NovelToon NovelToon
Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pengganti / Obsesi
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Cty S'lalu Ctya

Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyusahkan Mu

Selesai makan dan minum obat, aku hendak turun dari ranjang untuk mengambil ponsel ku yang ada di dalam tas, bertepatan pintu kamar terbuka.

"Ibu.." suara bening Emir memanggil ku. Aku pun menatap ke arah Emir yang berjalan ke arah ku di belakang nya ada bibi.

"Ibu sudah bangun, ibu mau kemana?" tanya Emir beruntun.

"Oh, ibu mau ambil ponsel di tas" jawab ku seraya mengelus rambut Emir. Emir mendongak menatap ku begitu dalam.

"Ibu kan lagi sakit, Emil aja yang ambilin" ujar Emir.

"Emir gak akan bisa, kan masih kecil, biar bibi saja yang ambilin" timpal bibi kini beralih mengambil tas ku.

"Emil sudah gede lho bi" celetuk Emir kesal, meski begitu sangat lucu melihat tingkah anak ku saat ini.

"Benarkah?" goda ku. Emir mengangguk pasti.

"Benal dong Bu.." aku mengulas senyum.

"Ya deh, bibi minta maaf kalau gitu, ini mbak tas nya" timpal bibi seraya memberikan tas pada ku.

"Terima kasih bi" jawab ku menerimanya.

"Emir dari mana?" tanya ku. Kini Emir memilih duduk di samping ku

"Jalan-jalan ma pakde" jawab Emir.

"Pantesan bau kecut" ejek ku. Emir memberenggut, lalu meminta bibi untuk menemani mandi.

"Bi, ayok temani Emil mandi, kata ibu Emil bauh" kata Emir turun dari ranjang lalu menggandeng bibi

"Siap pangeran.." jawab bibi.

"Sini bibi gendong, biar ibu istirahat lagi!" bibi mulai mengangkat Emir dalam gendongan nya.

"Mbak bibi keluar dulu ya!" pamit bibi berlalu. Aku mengangguk. Sepeninggal bibi dan Emir aku mengambil ponsel ku yang ada di dalam tas. Ingin melihat apakah ada kabar tentang ayah. Tapi tidak ada. Aku mencoba menghubungi rumah sakit menanyakan keadaan ayah, mereka bilang ayah sudah sadar dan kondisinya sudah stabil, itu membuatku sedikit lega. Aku memilih menyandarkan punggung ku di kepala ranjang, berbagai pertanyaan muncul dalam benak ku. Kenapa aku sampai tidak terasa saat di pasang jarum infus di tangan ku, apa mungkin karena sebegitu parah nya keadaan ku, sampai-sampai dia bersedia membaringkan ku di atas tempat tidurnya.

"Ah, mungkin itu karena dia takut aku mati" ucap ku mengelak.

Ceklek..

Pintu kamar terbuka, ku mencoba melihat siapa yang masuk, dan ternyata dia yang masuk ke dalam kamar, aku dengan segera menurunkan kaki ku dan berencana akan pindah.

"Mau kemana kau?" tanya nya datar.

"Pindah" jawab ku tak kala datar.

"Ck! diam di situ!" seru nya tegas. Aku menarik nafas dalam, aku melihat infus ku hampir habis. Aku putuskan untuk menarik nya.

"Apa yang kau lakukan hah!" bentak nya mendekat pada ku.

"A-ku" cicit ku ketika jarum nya hampir terlepas.

"Kau ini!" katanya geram, terlihat dia menghubungi seseorang.

"Cepat suru dokter kesini!" perintahnya dengan panggilan tersebut.

"Bisa tidak kau tidak menyusahkan ku" geram nya kini menatap ku dengan tajam.

"Maaf, jika aku selalu menyusahkan mu" cicit ku lirih.

"Kenapa kau begitu bodoh hah, apa kau mau bunuh diri"

Bunuh diri, andai saja itu tidak dosa besar mungkin akan ku lakukan, dan andai saja tak ada Emir dan ayah mungkin sudah putus asa dan lebih baik aku mengakhiri hidupku saja dari pada menerima penderitaan yang terus berangsur. Itulah yang selalu ada dalam benak ku, disaat aku sudah lelah dengan semua ini.

"Bisakah anda melepas nya saja dok?" tanya ku saat dokter hendak memperbaiki jarum infus di tangan ku. Dokter itu melirik ku lalu kembali dengan aktifitas nya.

"Keadaan anda cukup lemah nyonya, saya akan mengganti dengan yang baru" balas dokter.

"Tapi-"

"Nyonya jika anda ingin segera sehat maka menurut lah, percayalah ini yang terbaik untuk anda!" saran dokter sebelum beranjak meninggalkan ku. Aku terdiam dengan memikirkan apa yang di katakan dokter tadi. Mungkin dokter benar, aku harus cukup istirahat.

Tiga hari sudah berlalu, semenjak saat itu dia tidak ada di rumah ini, entah kemana dan itu membuatku cukup untuk istirahat juga sedikit menenangkan pikiran ku. Kemarin dokter sudah melepas infus ku dan sekarang keadaan sudah membaik. Aku juga tidak masuk bekerja beruntung Bu Hana menyuruhku istirahat dulu sampai sembuh.

Drrtt.. Drrtt..

Getar ponselku mengalihkan pikiran ini, segera ku ambil ponsel dan mengangkat panggilan itu dari ruumah sakit.

"Bu Yumna, besok waktunya Emir control"

"Baik dok, terima kasih" balas ku.

Besok Emir harus control, tapi uang ku tinggal sedikit, bagaimana cara nya aku mendapatkan tambahan, sedangkan aku tidak lagi bekerja di cafe. Haruskah aku meminjam Gala untuk jaga-jaga untuk tambahan membeli obat.

"Bibi, nitip Emir sebentar ya?" kata ku menghampiri bibi yang sedang menyetrika baju. Bibi memperhatikan ku yang sudah rapi dan membawa tas di tangan ku.

"Mbak mau kemana?" tanya bibi menyelidik.

"Em,, saya mau keluar sebentar bi" jawab ku. Bibi menghela nafas dalam.

"Mbak sudah baikan"

"Sudah bi, saya cuma sebentar kok bi"

"Ya, sudah. Hati-hati mbak, nanti kalau ada apa-apa cepat hubungi bibi ya" pesan bibi, aku menganggu dengan seulas senyum.

"Terima kasih bi"

Aku turun dari ojek aku segera masuk ke cafe yang sepertinya baru buka, walau begitu sudah rame dengan muda mudi yang nongkrong di gazebo juga ada beberapa yang memilih duduk di kursi. Di dalam ku lihat Brian sedang membuat kopi.

"Silahkan satu cappucino nya" ucap Brian memberikan cappucino pada pembeli.

"Mbak Yumna" sapa Brian ketika melihat kedatangan ku.

"Hai Brian, apa kabar?" sapa ku balik. Brian tersenyum senang.

"Baik banget mbak, masuk mbak di dalam ada kak Gala" ujar Brian, aku pun mengangguk lalu masuk ke dalam, dimana tempat dapur dan juga tempat istirahat disana terlihat Gala yang sedang bertelepon an.

"Yumna" sapa nya, aku pun mengulas senyum.

"Nanti ku hubungi lagi" ujarnya seraya menutup panggilan nya seraya menghampiriku.

"Duduk sini! biar aku buatin minuman untuk mu" ucap Gala.

"Gak usah Gala" tolak ku, Gala kemudian menatapku.

"Ada apa Yumna?" tanya nya seakan tahu maksud ku. Aku menunduk sejenak dengan menarik nafas dalam aku putuskan untuk mengatakan tujuan ku.

"Maaf sebelumnya Gala" lirih ku.

"Apakah Emir baik-baik saja?" Gala menebak keresahan ku.

"Emir baik-baik saja, tapi"

"Tapi apa Yumna, katakan jika aku bisa membantu"

"Besok Emir harus control, sendangkan aku hanya mempunyai uang sedikit, boleh kah aku meminjam padamu Gala untuk jaga-jaga" ungkapku mengharap.

"Kamu butuh berapa?" tanya lembut Gala.

"Satu juta, Nanti jika uangku cukup akan langsung aku kembalikan" jawab ku. Gala mengangguk.

"Sebentar" ujarnya seraya berdiri berjalanan menuju meja kerjanya, dia kembali dengan membawa amplop di tangan nya.

"Ini pakailah, jangan pernah berfikir untuk mengembalikan nya" kata Gala menyerahkan amplop itu padaku.

"Terima kasih banyak Gala, aku berhutang kepadamu, kau begitu baik pada ku" kata ku tulus.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!