil.
Xin Lan menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya dan terus maju, Ia menggunakan pengetahuannya tentang jebakan dan taktik perang untuk menavigasi labirin mematikan ini. Ia mengamati pola angin, menggunakan arah angin untuk menghindari jebakan yang dipicu oleh tekanan udara.
Di satu titik, ia menemukan sebuah jaring tersembunyi di bawah air. Jaring itu dirancang untuk menjerat korbannya dan menyeretnya ke dasar sungai. Xin Lan dengan cepat mengeluarkan pisau kecil dari balik bajunya dan memotong jaring itu, membebaskan dirinya dari jebakan maut.
Angin semakin kencang, membuat pergerakannya semakin sulit. Xin Lan menyadari, angin ini bukan hanya gangguan; ia adalah bagian dari jebakan. Angin ini dirancang untuk mengganggu keseimbangannya dan membuatnya lengah.
Xin Lan menggunakan akalnya untuk melawan angin. Ia mencari tempat berlindung di balik bebatuan besar, menggunakan tubuhnya untuk memblokir angin, dan menyesuaikan langkahnya agar tetap stabil.
Ia kemudian berpikir keras untuk mencapai keseberang dengan melihat peluang celah,Karena ia tidak bisa bertahan lama seperti biasa jika kondisi kakinya patah.
Xin Lan melemparkan belati nya kesebuah pohon yang membuat kelopak bunga dan daun berguguran,Xin Lan memanfaatkan itu untuk menjadikannya sebagai pijakan.
Langkahnya ringan saat menginjak dedaunan tersebut,Dengan cepat ia melemparkan lagi belati keseberang,Bak teleport Xin Lan dengan cepat berpindah ke seberang.
Yu Zhang tersenyum kagum. "Kau memang luar biasa, Xin Lan. Aku tidak menyangka kau bisa melewati ujian ini."
Xin Lan tidak membalas senyum itu. Ia tahu, ujian ini belum selesai. Ini hanyalah permulaan dari perjalanan panjang dan berbahaya menuju Sekte Teratai. Namun, ia siap menghadapinya. Sebagai mantan jenderal Mo Hui, ia tidak pernah mundur dari tantangan.