Aluna ditinggal mati suaminya dalam sebuah kecelakaan. Meninggalkan dia dengan bayi yang masih berada dalam kandungan. Dunianya hancur, di dunia ini dia hanya sebatang kara.
Demi menjaga warisan sang suami, ibu mertuanya memaksa adik iparnya, Adam, menikahi Aluna, padahal Adam memiliki kekasih yang bernama Laras.
Akankah Aluna dan Adam bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hare Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
“Adam! Ceraikan dia, tunggu apa lagi!” teriak Ratna menunjuk wajah Aluna dengan penuh emosi.
Adam menggeleng.
“Mama akan membunuhnya kalau kau tidak berani ambil keputusan.”
Adam terkejut bukan main, dia menyayangi Aluna dan Kiya. Dia tidak ingin berpisah dari mereka. bersama Aluna dan Kiya, Adam merasa memiliki rumah dan keluarga. Tapi, mendengar apa yang ibunya katakan, itu membuat Adam berpikir kalau apa yang Aluna katakan itu benar.
Keadaan mereka saat ini saling menyakiti. Dan yang paling sakit adalah Aluna, dia mendapat tekanan dari sana sini. Dari ibunya yang tidak pernah berubah, dari Laras yang mulai mengganggu Aluna, dari pihak yang merebut harta warisan orang tuanya.
Akhirnya Adam menarik nafas dalam-dalam, menatap Aluna dengan sendu.
“Aluna Salsabila binti Teguh Nugroho, aku ceraikan dan aku bebaskan engkau. Mulai hari ini kau bukan lagi istriku.”
Aluna memejamkan matanya, jatuh sudah talak satu kepadanya. Dan hari ini akhirnya dia bebas dari pernikahan yang menyakitkan ini.
“Terima kasih, Mas,” ucap Aluna.
“Huaaaah.”
Tiba-tiba saja Kiya menangis sangat kencang, seolah dia paham dengan kondisi saat ini, seolah dia tahu kalau hari ini menjadi hari yang paling menyakitkan antara ayah dan ibunya.
Cinta yang baru saja mungkin akan bersemi, kini sudah kembali layu.
Aluna berlari menuju kamar dan memeluk Kiya dengan erat, menciumnya dengan lembut. “Tenang Nak, ada mama disini.”
Kiya memeluk Aluna dengan erat, seolah dia tahu kalau kini hanya dia satu-satunya yang menjadi kekuatan ibunya.
“Sekarang, silakan tinggalkan rumah ini!” bentak Ratna ketika Aluna keluar dari kamar sambil menggendong Kiya.
“Iya,” jawab Aluna pelan.
Adam menggeleng. “Tidak. Aluna tidak perlu keluar dari rumah ini. Ini rumah Aluna bersama Mas Arman, ini hak Aluna. Akulah yang akan keluar dari rumah ini.”
“Apa? Rumah Aluna?” tanya Ratna mengernyit, menatap Adam dengan tajam.
“Iya, Ma. Ini peninggalan Mas Arman. Dan tentu saja Mas Arman membangun rumah ini untuk anak dan istrinya, meskipun dia sudah tidak ada, anak dan istrinya tidak akan kehujanan dan kepanasan,” jawab Adam.
“Aluna sudah membuat perjanjian, Adam!”
“Mama, tolonglah. Biarkan Aluna dan Kiya tinggal di rumah ini. Mama juga kalau mau bertemu Kiya, tidak perlu jauh-jauh, cukup datang kesini. Lihatlah semuanya ini peninggalan Mas Arman, Ma. Biarkan Aluna dan Kiya tinggal disini,” jawab Adam yang segera mengambil pakaiannya bersiap untuk meninggalkan rumah itu.
“Tidak bisa! Aluna sudah menyerahkan dengan sukarela. Aluna harus meninggalkan tempat ini.”
Aluna masih memeluk Kiya.
“Aku akan pergi, beri aku waktu berbenah, Bu,” ucap Aluna akhirnya.
Adam menatap Aluna sambil menggelengkan kepalanya. Dia tahu, Aluna pasti tidak punya tujuan, kemana Aluna akan membawa Kiya tinggal. Rumah orang tuanya sudah hampir tidak layak huni.
“Tidak Aluna, tetaplah disini…” lirih Adam.
“Aku gapapa, Mas. Aku sudah membuat perjanjiannya, dan aku memang harus meninggalkan rumah ini.”
“Cepat bereskan barang-barangmu!” bentak Ratna.
Aluna mengangguk, dia membujuk Kiya agar mau bermain di lantai dengan boneka dan biskuitnya. Aluna membereskan semua pakaiannya, bahkan dia tidak akan membawa apapun kecuali pakaian dia dan Kiya.
“Maaf, Mas. Aku izin membawa motor, karena itu memang dibelikan Mas Arman sebagai hadiah ulang tahunku,” ucap Aluna pelan.
“Kamu tidak perlu pergi, Aluna,” ucap Adam dengan wajah yang memerah sedih.
Ratna tertawa sinis. “Ternyata masih juga mau membawa harta Arman.”
“Motor itu atas namaku, Bu.”
Kini, Aluna bahkan tidak memanggil Ratna dengan sapaan “Mama” seperti biasanya, dia hanya memanggil dengan “Bu”, menegaskan kalau sekarang mereka telah menjadi orang lain.
“Tapi kan uang Arman.”
“Cukup, Ma!” bentak Adam.
Aluna telah menaikkan tasnya ke atas motor, meskipun rumahnya yang akan dibangun oleh Pak Basri dan Bu Sarni belum jadi, dia harus keluar dari sana. Dia mungkin akan menumpang di masjid, atau masih ada keluarga jauh yang mau menampung mereka untuk beberapa hari.
Aluna menggendong Kiya, sudah duduk di motornya.
“Aluna, kamu mau pergi kemana?” tanya Adam panik.
“Dimana saja bisa, Mas. Jangan pikirkan kami.”
Aluna mulai menyalakan motornya, dan disaat itu Pak Dimas datang menyusul. Dia mencari istrinya, mau mengajak pergi ke kota. Ada urusan mendadak, namun bingung melihat Aluna yang bersiap pergi membawa barangnya.
“Aluna…” panggil Dimas.
“Pak, maaf kami harus pergi,” jawab Aluna sambil menganggukkan kepalanya dan memutar gas pergi meninggalkan rumah itu.
“Mau kemana? Ada apa?” tanya Dimas, tapi Aluna sudah berlalu.
Dimas menatap Adam penuh tanya.
“Kami sudah bercerai,” ucap Adam sambil menunduk.
Plak! Plak!
Tamparan yang tadi dirasakan oleh Aluna, kini dirasakan juga oleh Adam. Kedua wajahnya memerah, tapi Adam tidak membalas, dia hanya menunduk.
“Apa yang kau lakukan? Terus kemana Aluna akan pergi membawa Kiya? Kau bisa menganggap Aluna orang lain setelah kau menceraikannya, tapi Kiya? Dia satu-satunya keturunan Arman!” bentak Dimas.
“Maaf, Pa…”
“Susul dia!”
Disaat itu, Ratna keluar dari dalam rumah dengan senyum mengambang, tangannya masih memegang copy surat perjanjian yang dibuat oleh Aluna. Dia terkejut begitu mendapati suaminya berdiri di depan pintu. Apalagi tatapan Dimas sangat tajam.
“Papa?”
“Apa yang kalian lakukan pada Aluna?” tanya Dimas.
“Loh, tidak di apa-apakan. Wanita miskin itu yang mau bercerai, Adam hanya menuruti apa yang dia inginkan. Orang tidak tahu diri ya lepaskan saja,” jawab Ratna santai.
“Kemana Aluna pergi?”
“Ya bukan urusan Mama dong, dia bukan lagi menantu Mama. Terserah dia mau kemana, ini pilihannya sendiri.”
Dimas semakin mengepalkan tangannya. “Rumah ini milik Aluna! Kalaupun bercerai dari Adam, rumah ini tetap milik Aluna dan Kiya!”
“Mana bisa begitu, rumah ini milik Arman! Dibangun dengan uang Arman, dia hanya menumpang disini, dia memang harus pergi.” Ratna tidak mau kalah, baginya ini adalah kemenangan besar, akhirnya Aluna pergi tanpa membawa apapun.
“Kau benar-benar gila, Ma. Untuk apa kau rumah ini? Kalau ada mau membawa istrinya yang lain tinggal di desa ini, Adam harus mmebangun rumah baru. Kenapa harus merebut milik Kiya. Menyakiti anak yatim, mama akan mendapat balasannya, Ma.”
“Papa mendoakan Mama?
“Bukan mendoakan, Papa mengingatkan.” Dimas kembali emosi saat melihat Adam masih berdiri di tempatnya.
“Kenapa kau masih disini, Adam? Kenapa kau tidak menyusul Aluna? Kau juga menginginkan rumah ini?” tanya Dimas kepada Adam.
Adam menggeleng. “Tidak, Pa.”
“Kalau begitu kenapa kau tidak bergerak!”
Adam segera masuk ke dalam mobilnya, melaju dengan kecepatan tinggi. Dia yakin kalau Aluna kembali ke rumah milik orang tuanya. Namun, saat tiba disana, Adam melihat Pak Basri dan istrinya mulai membereskan rumah itu.
“Maaf, Pak, Bu. Apa Aluna ada disini?” tanya Adam.
Pak Basri menoleh, mengernyit melihat Adam. “Tadi pagi dia kesini. Kalau sekarang gak ada.”
“Apa Aluna yang menyuruh Bapak dan Ibu membersihkan rumah ini?” tanya Adam.
“Ini sudah kami beli pagi tadi, Nak Adam.”
“Hah? Jadi, kemana Aluna?” tanya Adam panik.
Punya istri dan mertua cuma dijadikan mesin atm berjalan doang!
Gimanaa cobaa duluu Adam liatnya.. koq bisaa gituu milih Laras.. 🤔🤔🤦🏻♀️🤦🏻♀️😅😅
Terimakasih Aluna kamu sudah mau membantu Adam membuka kebusukan Laras semoga Adam bisa secepatnya menyelesaikan masalahnya dengan Laras dan bisa lebih dewasa lagi kedepannya 💪
Klo Laras tau Aluna ngasi rekaman bukti perselingkuhan Laras.. mesti Laras akan berbuat sesuatu yang jahat sama Aluna
Bisa2 Laras nekad! 😤😤